sumut24.co -
Tabagsel, Wacana pemekaran Tapanuli Bagian Selatan (
Tabagsel) dari
Provinsi Sumatera Utara kembali mencuat ke permukaan. Aspirasi untuk "merdeka" ini bukanlah hal baru, namun semakin nyaring terdengar lantaran masyarakat menilai perhatian pembangunan dari pemerintah pusat maupun provinsi masih sangat minim.
Baca Juga:
Kondisi ini membuat warga merasa dianaktirikan, meskipun
Tabagsel memiliki potensi besar yang jika dikelola secara mandiri diyakini mampu mensejahterakan masyarakatnya.Tokoh Pemuda
Tabagsel, Anwar Fahmi Siregar, menegaskan bahwa rendahnya perhatian pembangunan menjadi alasan kuat bagi masyarakat untuk mendorong pemekaran wilayah.
Menurutnya,
Tabagsel seolah tidak masuk dalam skala prioritas pemerintah."Perhatian yang rendah ini menunjukkan
Tabagsel tidak masuk skala prioritas pembangunan. Karena itu, sudah tepat jika
Tabagsel berjuang untuk memisahkan diri dari Sumut," tegas Anwar.
Ironisnya,
Tabagsel adalah daerah yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA) dan memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang mumpuni. Kekayaan tersebut mencakup tambang emas di Kabupaten Tapanuli Selatan dan Mandailing Natal, pembangkit listrik panas bumi di Tapsel dan Madina, perkebunan sawit yang membentang luas di Palas, Paluta, Tapsel, dan Madina, serta pembangkit listrik tenaga air di Tapsel.Tidak hanya itu,
Tabagsel juga memiliki garis pantai panjang di Kecamatan Natal, Mandailing Natal, yang berpotensi besar sebagai kawasan maritim strategis. Bahkan, hutan tropis luas yang ada di wilayah ini menyimpan keanekaragaman hayati dunia, termasuk Harimau Sumatera dan Orangutan Tapanuli, yang merupakan satwa langka.
Namun, kekayaan yang melimpah itu belum berbanding lurus dengan kesejahteraan rakyat. Anwar menyayangkan kondisi yang terjadi di lapangan. Pajak dari hasil alam
Tabagsel terus mengalir ke pusat dan provinsi, sementara masyarakat masih hidup dalam keterbelakangan.Jalanan di banyak daerah rusak parah, pendidikan tertinggal jauh, dan fasilitas rumah sakit sangat tidak memadai.
"Kondisi ini tidak bisa dibiarkan, hanya ada satu jalan agar
Tabagsel bisa hidup layaknya manusia merdeka, yaitu dengan memisahkan diri dari Sumatera Utara," ungkapnya.Suara serupa datang dari Tokoh Adat
Tabagsel, Basa Sahala Harahap, yang menyebut bahwa pemekaran bukan hanya kebutuhan, tetapi juga sudah seharusnya terjadi. Menurutnya, secara historis
Tabagsel memang memiliki identitas berbeda dengan Sumut.
"Belanda saja sudah memisahkan
Tabagsel dari Sumatera Utara. Plat kendaraan
Tabagsel (BB) berbeda, tapi pelayanan Samsat di provinsi induk tidak memadai. Ini bukti bahwa
Tabagsel sudah seharusnya berdiri sendiri," katanya.Bagi masyarakat, pemekaran bukan sekadar ambisi politik, melainkan sebuah solusi nyata untuk memperbaiki taraf hidup. Dengan berdiri sebagai provinsi baru,
Tabagsel diharapkan bisa mengelola kekayaan alam secara mandiri dan langsung menyalurkannya untuk kepentingan rakyat.
Hal ini diyakini akan mempercepat pembangunan infrastruktur, meningkatkan kualitas pendidikan, memperbaiki layanan kesehatan, dan membuka lapangan kerja baru.Gelombang aspirasi ini juga membawa harapan besar bagi generasi muda
Tabagsel. Mereka ingin melihat tanah kelahiran mereka maju, tidak lagi tertinggal, dan mampu sejajar dengan daerah lain di Indonesia.
Warga percaya, hanya dengan "merdeka" dari Sumatera Utara,
Tabagsel bisa benar-benar merasakan kemakmuran dari kekayaan alam yang selama ini hanya menjadi angka di laporan pajak provinsi.(zal)
Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di
Google News