Jumat, 28 November 2025

Advokat Joni Sandri Ritonga Soroti Penegak Hukum yang Abaikan BPK RI dalam Kasus Korupsi

Administrator - Rabu, 10 September 2025 18:39 WIB
Advokat Joni Sandri Ritonga Soroti Penegak Hukum yang Abaikan BPK RI dalam Kasus Korupsi
Istimewa

Medan - Praktisi hukum sekaligus akademisi,Joni Sandri Ritonga, SH., MH., CPM, menyoroti fenomena penegakan hukum tindak pidana korupsi yang kerap mengenyampingkanBadan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI)dalam menentukan kerugian negara. Hal ini diungkapkannya melalui jurnal ilmiah hukum berjudul"BPK RI di Persimpangan Kewenangan: Problematika Penentuan Kerugian Negara dalam Tindak Pidana Korupsi".
Menurut Joni, secara konstitusional,BPK RI merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang menyatakan adanya kerugian negara, sebagaimana diatur dalam Pasal 23E UUD 1945 dan ditegaskan dalam UU Nomor 15 Tahun 2006. Namun, kenyataannya, banyak kasus korupsi yang justru menggunakan hasil auditBPKP, inspektorat daerah, bahkan akuntan publik.
"Praktik ini menimbulkan disharmoni hukum. Penegak hukum seolah lebih percaya pada auditor independen dibandingkan lembaga negara yang dijamin UUD 1945. Padahal, ini berpotensi merusak asas kepastian hukum," ujar Joni Sandri Ritonga, Selasa (10/9/2025).

Baca Juga:

Kasus Nyata Abaikan BPK

Joni mencontohkan beberapa perkara besar, seperti kasusE-KTP, Jiwasraya, BLBI, hingga Dana BOS dan Dana Desa, di mana aparat penegak hukum lebih banyak menggunakan hasil audit BPKP atau auditor independen ketimbang laporan BPK RI.
"Dalam kasus Jiwasraya misalnya, kerugian Rp 16,8 triliun justru dihitung auditor independen Ernst & Young dan BPKP. BPK hadir belakangan, sehingga posisinya terkesan hanya formalitas," jelasnya.

Dampak pada Kepastian Hukum

Dalam jurnalnya, Joni menguraikan bahwa praktik ini menurunkan wibawa BPK, membuka peluangforum shopping(pemilihan auditor sesuai kepentingan), serta menciptakan ketidakpastian hukum karena hasil perhitungan antar auditor bisa berbeda.
"Kalau penegak hukum tidak konsisten, maka wibawa konstitusi bisa runtuh. BPK bukan sekadar lembaga teknis, tapi lembaga negara yang punya mandat konstitusional," tegasnya.

Rekomendasi

Sebagai advokat, Joni menyerukan agarKejaksaan, Kepolisian, dan KPK konsisten melibatkan BPK RI dalam setiap perkara korupsi. Dengan demikian, proses penegakan hukum berjalan sesuai konstitusi dan tidak menimbulkan perbedaan tafsir.
"Sudah saatnya kita kembali ke rel konstitusi. Hanya BPK yang sah menyatakan adanya kerugian negara. Jika tidak, hukum pidana korupsi akan kehilangan kepastian dan keadilan," pungkasnya.rel

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Ismail Nasution
Sumber
:
SHARE:
Tags
beritaTerkait
Kepala Desa Suka Makmur Bandar Pasir Mandoge Terancam Hukuman Berat Terkait Kasus DD
PH dan Keluarga Empat Aktivis Gelar Diskusi Strategi Hukum Jelang Sidang Prapid Kasus OTT di Padangsidimpuan
Bobby Nasution “Kebal Hukum”, KPK Dinilai Lamban Tindaklanjuti Kasus Korupsi Jalan Sumut
Kejatisu Didesak Usut Tuntas Dugaan Korupsi KPU Sumut Temuan BPK Capai Rp 1,4 Miliar, Publik Minta Proses Hukum Bukan Sekadar Imbauan
Kejatisu Geledah Kantor BPKPD Tebing Tinggi
Perkuat Tata Kelola dan Mitigasi Risiko Hukum, Bank Sumut dan Kejatisu Tingkatkan Kerja Sama
komentar
beritaTerbaru