Oleh : H Syahrir Nasution SE MM
Baca Juga:
Kampus adalah benteng pendidikan sekaligus laboratorium demokrasi, tempat mahasiswa tidak hanya menimba ilmu, tetapi juga belajar mengemukakan pendapat, berdebat, dan mengkritik dengan konstruktif. Kebebasan akademik dan kebebasan berpendapat merupakan fondasi utama agar institusi pendidikan dapat berkembang secara sehat dan menyumbang solusi untuk bangsa.Namun, pada tanggal 13 Oktober 2025, terjadi peristiwa di Universitas Sumatera Utara (USU) yang mencerminkan hambatan serius terhadap kebebasan ini.
Aliansi Mahasiswa Peduli Kampus (AMPK) melancarkan aksi bertajuk "Gerakan Mahasiswa Menggugat" untuk menyampaikan kritik atas sejumlah kebijakan kampus dan tuntutan perbaikan. Sayangnya, aksi tersebut dibubarkan secara paksa dan para mahasiswa menghadapi intimidasi dari pihak keamanan kampus yang bertindak atas arahan diduga oleh Wakil Rektor 1. Pembubaran dilakukan dengan membatasi waktu aksi hanya 20 menit, mengakibatkan suara mahasiswa teredam dan hak menyampaikan aspirasi terlanggar.Pentingnya Kebebasan Berpendapat di KampusKebebasan akademik bukan hanya soal hak individu untuk belajar dan mengajar, tapi juga mencakup kebebasan berbicara dan menyampaikan pendapat tanpa takut akan sanksi atau intimidasi. Kampus yang berfungsi sebagai wadah demokrasi harus menjamin ruang dialog terbuka, sebab mahasiswa adalah agen perubahan yang mampu memberikan kritik atas kebijakan dan praktik yang tidak berkeadilan.
Kebijakan pembubaran paksa dan intimidasi terhadap mahasiswa justru kontradiktif dengan semangat pendidikan tinggi yang mendorong kemajuan intelektual dan sosial serta pembentukan karakter warga negara yang kritis dan bertanggung jawab. Sebuah institusi pendidikan yang menutup ruang dialog sama saja mematikan potensi inovasi dan perbaikan yang datang dari kritik konstruktif.
Dampak Pembungkaman Kritik terhadap Demokrasi dan Pendidikan Pembungkaman suara mahasiswa berpotensi menimbulkan efek negatif jangka panjang. Pertama, mahasiswa bisa kehilangan kepercayaan diri untuk menyuarakan aspirasi, yang pada akhirnya melemahkan spirit demokrasi di kampus dan masyarakat luas. Kedua, tanpa kritik yang sehat, kebijakan kampus mungkin tidak akan diperbaiki dan bahkan bisa menimbulkan ketidakadilan yang semakin meruncing. Ketiga, suasana represif dapat menimbulkan ketegangan yang berdampak pada kestabilan dan reputasi institusi.
Langkah Membangun Ruang Demokrasi Kampus
Untuk menjaga kampus sebagai laboratorium demokrasi bangsa, perlu dilakukan beberapa hal:Memastikan kebebasan berpendapat, dengan memberikan ruang yang aman bagi mahasiswa untuk menyampaikan kritik dan aspirasi.Mendorong dialog terbuka antara pimpinan kampus, dosen, dan mahasiswa sebagai mitra yang saling menghargai.Melatih kemampuan mahasiswa dalam menyampaikan kritik secara bertanggung jawab dan konstruktif.Menegakkan aturan yang adil dan profesional tanpa menggunakan cara-cara intimidasi atau pembubaran paksa.Mengedukasi seluruh civitas akademika tentang pentingnya demokrasi dan hak asasi manusia.
Kesimpulan
Kejadian pembubaran paksa aksi mahasiswa AMPK di USU menunjukkan adanya tantangan serius terhadap kebebasan akademik dan demokrasi di kampus. Membungkam kritik di lingkungan pendidikan tinggi sesungguhnya adalah menutup laboratorium demokrasi bangsa—tempat di mana lahir ide-ide besar dan perubahan positif. Semua pihak perlu bersama-sama menjaga agar kampus tetap menjadi wadah pembelajaran dan perjuangan kebebasan yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dan keadilan.Apakah Anda ingin artikel ini dilengkapi dengan kutipan dari ahli akademik atau data terkait kebebasan berpendapat di institusi pendidikan?.***
Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di
Google News