Minggu, 21 Desember 2025

Satgas PKH–Bareskrim Polri Diuji di Kasus Banjir Bandang Batang Toru: Usut Tuntas, Jangan Cari "Kambing Hitam"

Administrator - Sabtu, 20 Desember 2025 19:26 WIB
Satgas PKH–Bareskrim Polri Diuji di Kasus Banjir Bandang Batang Toru: Usut Tuntas, Jangan Cari "Kambing Hitam"
Tapsel |sumut24.co -

Baca Juga:

Pascabencana banjir bandang dan longsor yang melanda wilayah Tapanuli Selatan (Tapsel) dan Tapanuli Tengah (Tapteng),sorotan tajam publik kini tertuju pada proses penegakan hukum yang dilakukan aparat.

Masyarakat dan pegiat lingkungan mendesak Bareskrim Polri dan Tim Satgas untuk bertindak lebih teliti dan adil, serta tidak menjadikan satu perusahaan sebagai kambing hitam tanpa pembuktian menyeluruh dari hulu hingga hilir Daerah Aliran Sungai (DAS).

Isu ini mencuat seiring beredarnya tudingan bahwa puluhan ribu meter kubik kayu gelondongan yang ditemukan di Sungai Aek Garoga berasal dari aktivitas PT Tri Bahtera Srikandi (PT TBS), perusahaan kebun sawit yang beroperasi di wilayah tersebut.

*PT TBS Bantah Keras Tuduhan Perusakan Lingkungan*

Humas PT TBS, Ferdian, menegaskan bahwa sejak awal berdiri, perusahaan tidak pernah membuka hutan maupun melakukan aktivitas yang merusak alam. PT TBS, kata dia, hanya mengelola kebun milik masyarakat yang sudah ada dan kemudian dikembangkan menjadi kebun plasma.

"Perlu kami luruskan, PT Tri Bahtera Srikandi hanya mengelola lahan masyarakat melalui skema kerja sama yang transparan. Kami tidak membuka hutan baru," ujar Ferdian, Rabu (17/12/2025).

Ia menambahkan, peran perusahaan sebatas pendamping teknis, akses pembiayaan, dan manajemen profesional, dengan tujuan meningkatkan produktivitas lahan serta kesejahteraan masyarakat sekitar, tanpa mengabaikan aspek lingkungan.

Penolakan terhadap tudingan juga datang dari masyarakat. Warga Desa Anggoli, Kecamatan Sibabangun, Kabupaten Tapanuli Tengah, menilai tuduhan terhadap PT TBS tidak berdasar dan cenderung menyederhanakan persoalan kompleks DAS Batang Toru.

"Harus dicek langsung dari hulu sampai hilir. Tidak masuk akal kayu gelondongan sebanyak itu berasal dari lahan PT TBS," ujar seorang warga setempat.

Kemudian, Kepala Desa Anggoli, Oloan Pasaribu, menegaskan bahwa secara geografis, aliran sungai dari kawasan kebun PT TBS tidak bermuara ke Sungai Aek Garoga.

Ia menyebut luas lahan masyarakat yang diplasmakan hanya sekitar 100 hektare, untuk 18 KK, sehingga mustahil menghasilkan kayu gelondongan dalam jumlah masif.

"Hasil pengecekan drone kami menemukan sekitar 10 titik longsor besar, dan mayoritas berasal dari lahan masyarakat, bukan kebun plasma PT TBS," jelasnya.

Oloan mengakui terdapat beberapa titik longsor di wilayah tersebut. Namun, menurutnya kawasan tersebut merupakan daerah mata air dengan kondisi topografi yang membuat material kayu mustahil terbawa hingga ke Sungai Garoga.

Ia juga mengungkapkan hasil pengecekan lapangan menggunakan drone dari area mata air hingga anak Sungai Aek Na Hombar. Dari pemantauan tersebut, ditemukan sekitar 10 titik longsor besar yang mayoritas berasal dari lahan masyarakat, bukan dari area kebun plasma PT TBS.

"Itu longsoran dari lahan masyarakat, tapi bukan dari atas sini," ujarnya.

Oloan turut menyinggung video yang beredar di media sosial terkait peristiwa banjir bandang pada 25 November 2025.

Dalam video tersebut terlihat debit air sangat besar disertai kayu-kayu yang terbawa arus, khususnya dari Sungai Sosopan yang berasal dari wilayah Garonggang, Kabupaten Tapanuli Selatan, hingga melanda Desa Sibiobio, Tapanuli Tengah.

"Kalau ada yang menuding kayu itu dari kebun PT TBS, ya aneh saja. Penyelidikan harus dilakukan secara objektif dan menyeluruh," katanya.

Ia menyarankan agar fokus penyelidikan diarahkan ke daerah aliran Sungai Garoga dari titik temuan kayu hingga ke hulu.

Menurutnya, sumber kayu gelondongan lebih masuk akal berasal dari DAS sisi kiri Sungai Garoga yang berada di wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan

*Bareskrim Turun ke Lapangan, Publik Minta Transparansi*

Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri diketahui telah turun ke lapangan. Sejumlah personel terlihat mendatangi kawasan PT TBS serta lahan masyarakat pada Selasa (16/12/2025).

Namun, publik mengingatkan agar penyelidikan tidak berhenti pada satu titik, melainkan mengurai rantai penyebab bencana secara komprehensif, termasuk aktivitas industri besar lain di sepanjang DAS Batang Toru.

Lebih lanjut, Lembaga pemantau lingkungan Satya Bumi mengungkap temuan citra satelit yang menunjukkan jejak kayu gelondongan di sempadan Sungai Batang Toru, tepat di sekitar proyek PLTA Batang Toru milik PT NSHE, bukan berada di sekitar PT TBS.

Yang mana, sejak proyek dimulai pada 2017, deforestasi hingga 2024 disebut mencapai 535,25 hektare.

"Pembangunan PLTA di sempadan sungai dengan topografi curam dan berada di jalur patahan Sumatera adalah risiko ekologis serius," ujar Juru Kampanye Satya Bumi, Riezcy Cecilia Dewi.

Ia menilai kerusakan power house PLTA akibat banjir yang menunda operasi akhir 2025 menjadi bukti bahwa mitigasi risiko lingkungan gagal total.

Tak hanya PLTA, tambang emas Martabe milik PT Agincourt Resources juga disorot. Ekspansi tambang seluas 603,21 hektare di wilayah curam dinilai berpotensi memperparah longsor dan banjir bandang, khususnya di Desa Garoga.

Satya Bumi menyebut adanya bukaan lahan di dalam konsesi Agincourt yang diduga dilakukan oleh PT Sago Nauli, tanpa kejelasan peralihan izin. Jika izin belum beralih, tanggung jawab hukum tetap berada pada Agincourt. Jika sudah, maka pemerintah diminta tegas mencabut izin pihak terkait.

Hal ini juga ditegaskan oleh, Peneliti Senior Greenpeace Indonesia, Sapta Ananda Proklamasi, mengingatkan bahwa mayoritas DAS di Sumatera kini berada dalam kondisi kritis. Di DAS Batang Toru sendiri, deforestasi selama 1990–2022 mencapai 70 ribu hektare atau sekitar 21 persen dari total wilayah DAS.

Salah satu DAS yang rusak parah ialah DAS Batang Toru yang meliputi Kabupaten Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, dan Tapanuli Tengah. Salah satu bentang hutan tropis terakhir di Sumatera Utara ini juga dibebani berbagai macam perizinan untuk industri rakus lahan–termasuk PLTA Batang Toru–yang lantas membabat hutan, juga menggusur habitat orang utan Tapanuli.

Masyarakat menegaskan, dalam situasi bencana ekologis yang kompleks, penegakan hukum tidak boleh parsial. Bareskrim Polri dan Tim Satgas diminta jeli, objektif, dan berani menelusuri aliran hulu ke hilir, termasuk seluruh izin dan aktivitas industri besar yang beroperasi di DAS Batang Toru.

"Jangan sampai satu perusahaan dikorbankan, sementara aktor lain luput dari tanggung jawab," tegas warga.zal

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Administrator
Sumber
:
SHARE:
Tags
beritaTerkait
Banjir Bandang Batang Toru: Dugaan Peran PT Agincourt Resources Menguat, Publik Desak Penegakan Hukum Transparan
Kapolda Sumut dan Bhayangkari Hadirkan Kehangatan Natal bagi Korban Banjir dan Longsor di Humbahas
Telkomsel Turut Ambil Peran sebagai Relawan BUMN di Garis Depan Pemulihan Pascabencana Sumatera
BSI Berangkatkan 100 Relawan ke Aceh, Total Bantuan Logistik Capai 125 Ton
Hadir di Tengah Bencana, Danantara Indonesia dan BP BUMN Kerahkan Ribuan Bantuan Kemanusiaan Bertajuk "BUMN Peduli"
Banjir, Longsor, dan Kebun Mati: Aliran Sungai Sibio-bio Diduga Tercemar, Aktivitas Tambang PT Agincourt Resources Disorot
komentar
beritaTerbaru