Oleh: H Syahrir Nasution
Baca Juga:
Belakangan ini, dunia pendidikan tinggi di Indonesia kembali menjadi sorotan tajam publik. Bukan karena prestasi atau inovasi akademik, melainkan karena terkuaknya praktik-praktik mencoreng marwah perguruan tinggi — mulai dari maraknya ijazah palsu, kampus "abal-abal", hingga dugaan penyalahgunaan wewenang oleh pimpinan universitas. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan mendasar: ke mana arah pendidikan tinggi kita sesungguhnya?
Secara tersirat, masyarakat sebenarnya sudah lama mengetahui adanya penyimpangan dalam pengelolaan sejumlah universitas dan sekolah tinggi. Namun, pengetahuan itu hanya berputar di ruang bisik-bisik. Seolah-olah semua pihak memilih menutup mata dan telinga. Lembaga yang seharusnya menjadi garda moral dan pusat pembentukan karakter bangsa, kini justru tergelincir menjadi arena transaksi — tempat gelar akademik bisa dibeli, bukan diperjuangkan.
Lebih ironis lagi, muncul kabar tentang seorang rektor yang terlibat dalam penggeseran anggaran daerah di Sumatera Utara. Perbuatan ini bukan hanya mencederai etika publik, tetapi juga menghancurkan moral akademik universitas yang dipimpinnya. Bagaimana mungkin seorang guru besar, simbol integritas dan intelektualitas, menurunkan derajat ilmunya menjadi alat kepentingan pribadi? Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tetapi pengkhianatan terhadap nilai-nilai pendidikan itu sendiri.
Kampus seharusnya menjadi menara air, bukan menara gading—tempat nilai-nilai kebenaran, kejujuran, dan akuntabilitas mengalir untuk menyegarkan kehidupan bangsa. Namun ketika perguruan tinggi justru menjelma menjadi ladang bisnis, menjual ijazah dan gelar tanpa kompetensi, maka yang lahir bukanlah cendekiawan, melainkan "tukang stempel" yang miskin nurani.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) bersama Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) harus segera turun tangan. Penertiban administratif saja tidak cukup. Diperlukan langkah menyeluruh: audit keuangan, evaluasi sistem akreditasi, dan pengawasan integritas para pimpinan kampus. Jangan biarkan dunia pendidikan menjadi ruang nyaman bagi penyelewengan, karena dari sinilah masa depan bangsa dibentuk.
Sudah saatnya kita bersuara keras: "Jangan biarkan universitas dan sekolah tinggi menjadi penjual ijazah." Jika kita diam, maka kita sedang membiarkan bangsa ini kehilangan akarnya — akar moral, akar intelektual, dan akar kejujuran.
Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di
Google News