
Wali Kota menerima audiensi dari Komite Olahraga KORMI bersama AKTI
Wali Kota menerima audiensi dari Komite Olahraga KORMI bersama AKTI
kota
Baca Juga:
Catatan : Ali Sati Nasition
TIDAK hanya sekedar bahasa Mandailing dalam komunikasi sehari-hari. Tetapi juga mereka memi-liki rumah gadang (bagas godang) sebagai sumber peradaban berasal dari leluhur, kemudian diterima di ranah Minang.
Nagari Simpang Tonang merupakan daerah terito-rial etnis Minangkabau sebagai wilayah rantau. Migrasi etnis Mandailing dilakukan secara ber-gelombang. Tak ada yang mengetahui pasti kapan pertama kali etnis Mandailing bermigrasi membuka nagari ini.
Terdapat perbedaan pendapat dalam penentuan sejarah terbentuknya daerah tersebut. Pendapat pertama menyatakan bahwa Nagari Simpang Tonang ialah tanah ulayat di bawah pimpinan pucuk adat Rajo Sontang, sedangkan pendapat kedua menyatakan bahwa Nagari Simpang Tonang di bawah kekuasaan Rajo Dubalang (Raja Gumanti Porang).
Berdasarkan catatan tarombo yang dimiliki oleh beberapa orang natoras/natobang di bagasan am-pung Tarombo yang berjudul “Sejarah Asal Usul Nagari Simpang Tonang” yang dibuat dalam cam-puran Bahasa Mandailing, Minangkabau, dan Bahasa Indonesia.
Khas dengan gaya bahasa serta ejaan lama dapat dijelaskan bahwa pada zaman dahulu kala terse-butlah sejarah mengenai Raja Pidoli Mandailing Godang yang bergelar Rajo Gumanti Porang. Dari hasil perkawinannya dengan istrinya yang bernama Mancuom Godang, beliau mempunyai tiga orang anak laki-laki dan seorang anak perempuan.
Pada masa itu kerajaan Pidoli diserang oleh keraja-an Padang Gelugur. Kemudian Rajo Gumanti Porang dan perangkat kerajaan meninggalkan daerah terse-but menuju tempat yang aman. Maka sampailah mereka ke Lubuk Aro Tarok (di daerah Rao sekara-ng). Mereka pun berkembang di sana. Di masa kepemimpinan Sutan Bandaharo dilakukankanlah suatu perundingan dengan segenap perangkat desa, anak, cucu beserta kemenakan. Mereka merasa ti-dak enak terlalu lama menumpang di daerah orang.
Atas dasar kesepakatan yang telah diperoleh, akhir-nya Sutan Bandaharo memerintahkan seorang yang gagah berani bernama Dubalang Sirah Dado untuk mencari tanah yang luas dan belum dihuni orang lain.
Dubalang Sirah Dado memulai perjalanannya ke arah barat dari Sontang Panjang. Dari perjalanan naik bukit turun bukit, ia mendapatkan suatu daerah yang berada di antara dua buah sungai. Di sana ia mendirikan rumah tempat beristirahat.
Kembaliperjalanannya. Dimulainya dari Guo Balang Karau Pisang Hulu Air Papahan Tonang, terus ke Bahudo Kariong, lanjut ke Tinjawan Agam, lalu ke Puncak Gunung Kulabu, dan dari Bukit Tinjowan Koto Rajo Hulu Air Tangharang, lalu ke Bukit Ulai dan terus kembali ke rumahnya.
Setelah menemukan wilayah tersebut, ia kembali ke Sontang Panjang untuk memberitahukan hal terse-but kepada Sutan Bandaharo,yang kemudian mem-bawa perangkat kerajaan beserta anak cucu keme-nakannya untuk melihat daerah itu.
Mereka tinggal di rumah Dubalang Sirah Dado yang dibangunnya saat itu. Setelah dinilainya bahwa daerah tersebut layak dijadikan suatu hunian, maka Dubalang Sirah Dado membawa mereka dan menunjukkan bukit-bukit yang dilaluinya lebih dulu untuk dijadikan batas wilayah.
Pada saat mereka menjelajah daerah tersebut, mereka menemukan sebuah sungai yang airnya tenang, dari situlah asal kata “Simpang Tonang” diambil.
Pada awal kedatangannya di sana hanya ada dua marga saja yang terdapat di daerah tersebut. Marga Nasution dari pihak Sutan Bandaharo (sekarang dikenal dengan nama Raja Dubalang) dan marga Mais dari pihak Tompu Sereng (sekarang bergelar Saheto Gading). Tidak beberapa lama kemudian datang pula satu rombongan dari daerah Mandaili-ng bergelar sako Ajaran Tolang (sekarang bergelar Panghulu Mudo) bermarga Lubis. Mereka mendiami Kampung Tolang Dolok.
Rombongan lainnya yang datang dari Mandahiling juga bernama Raja Mondang Tahi (marga Lubis) dengan temannya bernama Malin Mancayo (marga Batubara). Adapun orang-orang tersebut di atas disebut “Induak nan Barampekâ€, turun temurun sampai sekarang adalah:
1.Tompu Sereng gelar Saheto Gading sebagai manti; ujung lidah kapalo sambah, anak kunci bilik dalam.
2. Hajaran Tolang gelar Panghulu Mudo; nan akan mengambangkan Payung Rajo.
3. Rajo Mondang Tahi bergelar Sutan Parang, diakui sanak oleh Rajo.
4. Malin Mancayo gelar Gading Raja, nan mahatak manghidang nan kamangagiohkan.
Dengan demikian cukuplah syarat untuk mendirikan Nagari, yaitu: didiami oleh empat suku.
1. Raja Dubalang dengan suku Nasution.
2. Tompu Sereng dengan suku Mais dan Ajaran Tolang.
3, Raja Mondang Tahi dengan suku Lubis
4. Malin Mancayo dengan suku Batubara
Ada tanah ulayat, ada pandam pakuburan, dan ada sebuah pasar tempat berlangsungnya aktivitas perekonomian nagari. Selanjutnya datang pulalah kaum-kaum lain yang kemudian diberikan suatu kampung dan diangkat pulalah penghulunya. Adat yang dipakai di Nagari Simpang Tonang sesuai dengan adat Minangkabau, yakni “adat salingka nagari”.
Berdasarkan uraian tarombo asal-usul terbentuknya Nagari Simpang Tonang tersebut, maka dapat dipa-hami bahwasanya nenek moyang Alak Pangtonang ialah para imigran yang berasal, dari Mandailing. Imigran tersebut datang secara berkelompok dalam beberapa tahap. Para pendatang tersebut berusaha untuk menjadi “Minang†dengan mengganti adat-istiadat yang mereka bawa. Meskipun daerah ini termasuk wilayah rantau Minangkabau, pada saat itu belum ada penduduk yang menghuninya.
Di kemudian hari penduduknya sudah mulai padat, ada juga sebagian penduduknya yang bersal dari luar, contohnya datang dari pulau Jawa , daerah Sumatera Urata dan lainnya.
Namun kini seberapapun kedatangan dari daerah luar Sumatera namun daerah ini lebih dominan dengan orang Minang, dan membuat ini menjadi sebuah keunikan yaitu dimana disini orang Minang yang tinggal di daerah Pasaman atau Nagari Simpang Tonang memilikan adat Minang namun sebagian ada yang memakai bahasa Mandailing dan orang Minang disini memiliki suku Minang dan memilik marga yang marganya ada Nasution , Lubis , Batubara dan ada juga marga lainnya.
Khususnya untuk daerah kenagarian Simpang Tonang nagari ini menjunjung adat Minang namun memakai bahasa Mandailing, memilik suku minang dan memilik marga. Marga Nasution disini lebih dominan karena dianggap orang yang pertama kali datang ke Simpang Tonang yaitu orang Sumatera Utara yang memiliki marga Nasution. Demikian asal usul Nagari Simpang Tonang dan suku Nasution yang berada di daerah Minang Kabau yang memilik adat Minangkabau dan berbahasa Mandailing.
Wali Kota menerima audiensi dari Komite Olahraga KORMI bersama AKTI
kotaDinkes mengirimkan tim spesialis Obstetri Gynekologi untuk memberikan pendampingan ke puskesmas
kotaJamaah Haji Penumpang Pesawat Saudia Airlines SV 5276 Kembali Terbang ke Jakarta
kotaMedan I Sumut24. coPT Bank Sumut menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) dengan Pengembang Indonesia Sumatera Utara sebagai langkah strategis
NewsBatang Kuis Mantapkan Sinergi Pemerintahan dan Pendidikan Lewat Rakor Bulanan
kotasumut24.co Medan, Pemko Medan melalui Dinas Kesehatan Kota Medan diharapkan terus lebih meningkatkan pelayanan kesehatan yang prima lewat p
kotaRencana Kerja DPP HMTI 2025&ndash2028, H Sobirin Bangun Kemandirian dan Kebersamaan Masyarakat Tabagsel
kotaPemprov Sumut Sambut Baik Penggunaan Teknologi Pertanian Presisi
kotaKetum H Sobirin Harahap Ngopi Bareng dan Silaturahmi Bersama Pengurus DPP HMTI, Ikrimah Hamidy Lubis
kotaBanjarmasin I Sumut24. coKetua Dewan Audit OJK Sophia Wattimena menekankan pentingnya penerapan governansi atau tata kelola yang baik sebaga
News