Musda 1 Jaringan Media Siber Indonesia Pengda Jabar Yang Demokratis Menjadi Role Model JMSI Nasional
Musda 1 JMSI Jaringan Media Siber Indonesia Pengda Jabar Yang Demokratis Menjadi Role Model JMSI Nasional
kota
Baca Juga:
Oleh : Ikror Amin Lubis
Lima kali Pemilu usai Reformasi tidak lepas dari kecurangan. Mahfud MD menyebut Pemilu 1999, 2004, 2009, 2014, dan 2019 masih curang.
Pernyataan ini disampaikan Menko Polhukam Mahfud MD di Seminar Nasional Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Selasa (23/5/2023).
Ungkapan ini tentu cukup mengejutkan. Namun serasa tak berlebihan. Sebab Mahfud pernah menjadi hakim Mahkamah Konstitusi yang salah kewenangannya memutus sengketa atau perselisihan hasil Pemilu.
Potensi kecurangan Pemilu mustahil hilang. Namun peserta dan penyelenggara Pemilu tentu berharap tidak ada kecurangan, dan kalaupun terpaksa ada, nilainya harus sangat kecil.
Berbagai hal telah ditempuh pemerintah demi menyelenggarakan Pemilu yang jujur, adil, dan bebas kecurangan.
UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu juga telah mensyaratkan bahwa Pemilu harus berazaskan langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
Penulis ingin menyoroti pengawasan pada proses pemungutan dan penghitungan suara di TPS dan perjalanan kotak suara hasil Pemilu sampai ke kantor PPK hingga KPU kabupaten/kota.
Potensi kecurangan tentu bisa diminimalisir dengan banyaknya mata atau pihak yang terlibat secara transparan melihat perhelatan demokrasi ini.
Pemerintah sendiri telah menunjuk secara resmi pengawas Pemilu yang dibiayai negara dalam hal ini Bawaslu.
Begitu juga KPU sebagai penyelenggara Pemilu yang ditunjuk pemerintah, tentu berkeinginan agar Pemilu jauh dari kecurangan.
Namun tak bisa dinafikan, tentu tetap saja ada oknum penyelenggara Pemilu yang tidak taat hukum dengan berbagai kepentingannya.
Jika dilihat dari jumlah konstentan atau peserta Pemilu, maka pemilihan legislatif untuk DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi, DPR RI yang lebih besar potensi kecurangannya dan perlu pengawasan lebih dari berbagai elemen masyarakat.
Hal ini jika dibanding dengan konstentan pada pemilihan capres cawapres atau Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Seperti yang sudah diterapkan selama ini sejak masa Reformasi, selain pemerintah, pengawas Pemilu bisa juga berasal dari kalangan nonpemerintah dan juga luar negeri.
Demi meminimalisir potensi kecurangan pada proses pemungutan suara, penghitungan suara dan saat membawa hasil kotak suara, maka saksi-saksi dari calon legislatif dari partai politik semestinya harus dilibatkan.
Caranya, saksi dari masing-masing caleg ini diwajibakan harus ada. Bisa saja suat saat dibuatkan regulasi, masing-masing caleg yang ikut pemilu harus mempunyai minimal satu orang saksi di TPS, tanpa terkecuali.
Selama ini, menurut hemat penulis, saksi di TPS masih dari partai politik peserta pemilu saja.
Misalkan dalam Pemilu 2024 nanti yang akan diikuti 18 partai politik nasional dan 6 parpol lokal Aceh.
Maka saksi di TPS dari peserta pemilu tentu hanya berjumlah 24 orang saja dengan asumsi satu parpol mengirimkan satu saksi.
Dengan kewajiban menyediakan minimal satu saksi caleg di TPS, akan menyebabkan proses pemungutan dan penghitungan suara di masing-masing TPS ini bisa lebih banyak lagi yang melihat.
Selain itu, saksi masing-masing caleg ini seharusnya juga dilibatkan dalam proses pengantaran kotak suara ke kantor PPK hingga KPU kabupaten/kota.
Bisa saja dibuatkan regulasi, saksi caleg ini dari sisi jumlah bersifat piramida terbalik ketika melakukan pengawasan dari TPS hingga ke PPK, KPU kabupaten/kota, KPU provinsi dan KPU pusat.
Artinya semakin sedikit saksi caleg yang dilibatkan jika urusan semakin ke atas atau berjenjang ke atas.
Soal biaya saksi caleg dari parpol, mestinya ditanggung partai politik tempat bernaung dari caleg tersebut. Toh ini kepentingan individu masing-masing caleg yang bernaung di bawah partai politik.
Namun pada perkembangan nantinya, bisa saja dibahas dan dibuatkan aturan bagaimana hubungan atau relasi saksi-saksi caleg dengan Panwaslu kecamatan atau Bawaslu kabupaten/kota.
Bisa hal itu terkait dana, proses pelatihan atau hal lain terkait penyelenggaraan Pemilu.
Menurut amatan penulis, sebagian besar kita baru akan taat dan patuh terhadap hukum jika ada pengawas. Dan tentu akan lebih baik jika pengawasnya lebih banyak.
Dan jika tidak ada satupun yang mengawas maka pelanggaran kemungkinan besar bisa terjadi.
Keberadaan saksi masing-masing caleg di TPS menjadi sangat penting untuk lebih memastikan proses pemungutan dan hasil penghitungan suara di TPS dan pengantarannya ke kantor PPK dan KPU kabupaten/kota dan KPU provinsi, berjalan lebih baik.
#Penulis : Ikror Amin Lubis #Pekerjaan : Redaktur Pojoksatu.id (Grup Jawa Pos) berdomisi di Kecamatan Tambangan Kabupaten Madina #Mantan Wakil Ketua IMA Madina Padang
Musda 1 JMSI Jaringan Media Siber Indonesia Pengda Jabar Yang Demokratis Menjadi Role Model JMSI Nasional
kota
Ketum Baret ICMI Lili Erawati Pimpin Langsung Misi Kemanusiaan ICMI
kota
sumut24.co Aceh TamiangIndosat Ooredoo Hutchison (Indosat atau IOH) menyalurkan bantuan kemanusiaan kepada warga di lokasi terdampak seper
Umum
Rapat Paripurna DPRD Padangsidimpuan Sahkan APBD 2026 Senilai Rp746,3 Miliar
kota
Wabup Atika Nasution Tegaskan RSUD Panyabungan Jadi Rujukan Utama di Tabagsel
kota
KAMAK Gelar Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia, Libatkan Mahasiswa Hukum hingga Praktisi
kota
sumut24.co SILAEN, Pemerintah Kabupaten Toba secara resmi membuka Festival Gondang Naposo 2025 yang dilaksanakan di Desa Hutagaol Sihujur,
News
PERMAK Apresiasi Lapas Kota Pematangsiantar Transparan Status Narapidana Korupsi BTN dan ATK Dapat PB
kota
Peringatan Hari Disabilitas Internasional 2025
kota
Saipullah Nasution Dengar Curhat Warga Siulangaling Madina ,"Tak Pernah Liat kendaraan Roda Empat dan Pembangunannya Belum Merdeka"
kota