Sabtu, 12 Juli 2025

WoDEF 2025: Eksploitasi Hewan Akuatik dan Krisis Lingkungan yangTerabaikan

Amru Lubis - Sabtu, 29 Maret 2025 05:03 WIB
WoDEF 2025: Eksploitasi Hewan Akuatik dan Krisis Lingkungan yangTerabaikan

Yogyakarta I Sumut24. co
Hari ini, dunia memperingati World Day for the End ofFishing and Fish Farming (WoDEF), para pegiat di seluruh dunia menyerukan perhatianterhadap penderitaan hewan akuatik—miliaran di antaranya dieksploitasi dan dibunuh setiap tahun dalam industri perikanan dan akuakultur.

Baca Juga:

Meskipun mereka adalahmakhluk yang cerdas dan memiliki perasaan, ikan dan hewan laut lainnya seringmengalami perlakuan tidak manusiawi, praktik yang tidak berkelanjutan, sertaperusakan lingkungan.

Secara global, diperkirakan hingga 1,1-2,2 triliun ikan liar ditangkap setiap tahun,sementara 124 miliar ikan budidaya dibunuh untuk konsumsi. Banyak yangmengalami penderitaan selama berjam-jam sebelum mati—dibuang isi perutnya saatmasih hidup, mati lemas, atau dibunuh dengan metode yang menyakitkan.

Dalambudidaya, ikan hidup dalam kondisi padat, kekurangan oksigen, dan rentan terhadappenyakit. Sementara itu, dalam budidaya udang, pemotongan tangkai mata dilakukansecara menyakitkan untuk mempercepat reproduksi.

Menurut PBB, ekosistem laut terus-menerus berada dalam risiko akibat eksploitasiberlebihan serta praktik penangkapan ikan ilegal. Sekitar dua pertiga (64%) stok ikandiklasifikasikan sebagai dieksploitasi secara berlebihan, dan 23% telah sepenuhnyadieksploitasi—artinya, ikan ditangkap lebih cepat daripada kemampuan mereka untukbereproduksi dan memulihkan populasi mereka.

Dampak Lingkungan yang Mengkhawatirkan
Eksploitasi hewan akuatik jarang menjadi sorotan dalam diskusi kesejahteraan hewandan krisis lingkungan. Padahal, perikanan skala besar mempercepat overfishing,mengganggu keseimbangan ekosistem laut, dan menyebabkan kepunahan spesies.

Budidaya ikan yang tidak berkelanjutan juga merusak ekosistem dan mengganggukeseimbangan biodiversitas. Industri perikanan juga menjadi penyumbang besar polusi laut. Investigasi terhadapGreat Pacific Garbage Patch mengungkap bahwa 46% sampah terapung terbesar didunia berasal dari jaring ikan, dengan sebagian besar sisanya juga terkait industriperikanan.

Setiap tahun, sekitar 600.000–800.000 ton jaring yang hilang atauditinggalkan mencemari lautan, dan plastiknya butuh hingga 600 tahun untuk terurai,dan terus melepaskan mikroplastik. Akibatnya, lebih dari 100.000 paus, lumba-lumba,anjing laut, dan penyu mati terjerat dalam alat tangkap yang terbengkalai.

Di sisi lain, budidaya ikan menghasilkan limbah dalam jumlah besar yang mencemariperairan, termasuk kotoran ikan, sisa pakan, dan bahan kimia beracun seperti antibiotikdan pestisida. Tambak udang dan ikan sering kali mengakibatkan kerusakan hutanbakau, yang berfungsi sebagai penyerap karbon alami dan habitat penting bagikeanekaragaman hayati pesisir.

WoDEF 2025: Saatnya Bertindak
Untuk memperingati WoDEF tahun ini, 190 organisasi di seluruh dunia mengadakanberbagai aksi untuk mengungkap dampak industri perikanan dan budidaya ikan.

Di Indonesia, Animal Friends Jogja telah menyelenggarakan talk show bersama LoveJogja FM pada 26 Maret 2025 untuk membahas realitas di balik industri perikananserta mengeksplorasi alternatif yang lebih etis dan berkelanjutan.

"Eksploitasi ikan melalui overfishing, terutama dengan metode tidak berkelanjutanseperti cantrang, menangkap ikan yang belum dewasa, merusak terumbu karang, danmengganggu ekosistem pesisir Jawa. Akibatnya, populasi ikan menurun, bermigrasi,dan kehilangan habitat. Kerusakan terumbu karang serta berkurangnya spesies menghambat regenerasi ikan, mengancam keberlanjutan ekosistem laut, danmenciptakan "kiamat kecil" di perairan utara Jawa," ujar Wahyu Eka Styawan, DirekturWALHI Jawa Timur.

Menanggapi hal ini, Lilo Dwi Julianto, Pegiat Kesejahteraan Hewan dari Animal FriendsJogja, menekankan pentingnya kesadaran terhadap kesejahteraan hewan akuatik."Saatnya industri dan pemerintah mengambil langkah nyata untuk menghentikaneksploitasi ikan dan memastikan praktik perikanan yang lebih etis. Tanpa regulasi yangketat dan transisi ke sistem yang lebih berkelanjutan, kita hanya akan mempercepatkrisis ekologis yang berdampak pada masyarakat luas." tutupnya dalam sesi talkshow.(red)



Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Amru Lubis
Sumber
:
SHARE:
Tags
beritaTerkait
komentar
beritaTerbaru