Sabtu, 18 Oktober 2025

Mencari Pemimpin Yang Ideal Menurut Islam

Administrator - Jumat, 17 Oktober 2025 11:57 WIB
Mencari Pemimpin Yang Ideal Menurut Islam
Istimewa
Baca Juga:

Oleh : H Syahrir Nasution SE MM

Saya tergelitik setelah membaca tulisan atau mendengar isi khutbah seorang khatib yang berkhutbah di mesjid MIPA USU kemarin yang berjudul mencari Pemimpin yang ideal dalam islam.
Saya tidak berpretensi, saya berharap semoga saja khutbah tersebut bukan ajang kampanye dalam kaitan Pemilihan Rektor USU. Sebagaimana kita ketahui suasana kisruh dan memanas dalam pemilihan rektor USU periode ini. Bermunculnya berita tentang dugaan kasus-kasus korupsi yang terindikasi adanya keterlibatan sdr. Muriyanto satu demi satu bermunculan. Ditambah lagi adanya gugatan para stake holder yang melaporkan kasus tersebut hingga ke KPK dan lembaga penegak hukum lainnya. Oleh karena banyak gugatan dan kejanggalan sewaktu berjalannya Pemilihan Rektor USU, maka Pilrek ditunda, lalu Pemerintah pusat menurunkan tim untuk menyelidiki.
Dalam Islam, seorang Pemimpin pada level kepemimpinan apapun dan di lembaga manapun, apalagi di lembaga yang mulia seperti perguruan tinggi, tempat berkumpulnya para pemikir/orang-orang berilmu (ulama), orang-orang pintar yang dijadikan rujukan setidaknya oleh mahasiswa, lembaga-lembaga publik dan sebagainya.
Hadis : "Al-Qur'anu imami" (Riwayat Bukhori dan Muslim) : "Al-Qur'an adalah imamku" atau "Al-Qur'an adalah komando hidupku". Hadis ini bukan dalam konteks peran Al-Qur'an sebagai imam (pemimpin) sholat saja, tetapi bagaimana menjadikan Alquran sebagai komando gerak dalam menjalani kehidupan. Ini adalah ungkapan yang mengacu pada Al-Qur'an sebagai sumber utama petunjuk dan pedoman hidup dalam kehidupan seseorang.sebagaimana dijelaskan dalam Quran surat albaqarah ayat 2. Oleh karenanya cara berfikir, cara berbicara maupun cara bertindak seorang pemimpin dalam Islam harus bersandar atau mengacu pada Alquran sebagai sumber hukum dan pedoman utama bagi umat Islam. Dan juga menerangkan bahwa Al-Qur'an dijadikan panutan dalam segala urusan, yang memimpin ke jalan kebenaran.
Ini juga mencakup bagaimana meneladani akhlak dan ajaran yang ada di dalam Al-Qur'an untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Nabi Muhammad sendiri berkata bahwa akhlakku adalah Alquran. Maka beliau disebut juga Alquran berjalan.

Pemimpin ideal dalam Islam adalah yang jujur (Siddiq), dapat dipercaya (Amanah), berkemampuan menyampaikan kebenaran (Tabligh), dan cerdas (Fathonah). Selain itu, pemimpin juga harus adil, bertanggung jawab, sederhana, penyayang, rendah hati, serta berpegang teguh pada ajaran Allah dan Rasul-Nya. Keteladanan Nabi Muhammad SAW menjadi panutan utama untuk pemimpin ideal.
Sifat dan karakter
Siddiq: Jujur dan benar dalam ucapan maupun perbuatan.
Amanah: Mampu memegang amanah, bertanggung jawab, dan dapat dipercaya.
Tabligh: Mampu menyampaikan kebenaran, transparan, dan terbuka kepada rakyat.
Fathonah: Cerdas, memiliki wawasan luas, dan mampu menyelesaikan masalah.
Adil: Adil dalam memimpin, mengayomi, dan melindungi rakyatnya.
Bertanggung jawab: Mau menerima masukan dan bertanggung jawab atas tindakan yang diambil.
Sederhana: Hidup tidak berlebihan dan tidak foya-foya.
Lemah Lembut: Memiliki kelembutan hati dan mencintai rakyatnya.
Loyal: Memiliki loyalitas yang tinggi dan tidak mementingkan diri sendiri.
Ketaatan dan hubungan
Dicintai dan dicintai:
Pemimpin ideal adalah yang dicintai dan didoakan oleh rakyatnya, begitu juga sebaliknya.
Menjadi Teladan:
Laqad kana lakum fi rasuulillahi uswatun hasanah (QS Al Ahzab ayat 21)
Pemimpin harus menjadi panutan, sebagaimana Rasulullah SAW mencontohkan dirinya sebagai teladan (uswatun hasanah).
Para pemimpin yang menjadi penyambung lidah rakyat sepatutnya menyingkirkan kepentingan pribadi maupun segelintir kelompok di atas maslahat seluruh umat. Abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan sendiri bukan merupakan cerminan perilaku keadilan sosial dan politik. Jika kekuatan politik yang dominan tidak diiringi dengan nilai-nilai moral, maka akan mendorong penggunaan kekuasaan yang kurang wajar dan otoriter, hingga pemaksaan kehendak. Imam Al-Ghazali menyebutkan bahwa pemimpin yang ideal dalam Islam hendaklah memenuhi beberapa kriteria, di antaranya: Bertanggung jawab. Mau menerima pesan dari kalangan ulama. Berlaku baik kepada bawahannya. Rendah hati dan memiliki kelembutan hati. Tidak mementingkan dirinya sendiri. Memiliki loyalitas yang tinggi. Hidup dengan sederhana dan tidak berfoya-foya. Mencintai rakyatnya. Ikhlas dan tulus. Kriteria-kriteria ini merupakan panduan untuk membentuk kepemimpinan yang bertanggung jawab, adil, dan peduli terhadap kesejahteraan umat. Namun, syarat mutlak yang paling ditekankan dalam Islam, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an dan Hadits, adalah keadilan. Keadilan adalah fondasi utama dalam menegakkan kesejahteraan sosial dan menjaga persatuan umat. Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur'an:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ لِلّٰهِ شُهَدَاۤءَ بِالْقِسْطِۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ عَلٰٓى اَلَّا تَعْدِلُوْا ۗاِعْدِلُوْاۗ هُوَ اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak (kebenaran) karena Allah (dan) saksi-saksi (yang bertindak) dengan adil. Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlakulah adil karena (adil) itu lebih dekat pada takwa. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan." (Al-Maidah: 8).
Selain itu, dalam sebuah hadits Rasulullah SAW, disebutkan bahwa pemimpin yang adil termasuk salah satu dari tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah pada hari kiamat: عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ الْإِمَامُ الْعَادِل Artinya, "Dari Abu Hurairah ra, dari Nabi Muhammad saw, ia bersabda, 'Ada tujuh kelompok orang yang dinaungi oleh Allah pada hari tiada naungan selain naungan-Nya, yaitu pemimpin yang adil..." (Imam Al Bukhari, Shahihul Bukhari, [Damaskus: Darul Yamamah, 1993], hadits no. 629
Dengan demikian, menjadi jelas bahwa keadilan adalah syarat utama bagi setiap pemimpin dalam Islam. Pemimpin yang mengutamakan kepentingan kelompok tertentu di atas maslahat umat tidak hanya bertentangan dengan prinsip ini, tetapi juga berisiko merusak tatanan sosial. Salah satu tantangan terbesar bagi pemimpin adalah menjaga dirinya dari sifat individualisme atau mementingkan kepentingan pribadi. Rasulullah SAW mengingatkan bahwa akan ada zaman di mana sikap egoisme dan ketidakadilan akan muncul dalam kepemimpinan: عَنْ هِشَامٍ قَالَ: سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَقُولُ: قَالَ النَّبِيُّ ﷺ لِلْأَنْصَارِ: إِنَّكُمْ سَتَلْقَوْنَ بَعْدِي أَثَرَةً، فَاصْبِرُوا حَتَّى تَلْقَوْنِي،وَمَوْعِدُكُمُ الْحَوْضُ Artinya, "Diriwayatkan dari Hisyam, beliau mengatakan, aku mendengar Anas bin Malik berkata: bahwa Rasulullah SAW bersabda kepada kalangan Anshar; 'Sesungguhnya sepeninggalku nanti, akan kalian jumpai sikap-sikap atsarah (individualis, egoisme, orang yang mementingkan dirinya sendiri). Maka itu bersabarlah kalian hingga kalian berjumpa denganku di telaga al-Haudh (di surga)'." (Imam Al-Bukhari, Shahihul Bukhari, [Dimasyqi: Darul Yamamah, 1993], no. 3582, halaman 381). Imam An-Nawawi menyebut bahwa perintah sabar pada hadis tersebut mengarah pada seseorang yang memiliki amanah (pemimpin) untuk menahan diri dan tidak berkeluh kesah, agar tetap istiqamah pada aturan atau norma agama, serta bertanggung jawab. (An-Nawawi, Syarhun Nawawi 'ala Muslim, [Beirut: Darul Kutub al-'Ilmiyyah, 1994], halaman 546). Adapun kata atsarah berasal dari kata atsar yang berarti bekas, atau juga kecenderungan. Menurut Abu Ubayd, dalam konteks hadits tersebut berarti mementingkan diri sendiri dalam pembagian al-fay' (harta rampasan). (al-Mubarakfuri, Tuhfatul Ahwadzi bi Sharhi Jami' at-Tirmidzi, [Beirut: Darul Fikr, t.t.], jilid VI, halaman 427). Kepentingan umum sebagai dasar kebijakan pemimpin juga masuk dalam diskursus kaidah fiqih, yaitu: تَصَرُّفُ الْأِمَاِم عَلَى الرَّاعِيَّةِ مَنُوْطٌ بِالْمَصْلَحَةِ Artinya, "Tindakan seorang pemimpin terhadap rakyatnya harus didasarkan pada kemaslahatan (kepentingan umum)." Kaidah di atas dapat dipresentasikan bahwa segala kebijakan dan kepemimpinan seorang Imam (pemimpin) hendaknya mengacu pada manfaat duniawi maupun ukhrawi, terhadap subjek maupun objek hukum yang berada di bawah kepemimpinannya. Dalam teori hukum Islam, kaidah tersebut sangat memperhatikan berbagai kemaslahatan masyarakat. Jika kemaslahatan itu bertentangan satu sama lain, maka kemaslahatan umum harus didahulukan dari kemaslahatan pribadi, dan diharuskan menolak kemudaratan yang lebih besar dengan meninggalkan dan melaksanakan yang lebih sedikit mudaratnya. (Umar Shihab, Kontekstualitas Al-Qur'an: Kajian Tematik Atas Ayat-Ayat Hukum dalam Alquran, Cet. ke-3; [Jakarta: Piramida, 2005], halaman 216-217). Maka, jika kebijakan pemimpin hanya menguntungkan bagi lingkup mereka saja dan memberikan kesusahan bagi mayoritas masyarakat, hal tersebut tidaklah sejalan dengan sikap 'adil' dalam Islam maupun dalam bersosial-politik. Sebagai negara dengan sistem demokrasi, demokrasi sendiri tidak tergambar wujudnya kecuali setelah terhimpun dalam satu kesatuan tiga unsur pokok, yakni persamaan, tanggung jawab individu, dan tegaknya hukum berdasar musyawarah dan atas dasar yang jelas tanpa pandang bulu. (M. Quraish Shihab, Islam dan Politik, halaman 133).
Keteladanan terbaik dapat diambil dari Nabi Muhammad SAW, yang memimpin dengan adil tanpa memandang perbedaan dan diterima oleh seluruh lapisan masyarakat, termasuk dari berbagai agama. Dengan menerapkan nilai-nilai tersebut, seorang pemimpin akan menghasilkan kebijakan yang selaras dengan prinsip keadilan. Hal ini menjadikannya layak disebut sebagai pemimpin 'ideal' dan 'teladan' bagi masyarakat dan lingkungannya. ***

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Ismail Nasution
Sumber
:
SHARE:
Tags
beritaTerkait
Sumut Harus Berani Menyanding Pertumbuhan Ekonomi dengan Nilai Keislaman
Pendidik Itu Pemimpin, Pemimpin Itu Pendidik
Di Bawah Kepemimpinan Prof Muryanto Amin, USU Catat Rekor Paten Terbanyak
Pemimpin Harus Lahir dari Masjid
Launching Kajian Rindu Tenang, Menemukan Damai Dalam Dekapan Iman
Peringati Tahun Baru Islam 1447 H, Rico Waas: Bersinergi Bangun Masyarakat Beradab, Damai, Penuh kepedulian
komentar
beritaTerbaru