Baca Juga:
Oleh : Dr. Hj. Nur Aisyah,SE,MM
Setiap tanggal 25 Agustus, kita memperingati
Hari Perumahan Nasional (Hapernas). Peringatan ini bukan hanya soal mengingat sejarah pembangunan
perumahan, tapi juga tentang menyadari bahwa rumah adalah kebutuhan dasar setiap manusia. Rumah bukan sekadar tempat berteduh, melainkan tempat lahirnya cerita, tumbuhnya mimpi, dan terbentuknya masa depan.
Sayangnya, bagi sebagian masyarakat Indonesia, memiliki rumah layak masih menjadi mimpi yang sulit diwujudkan. Harga tanah dan rumah yang terus naik, penghasilan yang tidak sebanding, hingga terbatasnya akses pembiayaan membuat banyak keluarga kesulitan. Di kota-kota besar, urbanisasi yang pesat juga menimbulkan masalah baru: permukiman padat dan kumuh yang tidak sehat bagi penghuninya.
Inilah mengapa Hapernas penting.
Hari ini menjadi pengingat bagi pemerintah, swasta, dan masyarakat untuk bekerja sama mencari solusi. Pemerintah sebenarnya sudah menghadirkan berbagai program, seperti rumah subsidi atau kredit dengan bunga rendah. Namun, tantangan tetap ada: jumlah rumah yang dibutuhkan masih jauh lebih banyak dibandingkan yang tersedia.
Karena itu, dibutuhkan inovasi dan keberanian. Pemerintah daerah perlu berperan lebih aktif dalam penyediaan lahan agar
perumahan murah benar-benar bisa terwujud. Skema pembiayaan juga harus ramah bagi pekerja sektor informal yang jumlahnya sangat besar di negeri ini. Selain itu, pembangunan
perumahan harus memperhatikan keberlanjutan: ramah lingkungan, hemat energi, dan terhubung dengan transportasi publik.
Lebih dari itu, kita perlu mengubah cara pandang tentang rumah. Tidak semua orang harus memiliki rumah pribadi. Hunian sewa, rumah susun, atau konsep hunian bersama bisa menjadi pilihan realistis, terutama di kota-kota besar dengan lahan terbatas. Yang terpenting adalah rumah tersebut layak, sehat, dan terjangkau.
Rumah layak memiliki dampak luar biasa. Anak-anak yang tumbuh di rumah sehat akan lebih mudah belajar dan tumbuh dengan baik. Orang tua yang tinggal di rumah aman dan nyaman akan lebih produktif dalam bekerja. Sebaliknya, jika rumah tidak layak, maka banyak masalah sosial lain bisa muncul: kesehatan terganggu, pendidikan terhambat, hingga munculnya konflik sosial.
Hapernas seharusnya tidak hanya menjadi peringatan, tetapi juga gerakan bersama. Gerakan untuk peduli, bergotong-royong, dan memastikan tidak ada keluarga Indonesia yang hidup tanpa rumah layak. Rumah bukan hanya soal tembok dan atap, tapi tentang martabat manusia.
Di
Hari Perumahan Nasional ini, mari kita jadikan rumah layak sebagai mimpi bersama, bukan hanya mimpi segelintir orang. Karena rumah yang layak akan melahirkan keluarga yang Rumah Layak untuk Semua: Refleksi di
Hari Perumahan Nasional
Namun, realitas di lapangan masih menunjukkan tantangan yang cukup besar. Data Kementerian PUPR menyebutkan backlog
perumahan di Indonesia masih jutaan unit. Harga tanah dan rumah yang terus meningkat membuat masyarakat berpenghasilan rendah semakin sulit menjangkau hunian yang layak. Urbanisasi yang cepat juga menambah kompleksitas masalah: kota-kota besar dipadati permukiman kumuh, sementara kawasan pinggiran menghadapi tekanan terhadap lingkungan.
Hari Perumahan Nasional seharusnya menjadi titik balik untuk memperkuat komitmen semua pihak—pemerintah, swasta, dan masyarakat—dalam mewujudkan rumah layak, sehat, dan terjangkau untuk semua. Pemerintah sudah meluncurkan berbagai program, seperti rumah subsidi dan pembiayaan FLPP. Namun, program tersebut masih menghadapi keterbatasan anggaran dan distribusi. Di sisi lain, sektor swasta sering lebih berorientasi pada
perumahan komersial yang menyasar kelompok menengah ke atas. Akibatnya, kesenjangan akses terhadap hunian terus melebar.
Perlu ada inovasi kebijakan yang lebih berkeadilan. Pertama, pemerintah daerah perlu diberi peran lebih besar dalam menyediakan lahan
perumahan, misalnya melalui bank tanah atau regulasi tata ruang yang berpihak pada masyarakat kecil. Kedua, pembiayaan
perumahan harus semakin inklusif, dengan skema kredit dan subsidi yang mudah diakses oleh pekerja sektor informal yang jumlahnya dominan di Indonesia. Ketiga, pembangunan
perumahan harus selaras dengan prinsip keberlanjutan: ramah lingkungan, hemat energi, serta terintegrasi dengan transportasi publik.
Selain itu, kita perlu memandang rumah sebagai pusat pembangunan manusia. Anak-anak yang tumbuh di rumah layak akan memiliki kesehatan dan pendidikan yang lebih baik. Orang dewasa yang tinggal di hunian aman dan sehat cenderung lebih produktif dalam bekerja. Sebaliknya, keterbatasan akses terhadap
perumahan layak akan menimbulkan masalah sosial seperti kemiskinan antargenerasi, kriminalitas, hingga konflik sosial.
Hapernas juga menjadi momen untuk mengingatkan masyarakat bahwa kepemilikan rumah bukan satu-satunya tujuan. Pola hunian kolektif seperti rumah susun atau sewa jangka panjang juga perlu didorong, terutama di kota-kota padat penduduk. Paradigma bahwa rumah harus selalu dimiliki pribadi perlu bergeser menjadi rumah sebagai layanan dasar yang bisa diakses setiap orang sesuai kemampuan dan kebutuhan.
Pada akhirnya, rumah yang layak dan terjangkau bukan hanya urusan individu, melainkan tanggung jawab bersama. Negara hadir untuk memastikan hak warganya atas tempat tinggal yang layak, sementara sektor swasta dan masyarakat dapat berkontribusi melalui pembangunan berkelanjutan, inovasi desain, hingga gerakan solidaritas sosial.
Hari Perumahan Nasional adalah pengingat bahwa di balik tembok-tembok rumah yang kokoh tersimpan harapan besar bagi masa depan bangsa. Rumah yang layak akan melahirkan generasi sehat, tangguh, dan berdaya saing. Karena itu, sudah saatnya kita bersama-sama mempercepat terwujudnya visi "rumah untuk semua" demi Indonesia yang lebih sejahtera dan berkeadilan sosial.
Penutup :
Kesimpulan memperingati
Hari Perumahan Nasional (Hapernas) bahwa harus dihayati tentang makna:
Rumah bukan sekadar atap dan tembok, tapi tempat tumbuhnya harapan dan masa depan.
Selamat
Hari Perumahan Nasional, mari wujudkan rumah layak untuk semua.
Hari Perumahan Nasional mengingatkan kita: setiap keluarga berhak atas rumah yang layak, sehat, dan terjangkau.
Karena rumah adalah awal dari kehidupan yang lebih baik.
Rumah adalah hak, bukan kemewahan.
Di
Hari Perumahan Nasional, mari bersama dorong terwujudnya #RumahUntukSemua
Dr. Hj. Nur Aisyah, SE,MM
Kepala Pusat Kajian Magister Manajemen Pascasarjana Universitas Medan Area
Pemerhati Pendidikan dan pegiat literasi
Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di
Google News