Kamis, 09 Oktober 2025

Indonesia dan Tantangan Bonus Demografi: Antara Peluang dan Ancaman

Administrator - Kamis, 09 Oktober 2025 13:09 WIB
Indonesia dan Tantangan Bonus Demografi: Antara Peluang dan Ancaman
Istimewa
Baca Juga:


Oleh : Leriadi, Mahasiswa Pascasarjana Universitas Nasional (UNAS) Jakarta

Indonesia tengah berada di persimpangan sejarah penting: memasuki puncak bonus demografi yang akan berlangsung hingga tahun 2045. Sekitar 70 persen penduduk Indonesia kini berada pada usia produktif (15–64 tahun) — sebuah kondisi yang, secara teori, merupakan momentum emas untuk melesat menjadi negara maju.

Namun, sebagaimana diingatkan banyak ekonom dan demografer, bonus demografi bukanlah jaminan kemakmuran. Ia bisa menjadi berkah jika tenaga kerja muda terserap secara produktif, atau berubah menjadi bencana sosial bila lapangan kerja tak tersedia memadai.


---

Tantangan Ekonomi: Pertumbuhan Tak Cukup Tinggi

Pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini bertahan di kisaran 5 persen per tahun. Sementara, pertumbuhan angkatan kerja mencapai sekitar 2 persen per tahun. Berdasarkan analisis Bappenas dan Bank Dunia, untuk benar-benar menyerap tenaga kerja baru, Indonesia memerlukan pertumbuhan minimal 6,5–7 persen per tahun.

Artinya, laju ekonomi yang sekarang belum cukup. Sebagian besar pekerjaan baru yang tercipta masih bersifat informal, berupah rendah, dan tidak stabil.
Data BPS (Agustus 2024) menunjukkan tingkat pengangguran terbuka 5,3 persen, atau sekitar 7,6 juta orang. Namun, jika memasukkan mereka yang bekerja tidak penuh waktu dan pekerja informal, angka "underemployment" bisa menyentuh 30 juta orang.

Lebih memprihatinkan, mayoritas dari mereka adalah generasi milenial dan generasi Z — generasi dengan ekspektasi tinggi terhadap kemajuan, namun kerap berhadapan dengan realitas ekonomi yang sempit.


---

Dampak Sosial dan Politik: Frustrasi Generasi Muda

Kesenjangan antara pendidikan dan kesempatan kerja menjadi sumber frustrasi sosial yang nyata. Lulusan universitas dan SMK tumbuh pesat, tetapi lapangan kerja berkualitas tidak berkembang sepadan.

Fenomena lain adalah munculnya "digital underclass" — pekerja informal di sektor digital seperti ojek online, reseller, atau freelancer tanpa perlindungan sosial. Di sisi lain, segelintir elite digital menikmati kekayaan luar biasa. Ketimpangan baru ini bisa menjadi bom waktu sosial.

Secara politik, pengangguran muda adalah bahan bakar ketidakstabilan. Sejarah telah menunjukkan di Timur Tengah (Arab Spring) dan Sri Lanka, frustrasi generasi muda terhadap ekonomi dan korupsi dapat bermetamorfosis menjadi gerakan populis, radikalisasi ideologis, atau ledakan protes spontan.

Indonesia memiliki karakter masyarakat yang ekspresif dan mudah termobilisasi melalui media sosial. Dalam konteks ini, frustrasi ekonomi bisa dengan cepat berubah menjadi mobilisasi politik — ancaman nyata bagi stabilitas nasional.


---

Implikasi Politik: Menjaga Kepercayaan Generasi Baru

Generasi muda Indonesia kini lebih kritis, egaliter, dan sensitif terhadap keadilan sosial. Mereka menolak sistem birokratis dan politik yang dianggap tertutup. Bila merasa tidak diberi ruang, mereka cenderung menyalurkan aspirasi melalui politik jalanan dan gerakan sosial horizontal.

Karenanya, kestabilan politik di era bonus demografi sangat bergantung pada kemampuan pemerintah membangun ekonomi yang inklusif dan meritokratik — di mana kesempatan diberikan berdasarkan kompetensi, bukan koneksi.


---

Strategi Kunci Mengubah Tantangan Menjadi Peluang

1. Ekonomi & Industri
Fokus pada industrialisasi padat karya berbasis teknologi menengah — seperti manufaktur, agroindustri, dan digital service. Prioritasnya bukan sekadar pertumbuhan, tetapi penciptaan lapangan kerja berkualitas.


2. Pendidikan & SDM
Lakukan revolusi pendidikan vokasi dan politeknik agar lebih demand-driven, sesuai kebutuhan industri, bukan sekadar mencetak lulusan akademik tanpa arah.


3. Kewirausahaan Muda
Perluasan akses permodalan, pelatihan bisnis digital, dan insentif bagi startup berbasis teknologi dan pertanian modern.


4. Reformasi Pasar Kerja
Deregulasi yang mendorong mobilitas kerja antar-sektor, dengan tetap memberikan perlindungan sosial minimum bagi pekerja.


5. Reformasi Birokrasi & Politik
Pemerintah harus menunjukkan meritokrasi nyata — agar generasi muda percaya bahwa sistem memberi peluang bagi yang kompeten, bukan bagi yang berkuasa.


---

Kesimpulan: Bonus atau Beban

Bonus demografi adalah ujian kepemimpinan nasional dalam membuat kebijakan strategis lintas sektor. Jika pemerintah gagal menciptakan lapangan kerja bermartabat, bonus ini akan berubah menjadi "demographic liability" — beban sosial dan politik yang berpotensi mengguncang fondasi stabilitas nasional.

Sebaliknya, jika dikelola dengan visi jangka panjang, ini bisa menjadi mesin kemakmuran bangsa — menjadikan Indonesia benar-benar siap menyongsong Indonesia Emas 2045.

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Ismail Nasution
Sumber
:
SHARE:
Tags
beritaTerkait
Pemprov Sumut Salurkan Dana Hibah Rp56 Miliar untuk Bonus PON 2024
Tahun 2023, 181 ASN Purnabakti Terima Piagam dari Pemkab Toba dan Korpri
komentar
beritaTerbaru