
Internal Moot Court Competition Jilid VIII Resmi Digelar: Perebutkan Piala Kajati Sumut dan Piala Dekan FH UMSU
Internal Moot Court Competition Jilid VIII Resmi Digelar Perebutkan Piala Kajati Sumut dan Piala Dekan FH UMSU
kotaBaca Juga:
"Melawan kedunguan dan kebodohan adalah kejahatan paling tinggi."
Ungkapan di atas bisa terdengar sarkastik, namun barangkali mewakili realitas zaman yang sedang kita hadapi hari ini. Saat ini, di negeri yang katanya menjunjung tinggi demokrasi dan hukum, berkata jujur dan menyampaikan kebenaran justru bisa membawa seseorang ke balik jeruji besi. Bahkan, orang yang tidak melakukan kejahatan sekalipun bisa diputus bersalah—hanya karena keberaniannya untuk berkata benar.
Empat setengah tahun hukuman yang dijatuhkan kepada seseorang bukan karena ia melakukan korupsi, mencuri uang rakyat, menyebarkan hoaks, atau melakukan kekerasan. Ia dihukum karena menyampaikan sesuatu yang benar, meskipun tidak menyenangkan bagi sebagian pihak. Di negara demokratis sejati, hal seperti ini mestinya menjadi diskursus, bukan vonis.
Fenomena ini menunjukkan ambivalensi dalam sistem hukum dan demokrasi kita. Di atas kertas, kita menjunjung tinggi konstitusi, hak menyatakan pendapat, serta kebebasan berpendapat. Tapi di lapangan, yang terjadi justru sebaliknya. Hukum seolah menjadi alat untuk mengamankan kelompok tertentu, bukan untuk menegakkan keadilan. Ketika kebenaran tidak lagi cukup untuk membela seseorang, maka yang tersisa hanyalah keputusasaan.
Yang paling memprihatinkan, kebenaran kini tergantung siapa yang mengucapkan. Jika Anda bagian dari kelompok tertentu—punya akses kekuasaan, bagian dari lingkaran dalam, atau sekadar "kawan" dari penguasa—maka Anda bisa bebas berkata apa saja, bahkan menyebar kebohongan pun bisa dimaafkan. Tapi jika Anda hanya rakyat biasa, bukan siapa-siapa, maka berkata benar pun bisa dianggap ancaman. Anda bukan hanya dibungkam, tapi juga dikriminalisasi.
Dalam iklim seperti ini, berpikir kritis dianggap membangkang, dan melawan kebodohan dianggap kejahatan. Padahal, bangsa ini tidak akan maju jika rakyatnya terus dibungkam dan dicekoki narasi tunggal dari atas. Demokrasi sejatinya tumbuh dari ruang perbedaan pendapat, kritik, bahkan kegaduhan intelektual. Bukan dari ketakutan dan pembungkaman.
Mari kita lihat sejenak ke belakang. Sejarah bangsa ini mencatat banyak orang besar yang dulu dituduh, dipenjara, dan dihukum—bukan karena mereka bersalah, tapi karena mereka berani mengatakan apa yang benar. Tokoh-tokoh seperti Tan Malaka, Hatta, Sjahrir, bahkan Soekarno, pernah mengalami hal yang serupa. Kebenaran mereka baru diakui setelah mereka tiada, atau setelah kekuasaan berganti.
Sayangnya, hingga hari ini pola itu masih terus berulang. Bahkan bisa dibilang, lebih halus tapi lebih menakutkan. Kini, tidak semua pelanggaran hukum bisa diproses jika pelakunya adalah "orang dalam". Namun bila yang bersuara adalah rakyat biasa yang tidak punya pelindung politik, maka pasal-pasal bisa dicari, kesalahan bisa direkayasa, dan opini bisa dibentuk untuk membunuh karakter.
Apa yang bisa kita harapkan dari negeri yang seperti ini?
Barangkali harapan satu-satunya adalah terus bersuara, sekalipun kita tahu risikonya. Kita harus tetap menyampaikan kebenaran, sekalipun kecil dan tenggelam oleh propaganda. Kita tidak bisa menyerahkan negeri ini sepenuhnya kepada para penjilat dan penakut yang menganggap kebenaran sebagai ancaman.
Sebab diam di hadapan ketidakadilan adalah kejahatan yang tak kalah besar. Dan membiarkan kebodohan berkuasa atas nama hukum adalah bentuk pengkhianatan terhadap nurani bangsa ini.
Jadi, jika hari ini seseorang harus mendekam di penjara bukan karena bersalah, tetapi karena berkata benar, maka sebenarnya bukan dia yang harus kita tangisi. Tapi sistem yang membiarkan itu terjadi—yang patut kita lawan dengan segala nurani, nalar, dan keberanian.***
Internal Moot Court Competition Jilid VIII Resmi Digelar Perebutkan Piala Kajati Sumut dan Piala Dekan FH UMSU
kotaEmpat ASN Kota Lhokseumawe Divonis MA Enam,lima dan empat Tahun Penjara Terkait Pembayaran Insentif PPJ Setelah Bebas di Tipikor Banda Aceh
kotasumut24.co JakartaDirektorat Jenderal Pajak (DJP) hari ini secara resmi meluncurkan Piagam Wajib Pajak (Taxpayers Charter) sebagai tongga
kotaBarapaksi Desak Penegak Hukum Usut Galian C Ilegal dan Hentikan Proyek Tanggul Rp18 M di Deli Serdang
kotaKacabdis WilayahI Diduga Lindungi Pungli di SMKN4 Medan,Aktivis GMAngkatan 66 Sumut Desak Evaluasi
kotaDiduga Gunakan Tanah Urug Ilegal dan Solar Subsidi, Proyek Tanggul Hulu Bendun D.I. Serdang Jadi Sorotan
kotasumut24.co MedanPemerintah Kota Medan dipastikan akan membangun enam underpass baru dan melakukan relokasi warga di pinggir sungai dalam p
kotasumut24.co MedanAnggota Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (
kotasumut24.co MedanAnggota DPRD Kota Medan, Zulham Efendi, memberikan sejumlah catatan penting terhadap Rencana Pembangunan Jangka Menengah D
kotaPolda Sumut Kembali Gagalkan Pengiriman PMI Ilegal ke Malaysia, Satu Agen Ditangkap
kota