
Bupati Solok Kunjungi Dapur SPPG Batang Barus Arosuka
Bupati Solok Kunjungi Dapur SPPG Batang Barus Arosuka
kotaBaca Juga:
Medan— Setelah melalui proses hukum panjang sejak masa pandemi Covid-19, dr. Aris, salah satu tenaga medis yang turut berjibaku di garis depan penanganan pandemi di Sumatera Utara, akhirnya memperoleh keadilan di tingkat kasasi.
Melalui putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, majelis hakim menyatakan bahwa dr. Aris tidak terbukti menerima aliran uang dalam perkara pengadaan alat pelindung diri (APD) Covid-19 di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
Dalam putusan kasasi tersebut, Mahkamah Agung menghapus pidana tambahan berupa uang pengganti (UP) dan mengubah pasal yang dikenakan dari Pasal 2 menjadi Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Hukuman yang dijatuhkan kepada dr. Aris kini menjadi 4 (empat) tahun penjara, lebih ringan dibandingkan putusan sebelumnya di tingkat banding.
Perubahan pasal ini memiliki arti penting. Pasal 2 UU Tipikor mengandung unsur "memperkaya diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum," sedangkan Pasal 3 menekankan adanya penyalahgunaan wewenang atau kelalaian dalam jabatan yang menimbulkan kerugian negara.
Dengan demikian, Mahkamah Agung menilai tidak terdapat bukti bahwa dr. Aris memperkaya diri, dan tindakannya lebih bersifat administratif dalam situasi kedaruratan nasional.
---
Berdasarkan Fakta Persidangan
Dalam perjalanan perkara, terungkap bahwa dr. Aris menjabat sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), yang bertugas memastikan pelaksanaan teknis kegiatan pengadaan berjalan sesuai arahan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Peran PPTK bersifat mendukung administratif dan tidak memiliki kewenangan penuh terhadap keputusan pengadaan maupun pencairan dana.
Kuasa hukum dr. Aris menegaskan bahwa selama proses persidangan, tidak ditemukan bukti aliran dana yang mengarah atau diterima oleh dr. Aris. Bahkan, sejumlah keterangan yang digunakan dalam pembuktian bersumber dari testimoni umum (de auditu), yang seharusnya tidak dijadikan dasar utama dalam penentuan putusan pidana.
> "Mahkamah Agung telah menilai dengan objektif bahwa klien kami tidak pernah menerima atau menikmati uang hasil pengadaan APD. dr. Aris hanya menjalankan fungsi administratif dalam kondisi darurat pandemi," ujar kuasa hukum dalam keterangan tertulisnya.
---
Kontribusi dan Dedikasi di Masa Pandemi
Selama masa pandemi Covid-19, dr. Aris dikenal sebagai salah satu tenaga medis yang aktif dan berperan langsung dalam memastikan ketersediaan alat pelindung diri bagi tenaga kesehatan di Sumatera Utara.
Ia kerap turun langsung ke lapangan, memantau distribusi APD ke rumah sakit rujukan, serta membantu memastikan tenaga medis terlindungi saat menangani pasien Covid-19.
Dedikasi tersebut membuat banyak pihak di lingkungan medis menilai bahwa kasus yang menimpa dr. Aris tidak sebanding dengan kontribusinya dalam masa krisis.
> "Beliau adalah dokter yang bekerja tanpa pamrih di tengah situasi darurat nasional. Tuduhan memperkaya diri jelas tidak berdasar," ungkap salah satu rekan tenaga kesehatan yang mengenal dr. Aris sejak awal pandemi.
---
Koreksi atas Kekeliruan Hukum
Putusan kasasi ini juga menjadi koreksi penting terhadap penegakan hukum di masa darurat kesehatan.
Dalam situasi pandemi, banyak tenaga medis dan pejabat pelaksana kegiatan bekerja dalam tekanan waktu, keterbatasan sarana, serta kebijakan yang berubah cepat mengikuti perkembangan wabah.
Dengan dihapusnya kewajiban uang pengganti dan perubahan pasal menjadi Pasal 3, Mahkamah Agung secara tidak langsung mengakui bahwa kesalahan yang terjadi bersifat administratif dan bukan tindakan memperkaya diri atau korupsi yang disengaja.
> "Kami menghargai pertimbangan majelis hakim Mahkamah Agung yang telah melihat perkara ini secara proporsional. Ini bukan hanya keadilan bagi dr. Aris, tetapi juga bagi para tenaga kesehatan yang bekerja dalam tekanan luar biasa saat pandemi," tambah kuasa hukum.
---
Makna bagi Dunia Medis dan Keadilan Hukum
Kasus ini menjadi cerminan bahwa penegakan hukum harus tetap mempertimbangkan konteks kemanusiaan dan keadaan darurat.
Para tenaga kesehatan yang mengambil risiko di masa pandemi tidak seharusnya dibebani tuduhan korupsi tanpa bukti kuat, apalagi bila perannya lebih bersifat administratif dan teknis.
Keputusan Mahkamah Agung terhadap dr. Aris menjadi preseden positif bahwa kebenaran pada akhirnya akan menemukan jalannya, sekaligus menegaskan pentingnya proporsionalitas dalam penegakan hukum.
Dengan putusan ini, dr. Aris tidak hanya terbukti tidak menerima aliran uang, tetapi juga mendapatkan kembali kehormatan dan pengakuan atas pengabdiannya sebagai pejuang Covid-19 Sumatera Utara — seorang dokter yang bekerja di garis depan ketika banyak pihak masih menahan diri.rel
Bupati Solok Kunjungi Dapur SPPG Batang Barus Arosuka
kotaMenunggu Parade Militer Korea Utara
kotaPastikan Pelayanan Hukum Berjalan Baik, Kajati Sumatera Utara Kunjungi Kejaksaan Negeri Gunung Sitoli, Kabupaten Nias Induk Hingga Kabupaten
kotasumut24.co Padangsidimpuan, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut) semakin serius menata arah pengelolaan lingkungan, khususnya
Newssumut24.co ASAHAN, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Asahan turut memeriahkan Pagelaran Seni Budaya Daerah (PSBD) keVI Tahun 2025 dengan mengh
Newssumut24.co ASAHAN, Pemerintah Kabupaten Asahan melaksanakan Apel Gabungan Awal Bulan Oktober Tahun 2025 yang berlangsung di Halaman Kantor
Newssumut24.co ASAHAN, Wakil Bupati Asahan, Rianto, S.H., M.A.P., menerima audiensi dari Muhammad Khotibul Anwar Rambe, peserta Musabaqah Tilaw
Newssumut24.co TANJUNGBALAI, Seorang pria pembobol rumah warga tak dapat berkutik begitu ditangkap Personel Datuk Bandar.Informasi dihimpun, s
NewsMasyarakat Angkat Jempol Gebrakan Kejagung Pulihkan Kerugian Negara
kotaMasyarakat Sumatera Utara Ingin Langkah Nyata &ldquoKasus Ijazah Jokowi Harus Jadi Momentum Supremasi Hukum&rdquo
kota