Minggu, 08 Juni 2025

Polemik Silang Hangoluan Picu Konflik Simbolis dan Perlawanan Hegemoni Kolonial

Administrator - Rabu, 07 Mei 2025 23:44 WIB
Polemik Silang Hangoluan Picu Konflik Simbolis dan Perlawanan Hegemoni Kolonial
Istimewa

Medan - Pembangunan monumen Silang Hangoluan Habatahon di Samosir, yang diklaim sebagai titik awal peradaban Batak, memicu polemik dan penolakan dari berbagai kalangan. Shohibul Anshor Siregar, Dosen FISIP UMSU Medan, mengungkapkan bahwa konflik ini mencerminkan pertarungan simbolis yang lebih dalam terkait identitas dan hegemoni kolonial.

Baca Juga:

"Sebagian komunitas muda dan intelektual Batak menolak pembangunan salib setinggi 30 meter ini, karena salib dianggap sebagai simbol agama Kristen dan tidak representatif terhadap identitas kultural universal Batak," ujar Shohibul Anshor Siregar. "Ada kecurigaan bahwa proyek ini merupakan kelanjutan hegemoni simbol keagamaan warisan kolonial," tambahnya.

Penolakan ini didukung oleh analisis historis yang mengungkap keterkaitan antara kolonialisme Belanda dan kristenisasi paksa di Tanah Batak pada abad ke-19. Penelitian terbaru membongkar bias dalam historiografi lama yang dipengaruhi perspektif kolonial dan Kristen, menunjukkan bahwa kristenisasi seringkali disertai kekerasan simbolik dan fisik.

Shohibul Anshor Siregar juga menyoroti bahwa ruang budaya Batak pascakolonial menjadi arena pertarungan simbolis yang sengit. Pembangunan Silang Hangoluan dianggap sebagai upaya mengukuhkan narasi "Batak = Kristen" dan meminggirkan kelompok minoritas seperti Malim dan Muslim Batak, serta melanjutkan stigmatisasi kolonial terhadap kepercayaan lokal.

"Upaya para penentang monumen Titik Nol Habatahon adalah bagian dari perlawanan terhadap hegemoni melalui data dan solidaritas," tegas Shohibul Anshor Siregar. "Digitalisasi naskah kuno Batak menjadi sarana penting dalam perjuangan ini," lanjutnya.

Digitalisasi naskah kuno Batak diharapkan dapat membuka akses luas terhadap sumber-sumber sejarah yang beragam, mengungkap kekayaan keyakinan dan praktik budaya Batak pra-Kristen. Namun, Shohibul Anshor Siregar mengingatkan bahwa digitalisasi harus dilakukan secara inklusif dan terbebas dari niat buruk untuk menghilangkan referensi terhadap entitas lain.

Lebih lanjut, Shohibul Anshor Siregar menekankan pentingnya repatriasi naskah-naskah Batak yang kini banyak tersimpan di institusi asing. "Kolonialisme pengetahuan dan fragmentasi sejarah adalah tantangan besar. Repatriasi dan pembangunan infrastruktur berdaulat sangat mendesak untuk merebut kembali kedaulatan atas narasi sejarah," pungkasnya.red2

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Ismail Nasution
Sumber
:
SHARE:
Tags
beritaTerkait
Polsek Medan Tembung Resmi Terima Laporan Abdul Hakim NST, Proses Penyelidikan Dimulai
May Day 2025, Polres Padangsidimpuan Gelar Simulasi Pengamanan Unjuk Rasa Dengan Siaga dan Taktis
Simulasi Pemungutan Suara Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota Pematangsiantar Tahun 2024
Simulasi Sispamkota, Polda Sumut Siap Mengamankan Pilkada 2024
Pj Bupati Patuan : Berikan Secara Gratis dan Cepat kepada Masyarakat
Tunda Kenaikkan Retribusi Sampah, Legislator Apresiasi Pemkot Medan
komentar
beritaTerbaru