Tapsel |sumut24.co -
Baca Juga:
Aktivitas pertambangan PT
Agincourt Resources (PT AR), pengelola
Tambang Emas Martabe, kembali menjadi sorotan publik.
Di tengah proses audit lingkungan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), perusahaan ini dikritik atas dugaan penggarapan lahan konsesi di luar wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) serta dugaan pencemaran Sungai Sibio-bio yang berdampak serius bagi masyarakat sekitar.
Sejumlah warga di Kecamatan Sosopan, Kabupaten Tapanuli Selatan, mengeluhkan perubahan drastis kondisi lingkungan dalam beberapa tahun terakhir. Aliran anak Sungai Sibio-bio yang selama ini menjadi sumber air utama untuk pertanian dan ternak, kini disebut tidak lagi layak digunakan.
"Airnya sekarang keruh, baunya aneh. Tanaman padi tidak tumbuh normal, karet mengering, sayur-sayuran mati sebelum panen," ujar seorang warga yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Warga menduga air sungai telah tercemar zat kimia yang terbawa dari kawasan hulu, yang secara geografis berdekatan dengan area konsesi tambang emas Martabe. Dugaan tersebut diperkuat dengan seringnya ditemukan kayu gelondongan terbawa arus sungai saat hujan deras, yang memicu kecurigaan adanya aktivitas pembukaan lahan di wilayah hulu.
Berdasarkan informasi di situs resmi perusahaan, sebanyak 95 persen saham PT Agincourt Resources tercatat dimiliki oleh PT Danusa Tambang Nusantara, anak usaha PT Pamapersada Nusantara (PAMA) dan PT United Tractors Tbk (UNTR).
Tambang Emas Martabe mulai dibangun sejak 2008 dan berproduksi pada 2012. Perusahaan mengantongi kontrak karya generasi keenam dengan pemerintah untuk jangka waktu 30 tahun.
Awalnya, luas konsesi yang ditetapkan pada 1997 mencapai 6.560 kilometer persegi. Namun, setelah sejumlah pelepasan wilayah, luas konsesi saat ini tercatat sekitar 130.252 hektare yang mencakup Kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, dan Mandailing Natal.
Meski demikian, PT AR menyatakan area operasional aktif per Januari 2022 hanya seluas 509 hektare dan berada di Kabupaten Tapanuli Selatan.
Sepanjang 2024, PT AR mencatatkan penambangan bijih sebesar 6,9 juta ton, naik 21 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara penggilingan bijih mencapai 6,7 juta ton.
Di sisi eksplorasi, perusahaan melakukan pengeboran sepanjang 37.200 meter di area Martabe dan regional. Sumber daya bijih per 30 Juni 2024 tercatat sebesar 6,1 juta ons emas dan 59 juta ons perak, dengan cadangan 3,5 juta ons emas dan 32 juta ons perak.
Namun peningkatan produksi ini berbanding terbalik dengan kondisi lingkungan di sekitar wilayah hulu DAS Batang Toru, yang kini berada dalam status pengawasan ketat pemerintah.
Pasca bencana banjir dan longsor di kawasan DAS Batang Toru yang menewaskan ratusan orang, KLH menjatuhkan sanksi administrasi berupa paksaan pemerintah kepada delapan perusahaan yang beroperasi di wilayah hulu DAS, termasuk PT Agincourt Resources.
Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan bahwa seluruh perusahaan tanpa pengecualian diperintahkan menghentikan kegiatan operasional.
"Kepada semuanya telah kita berikan sanksi administrasi paksaan pemerintah untuk menghentikan kegiatan dan dilakukan audit lingkungan," ujar Hanif di Kantor KLH, Jakarta Selatan, Selasa (23/12/2025).
Hanif menegaskan, audit lingkungan tersebut dapat berujung pada sanksi perdata hingga pidana apabila ditemukan hubungan sebab akibat antara aktivitas perusahaan dengan dampak lingkungan yang menimbulkan korban jiwa.
Senior Manager Corporate Communications PT Agincourt Resources, Katarina Siburian Hardono, menyampaikan bahwa perusahaan telah menghentikan sementara seluruh kegiatan produksi sejak 6 Desember 2025.
"Selama kurang lebih tiga pekan terakhir, seluruh kegiatan produksi di seluruh pit Tambang Emas Martabe memang dihentikan sementara. Dalam periode tersebut, kami mengikuti seluruh tahapan evaluasi pemerintah secara penuh dan kooperatif," ujar Katarina kepada wartawan, Jumat, (26/12/2025).
Ketika ditanya lebih lanjut, apakah sudah ada proses di serta lahan konsesi PT AR di lingkar tambang Batang Toru yang terdiri dari Kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, dan Kota Sibolga, Katarina pun memberikan jawaban yang tegas.
"Ya bang, Kami tegaskan bahwa hingga saat ini, kegiatan penambangan aktif PTAR hanya berlangsung di Kabupaten Tapanuli Selatan dan dilaksanakan sesuai perizinan serta ketentuan lingkungan yang berlaku, di bawah pengawasan otoritas berwenang," ujarnya.
Meski klarifikasi telah disampaikan, desakan masyarakat agar audit dilakukan secara transparan terus menguat. Warga menilai persoalan pencemaran sungai, pembukaan lahan, dan meningkatnya risiko banjir tidak bisa dilepaskan dari masifnya aktivitas industri di wilayah hulu DAS Batang Toru.
Hasil audit KLH kini menjadi penentu, apakah dugaan pencemaran dan penggarapan lahan di luar konsesi memiliki keterkaitan langsung dengan kerusakan lingkungan dan tragedi kemanusiaan yang terjadi.
Publik menanti, apakah penegakan hukum lingkungan benar-benar ditegakkan, atau kembali berhenti pada sanksi administratif semata.red
Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di
Google News