Bobby Diminta Fokus Urus Rekomendasi Penutupan PT TPL dan Atasi Kelangkaan BBM di Sumut
Bobby Diminta Fokus Urus Rekomendasi Penutupan PT TPL dan Atasi Kelangkaan BBM di Sumut
kota
Baca Juga:Oleh :Pahrian (Wasekjend PB HMI)
Pemerintah daerah Kabupaten Bone terus membungkus percepatan pembebasan lahan Runway Bandara Arung Palakka dengan dalih bahwa proyek ini merupakan bagian dari kebijakan nasional. Namun, masyarakat yang berada di wilayah terdampak merasakan kenyataan yang sangat berbeda: mereka mengalami tekanan, kehilangan kepastian, dan ketidakadilan yang nyata dalam proses yang seharusnya menjunjung asas-asas kemanusiaan.
Penolakan warga bukan hanya reaksi emosional, tetapi tindakan yang memiliki landasan hulum yang kuat untuk menuntut evaluasi hingga penghentian proyek.
Banyak warga mengeluhkan bahwa proses pengadaan tanah berjalan tanpa keterbukaan dan tanpa ruang dialog yang memadai. Padahal, UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum menegaskan bahwa pengadaan tanah harus dilakukan melalui musyawarah yang jujur, transparan, dan menghormati hak masyarakat. Pasal 36-42 UU tersebut menegaskan kewajiban pemerintah untuk membuka seluruh informasi, memberikan kesempatan keberatan, serta memastikan nilai ganti rugi yang layak berdasarkan penilaian independen. Ketika musyawarah hanya menjadi formalitas atau masyarakat merasa ditekan untuk menyetujui sesuatu yang tidak mereka pahami, maka proses tersebut telah cacat hukum secara prosedural.
Selain itu, penderitaan warga yang merasa terpaksa harus meninggalkan tempat tinggal mereka bertentangan dengan hak konstitusional sebagaimana diatur dalam UUD 1945 Pasal 28G dan Pasal 28H, yang menjamin hak setiap orang atas rasa aman, perlindungan harta benda, dan kehidupan yang layak. Tanah yang selama ini menjadi ruang hidup dan sumber penghidupan tidak dapat diperlakukan semata-mata sebagai angka dalam laporan proyek. Proses pembebasan lahan yang mengabaikan keamanan sosial dan ekonomi warga dapat dikategorikan sebagai tindakan yang bertentangan dengan prinsip perlindungan HAM yang dijamin oleh konstitusi.
Warga juga berhak meminta keterbukaan dokumen-dokumen proyek berdasarkan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, termasuk dokumen AMDAL, peta area terdampak, penetapan lokasi (penlok), serta dasar perhitungan ganti rugi. Bila dokumen tersebut tidak dibuka atau hanya diberikan secara terbatas, masyarakat memiliki dasar yang kuat untuk menolak proses lanjutan seluruh proyek karena telah terjadi pelanggaran terhadap hak publik untuk mengetahui.
Lebih jauh lagi, pembangunan bandara wajib memiliki AMDAL yang sah dan melibatkan masyarakat secara aktif, sebagaimana diatur dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal 26 UU 32/2009 menegaskan bahwa tanpa pelibatan masyarakat, dokumen AMDAL dapat dinyatakan batal. Jika AMDAL tidak disusun dengan benar atau tidak mencerminkan kondisi sosial nyata masyarakat maka izin lingkungan proyek otomatis tidak memiliki dasar hukum, dan proyek wajib dihentikan sampai seluruh proses diperbaiki.
Dalam konteks pengadaan tanah, masyarakat juga memiliki hak untuk mengajukan keberatan atas lokasi, nilai ganti rugi, hingga mekanisme pelaksanaan proyek berdasarkan Perpres No. 62 Tahun 2018 dan atau Perpres No. 78 Tahun 2023 dan aturan turunannya. Penolakan masyarakat atas dasar ketidaksesuaian prosedur adalah bagian dari mekanisme hukum yang sah dan wajib dihormati oleh pemerintah. Pemerintah daerah tidak boleh mengabaikan keberatan masyarakat dengan alasan mengejar target pembangunan.
Karena itu, penolakan masyarakat terhadap pembebasan lahan Runway Bandara Arung Palakka bukanlah pelanggaran terhadap kebijakan nasional. Justru sebaliknya: penolakan tersebut adalah hak yang dijamin oleh undang-undang dan konstitusi ketika pembangunan mulai mengabaikan prinsip keadilan, keterbukaan, dan perlindungan hak warga. Pembangunan yang mengorbankan rakyat bukanlah wujud kemajuan, melainkan bentuk pemaksaan yang dapat merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Jika pemerintah daerah terus bersikeras melanjutkan proses yang cacat secara prosedural dan tidak manusiawi, maka masyarakat memiliki legitimasi hukum penuh untuk menuntut:
* evaluasi total proses pembebasan lahan,
* penundaan atau moratorium proyek,
* bahkan pembatalan penetapan lokasi bila ditemukan pelanggaran administratif dan lingkungan.
Pembangunan seharusnya menjadi jembatan menuju kesejahteraan, bukan sumber luka sosial. Sebab ketika negara gagal menjaga rakyatnya, maka penolakan adalah bentuk terakhir dari mempertahankan marwah, hak, dan masa depan masyarakat.
Bobby Diminta Fokus Urus Rekomendasi Penutupan PT TPL dan Atasi Kelangkaan BBM di Sumut
kota
Bupati Pakpak Bharat Bersama Sejumlah OPD Turun Tangan Pembersihan Tanah Songsor Lagan Pagindar
kota
BAKOPAM Sumut Salurkan Bantuan Sembako ke Warga Terdampak Banjir Dari Anggota DPR RI Maruli Siahaan
kota
sumut24.co PAKPAK BHARAT, Bupati Pakpak Bharat, Franc Bernhard Tumanggor meninjau penanganan longsor di jalan penghubung LaganPagindar har
News
sumut24.co BALIGE, Puncak peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke61 tingkat Kabupaten Toba dilaksanakan di komplek kantor Bupati Toba,
News
Pengungsian GOR Aceh Tamiang Memilukan Bantuan Minim, Warga Kelaparan, Akses Komunikasi Lumpuh
kota
Pemkab Madina Gerak Cepat Atasi Kelangkaan BBM Pasca Bencana, Suplai Dialihkan dari Sumbar
kota
Bupati Saipullah Nasution Lantik 160 ASN Baru, Tegaskan Profesionalisme dan Etika Digital sebagai Prioritas di Pemkab Madina
kota
Krisis Ekologis Sumatera Pemerhati Lingkungan Ungkap Akar Kerusakan Hutan Pemicu Bencana Banjir Bandang
kota
sumut24.co TAPANULI TENGAH, PT PLN (Persero) Unit Induk Distribusi (UID) Sumatera Utara berhasil menembus wilayah Sibolga Julu dan menyalur
News