Jumat, 24 Oktober 2025

Gelombang Demo, Presiden Prabowo Diminta Evaluasi Kapolri dan Mendagri

Administrator - Senin, 08 September 2025 10:22 WIB
Gelombang Demo, Presiden Prabowo Diminta Evaluasi Kapolri dan Mendagri
Istimewa

Jakarta – Gelombang aksi massa yang berlangsung sejak 25 hingga 31 Agustus 2025 berujung tragis. Sebanyak 10 orang dilaporkan meninggal dunia, sementara ratusan lainnya mengalami luka berat maupun ringan. Tragedi ini dinilai sebagai bukti kegagalan pemerintah dalam mengantisipasi dinamika sosial di tengah masyarakat.

Baca Juga:

Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas) sekaligus Presidium Pergerakan Rakyat Indonesia Makmur Adil (Prima), Sutrisno Pangaribuan, menilai Presiden Prabowo Subianto perlu meminta pertanggungjawaban Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. Keduanya dinilai lalai dalam menjalankan fungsi pencegahan.

"Pemerintah memiliki perangkat lengkap untuk mengantisipasi setiap dinamika masyarakat, mulai dari Kemendagri, Polri, BIN, BAIS, BSSN, Kementerian Komunikasi dan Digital, hingga Komcad. Namun semua perangkat itu tidak bekerja atau hasil kerjanya diabaikan," tegas Sutrisno dalam keterangan tertulis, Senin (8/9/2025).

Gejolak Berawal dari Pati

Aksi besar-besaran pertama tercatat di Kabupaten Pati, Jawa Tengah pada 10–13 Agustus 2025. Lebih dari 100.000 orang turun ke jalan menolak kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) sebesar 250 persen. Gelombang protes kemudian menjalar ke berbagai daerah seperti Bone, Cirebon, Semarang, hingga Jombang.

Namun, menurut Sutrisno, baik Kemendagri maupun Polri tidak sigap membaca situasi. Padahal Kemendagri memiliki perangkat intelijen melalui Bakesbangpol di daerah, dan Polri melalui intelkam serta Bhabinkamtibmas di desa-desa.

Aksi Nasional Meluas

Puncak amarah massa terjadi setelah pengumuman tunjangan pengganti rumah dinas anggota DPR, ditambah aksi sejumlah anggota dewan yang dianggap melecehkan rakyat. Massa kemudian menyerbu sejumlah rumah pejabat, mulai dari Nafa Urbach, Ahmad Sahroni, Uya Kuya, Eko Patrio hingga Sri Mulyani.

Komnas HAM mencatat adanya dugaan kekerasan aparat dalam aksi tersebut. Pemerintah pun menyebut kerugian negara akibat kerusakan fasilitas umum mencapai Rp950 miliar, belum termasuk biaya pengobatan korban dan biaya operasional aparat.

Tuntutan Mundur

Atas kondisi tersebut, Sutrisno menegaskan Kapolri dan Mendagri seharusnya mengundurkan diri secara gentleman. Jika tidak, Presiden Prabowo diminta memberhentikan keduanya demi penyegaran kabinet dan soliditas pemerintahan.

"Listyo dan Tito terlalu lama menjabat sehingga menimbulkan stagnasi. Jika tidak diberhentikan, Presiden Prabowo akan kehilangan momentum untuk menunjukkan keberanian politiknya," ujarnya.

Ia menegaskan, keberanian Presiden Prabowo mengambil sikap tegas akan menentukan posisi Indonesia di mata dunia. "Apakah kita akan menjadi macan Asia, atau hanya kucing peliharaan yang diberi nama Bobby," tutup Sutrisno.rel

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Ismail Nasution
Sumber
:
SHARE:
Tags
beritaTerkait
Langkat Zona Merah Darurat Peredaran Narkoba, Permada Demo Polda Sumut Minta Evaluasi Kapolres Langkat Serta Jajaran
Dua Wartawan Diduga Menjadi Korban Pemukulan di Area PT UG Siap Gelar Aksi Damai di Poldasu
Demo Rektorat, Mahasiswa Desak Audit Keuangan dan Diskualifikasi Rektor Petahana
Jaga Marwah Kepung KPK: Desak Hadirkan Bobby Nasution dan Erni Sitorus di Sidang Topan Ginting
Gelar Aksi di PN Suka Makmue Terkait Sita Eksekusi Delegasi dari PN Meulaboh
Indonesia dan Tantangan Bonus Demografi: Antara Peluang dan Ancaman
komentar
beritaTerbaru