Medan – Ketua Lembaga Konsultasi dan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (LKP3A)
Fatayat NU Sumut, Safrida, mengecam keras peristiwa
femisida yang dialami oleh DF, anggota Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra) Mandailing Natal (Madina). Dia juga menyampaikan duka cita mendalam kepada keluarga korban.
Dia mendesak penegak hukum untuk mengungkap kasus pembu
nuhan ini hingga tuntas, transparan, dan akuntabel. "Hal tersebut sebagai bagian dari peme
nuhan hak korban dan keluarganya, yaitu hak atas kebenaran," katanya, Senin 4 Agustus 2025.
Fatayat NU, lanjutnya, juga mendorong pentingnya peme
nuhan hak-hak korban dan keluarganya dalam proses hukum yang tengah berjalan, seperti restitusi dan pemulihan untuk keluarga korban. "Hal ini harus menjadi perhatian serius dari aparat penegak hukum dan lembaga layanan lainnya," ujarnya.
Safrida mengingatkan negara diminta segera membangun mekanisme pencegahan agar kekerasan dalam relasi personal yang berakhir dengan kematian dapat dihentikan. "Secara hukum, penanganan kasus
femisida menggunakan ketentuan tindak pidana penghilangan nyawa atau tindak pidana yang menyebabkan kematian, maka penting adanya pendataan terpilah berdasarkan jenis kelamin, termasuk mengenali motif dan modus kekerasan berbasis gender yang menyertainya," ungkapnya.
Me
nurut Safrida, faktor tersebut penting untuk dipertimbangkan oleh aparat penegak hukum dalam melakukan pemberatan hukuman, khususnya dalam menerapkan pasal-pasal terkait yang diatur dalam KUHP, UU PKDRT, UU TPPO, dan UU TPKS yang mengakibatkan kematian pada perempuan sebagai korban.
Terpisah, Ketua
Fatayat NU Sumut, Nurhaida Oktariani Siregar, mengatakan saat ini Sumut darurat kasus
femisida. "Di Sumut, sejak akhir 2024 hingga saat ini tercatat telah terjadi beberapa kasus
femisida," terangnya.
Dia merinci sejumlah kasus. Di antaranya kasus pembu
nuhan Risma Yunita oada 20 Maret 2025 di Kota Medan. Kemudian, April 2025 kasus pembu
nuhan wanita terapis YN di Deli Serdang, kasus remaja perempuan yang ditemukan tewas dalam karung, Kasus Santi Br Matanari yang jasadnya dibuang ke sumur oleh pacarnya.
"Ada juga kasus pembu
nuhan terhadap wanita yang dimasukkan ke dalam tas dan dibuang di Kabupaten Karo. Ini hanya beberapa kasus yang terbongkar dan diekspos media," tambahnya.
Nurhaida khawatir angka
femisida sangat tinggi di Sumut, namun masih minim dikenali. "Kasus
femisida terhadap perempuan terus terjadi berulang kali dengan eskalasi kekerasan berbasis gender yang makin kompleks. Kematian anggota Paskibra di Mandailaing Natal yang dilakukan tersangka YN menambah deret panjang temuan kasus
femisida," bebernya.
Diketahui,
femisida merupakan pembu
nuhan atau penghilangan nyawa yang dilakukan secara sengaja terhadap perempuan, karena jenis kelamin atau gendernya. Kasus ini terjadi karena dorongan adanya perasaan superior, dominasi, maupun misogini terhadap perempuan, rasa memiliki terhadap perempuan, ketimpangan kuasa, dan kepuasan sadistik. (*)
Baca Juga:
Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di
Google News