
Dosen S2 Kini Bisa Naik ke Lektor Kepala Tanpa Scopus
Dosen S2 Kini Bisa Naik ke Lektor Kepala Tanpa ScopusMedansumut24.coProf. Dr. Yasmirah Mandasari Saragih, S.H., M.H., CiArb., CLA., C.CL.,
NewsBaca Juga:
Kota Medan tumbuh sebagai pusat perdagangan, jasa, dan industri. Namun di balik gemerlap itu, ada satu fakta yang sering diabaikan: hampir seluruh keberlangsungan ekologis Medan bertumpu pada Deli Serdang. Kabupaten tetangga ini ibarat "bumper zone"—daerah penyangga yang menahan guncangan sekaligus menyelamatkan Kota Medan dari berbagai risiko lingkungan.
Deli Serdang masih memiliki hutan lebat di kawasan Sibolangit, Kutalimbaru, Namorambe, Biru-biru, STM Hulu, hingga STM Hilir. Sementara Kota Medan tak lagi memiliki cadangan ekologis sebesar itu. Karena itulah, wajar jika disebut bahwa Medan hidup dari nafas lingkungan yang dijaga Deli Serdang.
Lebih jauh, hampir 100 persen kebutuhan air minum Kota Medan bersumber dari Deli Serdang. Enam unit instalasi pengolahan air milik PDAM Tirtanadi menggantungkan pasokannya dari kabupaten ini. Tanpa air dari Deli Serdang, mustahil Medan dapat menghidupi lebih dari dua juta penduduknya.
Bukan hanya air. Deli Serdang juga menyerap emisi karbon dan polusi udara yang sebagian besar dihasilkan dari aktivitas industri dan kendaraan bermotor di Medan. Dengan kata lain, kabupaten ini menanggung beban ekologis demi kenyamanan kota besar di sekitarnya.
Namun, jasa lingkungan itu tidak datang tanpa harga. Pengambilan air tanah dan air permukaan secara besar-besaran di Deli Serdang telah menimbulkan penurunan muka air tanah, erosi, dan longsor—seperti yang kerap terjadi di Pancur Batu dan Sibolangit. Jika dibiarkan, intrusi air laut dan kerusakan ekosistem pertanian pun akan menyusul.
Di sisi lain, kesenjangan ekonomi antara Medan dan Deli Serdang begitu nyata. Pendapatan per kapita, laju investasi, hingga kemajuan infrastruktur jelas lebih tinggi di Medan. Tetapi justru di balik kemajuan itu, Kota Medan berutang budi pada Deli Serdang yang selama ini menjadi benteng ekologinya.
Karena itu, sudah saatnya Kota Medan memberikan kompensasi nyata kepada Deli Serdang—bukan sekadar pengakuan simbolis. Bentuknya bisa berupa dukungan dana pembinaan lingkungan, program rehabilitasi hutan, pengelolaan sumber daya air berkelanjutan, atau skema tanggung jawab sosial kota metropolitan terhadap kawasan penyangga di sekitarnya.
Pertanyaannya, sejauh mana Medan mau dan mampu menunaikan tanggung jawab ini? Sampai kapan Deli Serdang harus terus menanggung dampak lingkungan tanpa "mahar" sedikit pun?
Tulisan ini bukan untuk mengadu-domba, melainkan sebagai ajakan untuk melihat persoalan secara jernih dan proporsional. Lingkungan hidup bukan hanya soal eksploitasi, tetapi juga tanggung jawab. Dan tanggung jawab itu harus dibagi secara adil.***
Dosen S2 Kini Bisa Naik ke Lektor Kepala Tanpa ScopusMedansumut24.coProf. Dr. Yasmirah Mandasari Saragih, S.H., M.H., CiArb., CLA., C.CL.,
NewsKang Kopi Salurkan Donasi untuk Palestina Lewat Dompet Dhuafa WaspadaMedansumut24.co Setelah resmi menandatangani nota kesepahaman (MoU) de
NewsKAMAK Minta Kejatisu Serius Usut Keterlibatan DR di Proyek Sumut dan Jabatan di Pemprov Sumut
kotaKampanye Anti Korupsi, Kejati Kepri Gaungkan Pesan &ldquoBersatu Melawan Korupsi, Indonesia Maju&rdquo.
kotaMedan sumut24.co Wujud nyata kehadiran Polri di tengah masyarakat ditunjukkan oleh Kapolsek Sunggal, Kompol Bambang Gunanti, S.H., M.H., y
kotaMedan sumut24.co Guna memastikan kelancaran arus lalu lintas dan mencegah terjadinya kemacetan, Kanit Samapta Polsek Sunggal, Iptu Nizar N
kotaMedan sumut24.co Guna memastikan kelancaran arus lalu lintas dan mencegah terjadinya kemacetan, Kanit Samapta Polsek Sunggal, Iptu Nizar N
kotaPemberkatan Pernikahan Rodrick & Anggita Digelar di Gereja Katedral Jakarta Dipimpin Kardinal dan 2 Uskup
kotaKesbangpol Sumut Terapkan Kelas Virtual untuk Cegah Narkoba dan Judi Online di Kalangan Pelajar
kotaKabupaten Deli Serdang dan Mandailing Natal Paling Banyak Zona Merah Narkoba di Sumut
kota