Minggu, 10 Agustus 2025

POLITIK DYNASTI : Mengkorupsi HAK RAKYAT DALAM MEMILIH KEPEMIMPINAN

Administrator - Senin, 21 September 2020 05:23 WIB
POLITIK DYNASTI : Mengkorupsi HAK RAKYAT DALAM MEMILIH KEPEMIMPINAN

 

Baca Juga:

Oleh : H. Syahrir Nasution, SE.MM.

Hampir tidak ada contoh Tauladan yang baik dalam memanage suatu daerah , akibat dari mata rantai Dynasti Politik. Melainkan yang terlihat sebaliknya, hal yang biasa ( BANALITY) disuguhkan kepada rakyat tentang “ CORRUPTION” (Korupsi). Bahkan lebih vulgar dan dahsyatnya lagi “ Pengkhianatan “ atas mandat kekuasaan yang diberikan rakyat dalam beberapa kali Pilkada ( Gubernur maupun Bupati / Walikota) . Akankah terulang lagi hal yang sama di Pilkada serentak pada Tahun 2020 ini?. Sepanjang sistem Demokrasi Kriminal dan Cukong-cukong bergerilya di belakang para Bacalon-bacalon Kepala daerah ini serta diperbolehkannya “ DYNASTI POLITIK” dalam Pilkada tersebut , maka hal yang sama akan berulang terus. Ditambah lagi Peran dari Oligharki Parpol dan Oligharki Bisnis bergandeng tangan dalam memuluskan Bacalon nya.

Adanya suatu study dari Eric Chetwyind Cs, “ CORRUPTION & POVERTY : A Review of Recent Literature , Thn. 2003. Menyediakan suatu landasan teori kaitan nya antara KORUPSI dan KEMISKINAN. Studi tersebut ingin menunjukkan bahwa Korupsi memang tidak bisa secara langsung menghasilkan Kemiskinan. Namun KORUPSI mempunyai “ dampak langsung “ terhadap TATA KELOLA PEMERINTAHAN & TATA KELOLA EKONOMI, yang akhirnya melahirkan Kemiskinan. Persoalan Kemiskinan , Pengangguran dan Kesenjangan ekonomi ( dalam arti : Purchasing Power ) atau Daya Beli masyarakat yg semakin “ terpuruk” merupakan masalah utama bangsa hari ini, belum lagi keterpurukan “ Moral Hazzard” dari para elite rezim yang tidak semakin perduli nya pada masa depan anak cucu kita kedepan. Kebiasaan / Banality dan Kebrutalan Korupsi yang dilakukan oleh : GURITA DYNASTI POLITIK , jelas akan menciptakan “ distorsi bagi perekonomian”, termasuk kerangka kebijakan dan Hukum yang mengakibatkan sekelompok masyarakat tertentu mendapatkan keuntungan yang “ lebih” dari pada dibandingkan dengan masyarakat yang lain. Oleh karena itu tidak berlebihan jika , dalam THE LAWS filsof PLATO mengatakan bahwa: Korupsi tidak hanya “ memiskinkan Rakyat saja , akan tetapi membuat Pembusukan PERADABAN “ di dalam kehidupan masyarakat tersebut. Ada dua hal pemicu utama potensi Korupsi yang dilakukan Dynasti Politik tersebut . Pertama, Penguasaan Sumber2 Daya dan dampak nya yang dapat melemahkan “ Check and Balance” dalam Pemerintahan , bila Dynasti sudah “ Mencengkeram Eksekutif dan Legislatif”. Hal inilah yang membuat Dynasti Politik “ AKRAB” ataupun satu selimut dengan praktek KORUPSI ,ditambah lagi “ Kewenangan mereka2 yang terlibat dalam lingkaran setan Dynasti tersebut dalam mengakses Sumber Daya Ekonomi. Kedua , Pola yang terbangun dalam Dynasti Politik saat kini membutuhkan “ Dana Besar” untuk “ Merawat Kekuasaan nya”, dan jaringan2 nya ( Net Working ) untuk simpul simpul politik lainnya. Dalam istilah Robert Puthnam ( 1976 ), inilah yang disebut dengan “ SHADOWS ACTOR” ( Aktor Bayang bayang ) dalam proses politik di daerah yang mengunci peran PEMIMPIN di daerah dan merupakan “ Embrio “ sumber Korupsi itu. Setidak nya ada tiga hal pokok yang bisa mengantisipasi persoalan ini, REGULASI , Tata Kelola Pemerintahan yang baik dan Inovasi serta Kepemimpinan Yang Transformatif (Transformation Leadership) bukan mengedepankan Kepemimpinan Transaction ( Transaction Leadership ) di daerah. Hal ini harus dimulai dari Kepemimpinan di Level Pusat Pemerintahan tertinggi. Justru itu seorang Pemimpin secara ideal nya adalah seorang Negarawan, bukan Penguasa . Meskipun persoalan Regulasi sudah “ terkunci” dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi , yang tidak melarang Dynasti Politik itu, namuh hal ini bukanlah tidak bisa dirobah. Langkah lain adalah dengan jalan : PENDIDIKAN POLITIK yang secara continue / terus menerus kepada rakyat, agar selektif memilih Pemimpin kedepannya. Kedua, Tata kelola Pemerintahan yang baik ( Good Governance) : Transparance , Akuntable , Responsif dan Partisipatif yang selama ini hanya Sebatas “ slogan klasik” pemanis bibir & penghibur telinga, hal ini kedepannya tak bisa ditawar2 lagi. Ketiga, Transformatif Leadership ( Kepemimpinan Transformatif ) merupakan “ KEY WORD” kata kunci perobahan radikal dari tata kelola pemerintahan daerah serta inovasi kebijakan2 di suatu daerah. Pemimpin yang , Capable, Jujur , Berintegritas , Visioner thd hal hal yang baru dan Transparans merupakan sosok Pemimpin bangsa ini kedepan yang dibutuhkan oleh rakyat sekarang ini. Jika ketiga hal ini juga tidak dapat di realisasikan sebagai “ Berchmarking” / Pedoman dlm memilih seorang Pemimpin , maka tunggulah : “ Bintang akan Jatuh Pada Hari Kiamat , itulah Pengadilan yang Hakiki ataupun Penghabisan.

Penulis : Managing Director PECI – Indonesia

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
SHARE:
beritaTerkait
Ijeck Apresiasi Kehadiran Menpora Dito Ariotedjo di Sumatera Utara Rally APRC 2025
Komit Selesaikan Utang DBH, Pemprov Bayar Rp674 M ke Kabupaten/Kota, Ini Kata Bobby
Gubernur Sumut Resmikan Vihara Vimalakirti Medan, Harapkan Jadi Tempat Penyejuk Bagi Umat Buddha
Dapat Dana Rp 4,5 Milyar, Mahyaruddin Salim : Dipergunakan Untuk Tanjungbalai Emas
Nasionalisme Ditumbuhkan, Kapolres Tanjungbalai Bagikan Bendera Merah Putih Dengan Nelayan
Upacara Peringatan HUT RI ke-80 Tingkat Kabupaten Toba Disesuaikan
komentar
beritaTerbaru