Kamis, 26 Juni 2025

Resentralisasi Jadi Sorotan di Reuni Akbar Jurnalis Alumni Merdeka dan Rakyat Merdeka

Administrator - Rabu, 25 Juni 2025 09:17 WIB
Resentralisasi Jadi Sorotan di Reuni Akbar Jurnalis Alumni Merdeka dan Rakyat Merdeka
Reuni Akbar Jurnalis Alumni Harian Merdeka dan Rakyat Merdeka yang digelar di Hotel Ambhara, Blok M, Jakarta Selatan.ist
Jakarta – Pemerintah Indonesia menghadapi tantangan serius dalam pelaksanaan otonomi daerah akibat kecenderungan resentralisasi yang makin menguat dalam beberapa tahun terakhir. Isu ini menjadi sorotan utama dalam sharing session Reuni Akbar Jurnalis Alumni Harian Merdeka dan Rakyat Merdeka yang digelar di Hotel Ambhara, Blok M, Jakarta Selatan, Minggu, 22 Juni 2025.

Baca Juga:

Acara ini menghadirkan sejumlah narasumber yang merupakan mantan jurnalis dari kedua media tersebut, yaitu pengamat politik Universitas Nasional (Unas) Dr. Selamat Ginting, pengamat komunikasi politik Universitas Tirtayasa (Untirta) Dr. Yoki Yusanto, Ketua IJTI Herik Kurniawan, dan Direktur GREAT Institute Dr. Teguh Santosa.

Dalam paparannya, Selamat Ginting menyoroti dua regulasi utama yang dinilai menjadi pemicu resentralisasi: Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Cipta Kerja.

"Kedua undang-undang ini memberikan kewenangan yang lebih besar kepada pemerintah pusat. Akibatnya, batas kewenangan antara pusat dan daerah menjadi kabur," kata Ginting.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurun dari 40% (2014) menjadi 30% (2022) dari total pendapatan daerah, seiring diberlakukannya dua undang-undang tersebut. Selamat juga mencontohkan polemik penambangan nikel di Raja Ampat dan sengketa empat pulau di Aceh sebagai dampak nyata dari resentralisasi.

Ia memperingatkan bahwa kondisi ini berpotensi melahirkan kelompok kepentingan baru di sekitar pengambil keputusan pusat, yang dapat membuka peluang bagi praktik oligarki.

Senada dengan itu, Yoki Yusanto menilai bahwa gejala resentralisasi mengingatkan pada pola pemerintahan Orde Baru, di mana dominasi pusat membuat daerah sulit berkembang.

"Jika pemerintah pusat memberikan kewenangan lebih kepada daerah, maka peluang untuk memajukan wilayah masing-masing akan lebih besar. Kemajuan daerah tentu akan berdampak positif bagi kesejahteraan nasional," ujarnya.

Teguh Santosa menambahkan, desentralisasi adalah kunci untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045. Namun, ia mengingatkan pentingnya sistem pengawasan agar kewenangan besar di daerah tidak disalahgunakan.

"Jangan sampai muncul 'raja-raja kecil' yang justru memperkaya diri. Pengawasan publik dan transparansi mutlak diperlukan," tegas Teguh.

Sementara itu, Herik Kurniawan menekankan peran media massa dalam menjaga transparansi dan akuntabilitas di era otonomi daerah. Menurutnya, media merupakan pilar demokrasi yang dapat menjadi alat kontrol kekuasaan, baik di pusat maupun di daerah.

Acara reuni yang berlangsung hangat ini dihadiri sekitar 100 jurnalis alumni Merdeka dan Rakyat Merdeka. Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan turut hadir memberikan keynote speech. Selain itu, beberapa tokoh pers nasional yang merupakan alumni turut memeriahkan acara, antara lain Syukri Rahmatullah (Pemred Beritasatu.com), Umi Kalsum (Wapemred IDN Times), dan Herik Kurniawan.

Reuni Akbar Jurnalis Alumni Merdeka dan Rakyat Merdeka terselenggara berkat dukungan dari berbagai sponsor dan donatur, seperti PLN, Telkom, Taspen, Sinarmas Land, dan Mind ID. Rel

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Sumber
:
SHARE:
Tags
beritaTerkait
komentar
beritaTerbaru