Senin, 20 Oktober 2025

Reinkarnasi Prahara 60 Tahun Lalu dan Tantangan Karakter Bangsa

Administrator - Sabtu, 27 September 2025 13:07 WIB
Reinkarnasi Prahara 60 Tahun Lalu dan Tantangan Karakter Bangsa
Istimewa
Baca Juga:

Oleh: H Syahrir Nasution SE MM

Enam puluh tahun yang lalu bangsa ini pernah mengalami prahara besar dalam sejarahnya. Saat itu demokrasi yang diperjuangkan dengan darah dan air mata perlahan-lahan bergeser ke arah otoritarianisme, yang pada akhirnya menelan korban jiwa, martabat, dan keadilan sosial. Kini, tanda-tanda serupa seolah kembali mengintip di depan mata: demokrasi terancam berubah wajah menjadi oligarki bahkan polisichrasi—sebuah sistem di mana kekuasaan politik dan hukum diperalat oleh kekuatan bersenjata dan aparat negara.

Pancasila, yang seharusnya menjadi falsafah hidup bangsa, kian tereliminasi dari praktik sehari-hari. Investasi yang berorientasi pada keuntungan jangka pendek, ketergantungan pada utang luar negeri, serta toleransi terhadap korupsi yang makin menggurita, perlahan mengikis nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh para pendiri bangsa.

Lebih memprihatinkan lagi, publik kian muak dengan tindak-tanduk aparat kepolisian. Dari kasus pelanggaran hak asasi hingga tindakan yang merenggut nyawa rakyat kecil, kepolisian dinilai berperilaku sewenang-wenang. Hukum yang seharusnya menjadi pelindung, justru kerap dijadikan alat legitimasi untuk menggilas rakyat. Rasa percaya publik terkikis, sementara kekecewaan terus menumpuk. Rakyat memang diam, tetapi mereka mencatat. Dan pada saat yang tepat, pintu langit akan terbuka, menyingkap keadilan Tuhan yang tak bisa dibendung.

Namun masalah bangsa ini tidak hanya berhenti pada institusi. Ia menukik lebih dalam: pada karakter. Bung Karno dan Bung Hatta sudah sejak awal kemerdekaan menekankan pentingnya pembangunan watak bangsa. Begitu juga Bung Syahrir, dalam buku kecilnya Perjuangan Kita, telah mewanti-wanti bahwa kemerdekaan tanpa karakter hanya akan menjadi beban di masa depan. Bangsa merdeka harus memiliki sense of belonging yang tinggi: sadar akan hak, kewajiban, dan tanggung jawabnya dalam menjaga negeri.

Sayangnya, dalam praktiknya, bangsa ini kerap terjebak pada kebiasaan buruk. Kebohongan yang berulang-ulang tanpa koreksi publik perlahan berubah menjadi kebiasaan. Kebiasaan itu kemudian mengkristal menjadi watak, dan akhirnya menjadi karakter bangsa. Jika dibiarkan, karakter itu bisa menyerupai perilaku binatang: kehilangan rasa malu, kehilangan rasa tanggung jawab, dan kehilangan harkat kemanusiaan.

Di sinilah sesungguhnya prahara 60 tahun lalu menemukan reinkarnasinya. Bukan sekadar dalam bentuk perebutan kekuasaan, tetapi dalam bentuk pengkhianatan terhadap nilai-nilai yang menjadi dasar berdirinya bangsa ini. Maka, tugas generasi hari ini bukan hanya melawan korupsi, oligarki, atau arogansi aparat, melainkan juga membangun kembali karakter bangsa.

Kemerdekaan yang diwariskan oleh para pendiri bangsa adalah amanah. Ia bukan sekadar hadiah, tetapi beban moral yang harus dijaga. Jangan sampai kita menjadi bangsa yang merdeka, tetapi tidak memiliki jiwa merdeka. Jangan pula kita menjadi bangsa yang kaya raya, tetapi miskin karakter.***

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Ismail Nasution
Sumber
:
SHARE:
Tags
beritaTerkait
Upacara Hari Kesaktian Pancasila 2025 di Padangsidimpuan, AKBP Wira Prayatna Tekankan Pentingnya Persatuan Bangsa
Bupati Asahan: Pancasila Perekat Bangsa Menuju Indonesia Raya
Bupati Madina Kukuhkan 34 Anggota Paskibraka,Ini Harapan Saipullah Nasution
Renungan hari Kemerdekaan ke 80, tahun 2025,  *Perlunya Reorientasi Pembangunan Ekonomi
Bupati Madina Pimpin Upacara HUT ke-64 Prajamuda,Saipullah Nasution : Pramuka Harus Jadi Solusi Pembentukan Karakter Generasi
Semangat sambut Kemerdekaan ke 80,Animo Siswa-siswi di Tabagsel Latihan Baris Berbaris,Tidak Surut hingga Tetes Keringat Basahi Tubuh
komentar
beritaTerbaru