
Wakil Bupati Asahan Kunjungi Rumah Duka Korban Tambang Batu di Aek Songsongan
sumut24.co ASAHAN Longsor melanda lokasi tambang batu padas di Desa Marjanji Aceh, Kecamatan Aek Songsongan, pada Jumat (05/09/2025). Musib
NewsBaca Juga:
Apakah Republik Indonesia masih layak disebut sebagai negara hukum?
Pertanyaan ini kian mengemuka dalam percakapan masyarakat sipil di berbagai daerah. Bukan tanpa alasan. Fakta-fakta di lapangan menunjukkan bahwa penegakan hukum di negeri ini tengah mengalami degradasi serius. Ketimpangan dalam proses hukum menjadi pemandangan sehari-hari. Hukum terasa tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Elit politik dan ekonomi yang terlibat dalam berbagai skandal besar bisa dengan mudah menghindari jerat hukum, sementara rakyat kecil yang mencuri karena kelaparan langsung diseret ke meja hijau dan dipenjarakan.
Situasi ini menimbulkan kegelisahan yang mendalam. Banyak kalangan bertanya, apakah pemerintahan yang saat ini berkuasa benar-benar bekerja untuk rakyat, atau justru telah menjauh dari cita-cita reformasi yang menjunjung tinggi supremasi hukum dan keadilan sosial?
Presiden Prabowo Subianto dalam berbagai kesempatan menegaskan komitmennya untuk membela rakyat kecil. Retorika politiknya yang keras dan nasionalistik selama kampanye menyuarakan keberpihakan kepada wong cilik, petani, nelayan, hingga buruh kecil. Namun, setelah duduk di tampuk kekuasaan, janji-janji tersebut tampak masih jauh dari kenyataan. Rakyat masih menghadapi tekanan ekonomi yang berat, pelayanan publik yang tidak merata, dan hukum yang tidak berpihak pada keadilan.
Rakyat Semakin Terdesak
Kondisi rakyat di tataran bawah semakin memprihatinkan. Harga-harga kebutuhan pokok terus melambung. Tarif listrik, BBM, dan bahan pangan semakin sulit dijangkau oleh masyarakat miskin dan kelas pekerja. Pengangguran terbuka di sejumlah daerah tinggi, sementara peluang usaha bagi sektor informal makin terhimpit oleh kebijakan yang lebih ramah pada pemodal besar.
Beban hidup itu bertambah dengan sulitnya akses keadilan. Bagi rakyat kecil, memperjuangkan hak di pengadilan membutuhkan biaya, tenaga, dan waktu yang tak sedikit. Seringkali mereka menghadapi aparat yang tidak netral, atau proses hukum yang berbelit-belit dan melelahkan.
Rakyat tak menuntut kemewahan. Mereka hanya ingin keadilan ditegakkan tanpa pandang bulu. Mereka ingin hukum bekerja melindungi yang lemah, bukan hanya melayani yang kuat. Mereka ingin negara hadir sebagai pengayom, bukan sebagai penonton.
Namun, dalam kenyataan, negara terasa semakin menjauh dari rakyatnya. Lembaga-lembaga penegak hukum kehilangan wibawa di mata publik. Kasus-kasus besar yang menyeret nama-nama pejabat tinggi seringkali berakhir tanpa kejelasan. Penangkapan dan penahanan sering kali bersifat selektif, bahkan bernuansa politis. Hal ini memperparah krisis kepercayaan publik terhadap institusi negara.
Ketika Hukum Kehilangan Makna
Negara hukum seharusnya meletakkan hukum sebagai panglima. Namun, dalam praktiknya, yang terjadi adalah komodifikasi hukum. Hukum diperdagangkan demi kepentingan kelompok tertentu. Uang dan kekuasaan menjadi penentu putusan. Dalam kondisi seperti ini, makna negara hukum telah berubah menjadi sekadar slogan kosong.
Jika penegakan hukum tidak lagi berlandaskan keadilan, maka negara tidak lebih dari entitas administratif yang kehilangan jiwa. Negara menjadi kering, mekanis, dan hanya berpihak pada mereka yang memiliki akses terhadap kekuasaan. Dalam kondisi ini, demokrasi pun kehilangan esensinya.
Lebih berbahaya lagi, kondisi ini bisa memicu resistensi sosial. Ketika rakyat kehilangan kepercayaan pada hukum, maka mereka akan mencari keadilan melalui jalur di luar sistem. Ini bisa membuka jalan menuju anarki sosial dan ketidakstabilan nasional. Maka, runtuhnya penegakan hukum bukanlah persoalan teknis semata, melainkan ancaman serius terhadap keberlangsungan negara.
Kembali ke Jalan Lurus
Sudah saatnya pemerintah melakukan evaluasi mendalam. Komitmen untuk menegakkan keadilan tidak boleh hanya menjadi narasi politik. Harus ada kemauan nyata untuk membenahi institusi hukum secara menyeluruh — mulai dari kepolisian, kejaksaan, pengadilan, hingga lembaga pengawas seperti KPK. Reformasi birokrasi hukum harus dikembalikan pada rel idealisme dan integritas.
Presiden Prabowo Subianto memikul beban sejarah. Ia hadir dengan janji untuk membela kepentingan rakyat kecil. Maka, pembuktian paling utama dari kepemimpinannya bukanlah pada pembangunan fisik semata, tetapi pada keberaniannya menegakkan hukum secara adil, menyeluruh, dan tidak tebang pilih.
Jika keadilan masih menjadi barang mahal di negeri ini, maka kita patut khawatir: yang sedang runtuh bukan hanya sistem hukum, melainkan fondasi keberadaan negara itu sendiri.
H Syahrir Nasution adalah pemerhati sosial-politik, MANAGING DIRECTOR . PECI - Indonesia.
sumut24.co ASAHAN Longsor melanda lokasi tambang batu padas di Desa Marjanji Aceh, Kecamatan Aek Songsongan, pada Jumat (05/09/2025). Musib
Newssumut24.co ASAHAN, Unit Reskrim Polsek Bandar Pulau jajaran Polres Asahan berhasil mengungkap kasus tindak pidana pencurian satu unit seped
Newssumut24.co MEDAN, Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Medan, Hasyim SE, mengaku telah mendengar berbagai polemik yang ditimbulkan Ketua DPRD Kota
kotasumut24.co Tapsel, Meski baru pertama kali menerima siswa, SMKN 1 Sayurmatinggi, Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel), langsung mengukir sej
NewsWarga Hidup di Gubuk Reot, Bantuan Malah Jatu
kotaPolresta Deli Serdang Laksanakan Patroli Mobile, Tinjau Aktivitas Galian C Ilegal
kotaKasus Jalan Sumut Jalan Di Tempat, KPK Diduga Takut &039Geng Blok Medan&039
kotaMedan Suasana hangat penuh kebersamaan dan nostalgia menyelimuti kampus Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara (FH UISU), saat
kotasumut24.co ASAHAN, Personel Satuan Polisi Perairan dan Udara (Satpolairud) Polres Asahan melaksanakan kegiatan Jumat Berkah bersama masyar
Newssumut24.co ASAHAN, Unit Opsnal Satres Narkoba Polres Asahan berhasil mengamankan seorang pria yang diduga kuat terlibat dalam peredaran nar
News