Minggu, 19 Oktober 2025

GEMA-CITA Desak KPK RI Usut Proyek Rp44 Miliar PT. Ayu Septa Perdana — Satu Tewas, Dua Kritis, PPK dan Kasatker Diduga Lalai Berat

Administrator - Jumat, 17 Oktober 2025 12:01 WIB
GEMA-CITA Desak KPK RI Usut Proyek Rp44 Miliar PT. Ayu Septa Perdana — Satu Tewas, Dua Kritis, PPK dan Kasatker Diduga Lalai Berat
Istimewa

Labuhanbatu Selatan — Gerakan Masyarakat Cinta Tanah Air (GEMA-CITA) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK RI) untuk segera turun tangan menyelidiki dugaan kelalaian fatal dan penyimpangan dalam proyek Preservasi Jalan Bts. Kota Rantau Prapat – Bts. Provinsi Riau (SBSN TA 2025) senilai Rp44,3 miliar yang dikerjakan oleh PT. Ayu Septa Perdana. Desakan ini muncul setelah terjadinya kecelakaan kerja di lokasi proyek yang menewaskan satu pekerja dan melukai dua lainnya secara kritis, di kawasan Cikampak, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Kamis (16/10) sekitar pukul 02.30 WIB.

Baca Juga:

Menurut hasil penelusuran lapangan, insiden maut tersebut terjadi akibat minimnya penerangan dan ketiadaan rambu keselamatan kerja (K3) di area proyek. Pekerjaan dilakukan pada dini hari tanpa kehadiran pejabat proyek maupun konsultan pengawas. GEMA-CITA menilai, kondisi ini menjadi bukti nyata lemahnya sistem pengawasan teknis di bawah PPK 1.3 Heri Handoko dan Kasatker PJN I Sumatera Utara saat ini.

Ketua Umum GEMA-CITA, Nur Ahmad, mengecam keras kejadian itu dan menilai peristiwa tersebut sebagai bentuk kelalaian berat pejabat proyek dan kontraktor.

"Satu pekerja meninggal dunia di proyek negara. Itu bukan kecelakaan biasa, tapi bukti gagalnya sistem pengawasan dan tanggung jawab pejabat teknis. Proyek bernilai puluhan miliar rupiah tidak boleh dijalankan tanpa standar keselamatan," tegas Nur Ahmad.

Ia juga menyoroti pernyataan PPK 1.3 Heri Handoko yang dianggap tidak masuk akal dan terkesan membela diri. Heri menyebut kecelakaan terjadi akibat sopir truk mengantuk dan menabrak pekerja, serta berdalih pekerjaan dilakukan malam hari karena padatnya arus lalu lintas siang hari.
Menurut GEMA-CITA, pernyataan tersebut justru memperlihatkan upaya cuci tangan dan ketidakseriusan dalam penerapan keselamatan kerja.

"Kalau pekerjaan dilakukan pukul 02.30 dini hari, di mana posisi PPK dan pengawas proyek saat itu? Apakah mereka hadir di lapangan? Kalau penerangan dan rambu K3 benar-benar ada, tidak mungkin truk melaju kencang di area kerja. Ini menunjukkan lemahnya tanggung jawab pejabat teknis terhadap keselamatan pekerja," tambah Nur Ahmad.

GEMA-CITA juga menyoroti peran Kasatker PJN I Sumatera Utara sebelumnya, Dicky Erlangga, yang secara struktural merupakan atasan langsung PPK Heri Handoko.

"Perlu diingat, proyek ini berada di bawah tanggung jawab langsung Dicky Erlangga ketika masih menjabat Kasatker PJN I. Proses tender dan pelaksanaan proyek PT. Ayu Septa Perdana tentu tidak mungkin berlangsung tanpa koordinasi dan restunya," ujar Nur Ahmad.

Lebih lanjut, GEMA-CITA mengingatkan bahwa pada Juli 2025 lalu, Dicky Erlangga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus proyek lain di wilayah Sumatera Utara.

"Fakta ini semakin memperkuat alasan bagi KPK untuk membuka penyelidikan baru terhadap proyek Rp44,3 miliar ini. Pola dugaan penyimpangan bisa saja berulang, mengingat posisi Dicky sebagai pejabat kunci yang membawahi PPK Heri Handoko," jelas Nur Ahmad.

Oleh karena itu, GEMA-CITA dengan tegas meminta KPK RI mengambil alih penanganan kasus ini dari aparat daerah, termasuk menelusuri kemungkinan adanya kolusi, gratifikasi, dan penyalahgunaan kewenangan.

"KPK harus memeriksa seluruh aliran dana proyek, serta hubungan kerja antara PT. Ayu Septa Perdana, PPK Heri Handoko, dan mantan Kasatker Dicky Erlangga. Kami mencium adanya indikasi permainan dalam proses proyek yang dibungkus dengan alasan pekerjaan malam hari," tegasnya.

Selain meminta KPK bertindak, GEMA-CITA juga mendesak Kementerian PUPR untuk menjatuhkan sanksi administratif maupun disipliner terhadap pejabat terkait, serta meminta UPT Pengawasan Ketenagakerjaan Wilayah IV Rantau Prapat melakukan audit menyeluruh terhadap penerapan sistem K3 di proyek tersebut.

"Kita tidak boleh membiarkan proyek pemerintah menjadi ladang bahaya bagi para pekerja. Pengawasan yang lemah adalah bentuk pengkhianatan terhadap nilai kemanusiaan," ujar Nur Ahmad.

Nur Ahmad menutup pernyataannya dengan seruan keras kepada KPK RI:

"Kami tidak menolak pembangunan, tapi kami menolak pembangunan yang dijalankan dengan kelalaian dan keserakahan. KPK harus segera memanggil dan memeriksa Dicky Erlangga kembali dalam Kasus ini, begitu juga dengan PPK 1.3 Heri Handoko, serta manajemen PT. Ayu Septa Perdana. Jangan tunggu korban berikutnya. Negara tidak boleh diam terhadap pelanggaran seperti ini," pungkasnya.tim

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Administrator
Sumber
:
SHARE:
Tags
beritaTerkait
DPC AWI Kota Medan Kecam Dugaan Kekerasan Wartawan di Area PT UG, Busor: Usut Tuntas
Wakil DPRD Deli Serdang Minta Usut Tuntas Dugaan Kekerasan Wartawan di Area PT UG
Wakil DPRD Deli Serdang Minta Usut Tuntas Dugaan Kekerasan Wartawan di Area PT UG
KPK Diminta Usut Dugaan Korupsi Pengadaan 967 Unit Transportasi PON 2024 Aceh–Sumut
Kahiyang Ayu Perkenalkan Wastra Khas Sumut kepada Istri Dubes AS
KPK Didesak Usut Lingkaran Bobby Nasution dalam Kasus Korupsi Topan Ginting
komentar
beritaTerbaru