Mr.Gele Harun Nasution Pejuang dan Penggagas Provinsi Lampung

 

Catatan : Ali Sati Nasution*

SELAIN berjuang melawan penjajah, Mr.Gele Harun Nasution berperan dalam pembentukan Lampung sebagai provinsi. Gele Harun sempat menjadi anggota Dewan Konstituante pada tahun 1956-1959 dan anggota DPR-GR/MPRS dari Fraksi PNI periode 1965-1968. Selepas itu, dia kembali pada profesi lamanya, yakni sebagai advokat.

Yang membuat decak kagum beliau berkiprah bukan di kampung asalnya Tapanuli Selatan atau Sumatera Utara misalnya. Tetapi jauh melapaui batas-batas wilah dan sempat melakukan dobrakan berdirinya Provinsi Lampung. Padahal ini daerah orang, bukan kampung sendiri.Tetapi beliau berpikir untuk kemajuan nusantara, memotong keterisoliran yang sekian lama mendera rakyat Lampung.

Mr. Gele Harun Nasution (6 Desember 1910 – 4 April 1973). Meninggal 4 April 1973 (umur 62) Bandar Lampung, Lampung. Makam TPU Kebon Jahe, Bandar Lampung. Beliau berasal dari Mandailing dan lahir di Kota Teluk Tapian Nauli Sibolga. Sebelum menjadi politisi ia adalah Residen Lampung Masa jabatan 1950–1955.

Belum lama ini beliau donobatkan Pahlawan asal Lampung, Gele Harun Nasution diganjar piagam dari Bupati Lampung Barat, Parosil Mabsus ketika perayaan HUT RI ke-77 pada 17 Agustus 2022 lalu.

Adapun piagam yang disiapkan Bupati Lampung Barat, Parosil Mabsus tersebut akan diberikan kepada Zulkarnaen Gele Harun Nasution -putra bungsu Almarhum Gele Harun Nasution yang saat ini menetap di Kota Bandar Lampung. Piagam yang dipersiapkan itu telah diteken oleh Parosil Mabsus pada 15 Agustus 2022.Pada 10 November 2015 lalu, pria berdarah Mandailing tersebut akhirnya ditetapkan sebagai Pahlawan Daerah Lampung.

Sebelumnya, pada 5 Januari 1949, Gele Harun Nasution pernah mengemban jabatan sebagai acting Residen Lampung (kepala pemerintahan darurat) menggantikan Residen Rukadi.

Baru sebentar bertugas, pada 18 Januari 1949, Gele Harun Nasution terpaksa memindahkan keresidenan dari Pringsewu ke Talang Padang. Hal ini dilakukan karena Belanda telah memasuki kawasan Pringsewu.

Serangan Belanda yang begitu bertubi-tubi, membuat Gele Harun kembali memindahkan pemerintahan darurat ke pegunungan Bukit Barisan di Desa Pulau Panggung, dan terakhir hingga ke Sumber Jaya, Lampung Barat.

Usai melaksanakan perjuangannya itu, Gele Harun Nasution kembali ke Tanjungkarang. Dan kemudian ia diangkat menjadi Ketua Pengadilan Negeri pada 1 Januari 1950.

Setelahnya lagi, ia diangkat kembali menjadi Residen Lampung yang definitif pada tanggal 1 Januari 1950 hingga 7 Oktober 1955.

Setelah semua itu, Gele Harun Nasution kemudian kembali pada profesi lamanya sebagai advokat. Profesi pengacara itu ditekuninya hingga mengembuskan napas terakhir pada 4 April 1973 di usia ke 62 tahun.

Kariernya sebagai advokat ditekuninya sejak tahun 1938 sampai tahun 1942. Soal kariernya sebagai advokat, Gele Harun Nasution pada tahun 1930-an, menempuh studi ke Sekolah Hakim Tinggi di Leiden, Belanda, hingga memperoleh gelar meester in de rechten (Mr).

Pada waktu yang bersamaan kakaknya, Ida Loe-mongga Nasution juga menempuh perkuliahan di negeri kincir angin itu dan ia perempuan pertama Indonesia yang meraih gelar doktor. Semua itu termotifasi dengan pemikiran ayah mereka Harun Al- Rasyid Nasution yang berpikiran maju.

Menjelang tahun 1939, ia kembali ke Lampung dan membuka kantor bantuan hukum pertama. Gele Harun Nasution bahkan sempat menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Tanjungkarang sejak tahun 1942 sampai tahun 1945.

Sebelumnya lagi, ia pernah menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri merangkap Ketua Mahkamah Militer Sumatra Selatan sejak tahun 1945 sampai tahun 1948.

Gele Harun Nasution termasuk dalam 100 tokoh terkemuka asal Lampung yang ditulis oleh Amiruddin Sormin .Tak heran bila kemudian pahlawan asal Lampung Gele Harun Nasution diganjar piagam pada HUT RI ke-77 tahun 2022 ini.

Ayahnya seorang dokter, bernama Harun Al-Rasyid Nasution yang dikenal memiliki tanah yang sangat luas di Tanjungkarang Timur.

Pada tahun 1945, ia memulai perjuangannya dari Angkatan Pemuda Indonesia (API) dengan menjadi ketuanya. Tetapi aktivitas itu terhenti saat ia ditugaskan menjadi hakim di Mahkamah Militer Palembang, Sumatra Selatan tahun 1947 dengan pangkat letnan kolonel (tituler). Dengan adanya ultimatum dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Hubertus van Mook, yang mengharuskan seluruh tentara Indonesia termasuk hakim militer angkat kaki dari Palembang, Gele Harun memutuskan kembali ke Lampung dan bergabung kembali dengan API hingga ikut mengangkat senjata saat Agresi Militer Belanda II tahun 1948.

Pada 5 Januari 1949, Gele Harun diangkat sebagai acting Residen Lampung (kepala pemerintahan darurat) menggantikan Residen Rukadi. Baru sebentar bertugas, pada 18 Januari 1949, Gele Harun terpaksa memindahkan keresidenan dari Pringsewu ke Talangpadang. Hal ini dilakukan karena Belanda telah memasuki kawasan Pringsewu. Serangan Belanda yang begitu bertubi-tubi, membuat Gele Harun kembali memindahkan pemerintahan darurat ke pegunungan Bukit Barisan di Desa Pulau Panggung, dan terakhir hingga ke Desa Sukaraja Way Tenong, Lampung Barat.

Saat di Waytenong, Gele Harun tinggal di kediaman Pesirah Sedamit sementara Pasukanya tinggal di Desa Mutar Alam. Selama 6 bulan, Gele Harun mengendali-kan keresidenan di Way Tenong . Dibantu oleh masyarakat Way Tenong Gele Harun terus Berjuang melawan Belanda.

 

Belanda menggempur wilayah Way Tenong secara bertubi tubi Bom berjatuhan Di desa Mutar Alam, Tanjung Raya dan Sukananti, kondisi inilah yang menyebabkan sulitnya pasokan obat-obatan hal ini menyebabkan putri Gele Harun Herlinawati meninggal dunia saat berusia delapan bulan.

Jasadnya dimakamkan di TPU Desa Sukaraja Way Tenong . Gele Harun dan pasukannya keluar dari Waytenong setelah gencatan senjata antara Indonesia-Belanda pada 15 Agustus 1949. Gele Harun dan pasukannya baru kembali ke Tanjungkarang setelah penyerahan kedaulatan pada 27 Desember 1949.

Sekembalinya ke Tanjungkarang, ia diangkat menjadi Ketua Pengadilan Negeri pada 1 Januari 1950. Lalu ia diangkat kembali menjadi Residen Lampung yang “definitif” pada tanggal 1 Januari 1950 hingga 7 Oktober 1955.

Selain berjuang melawan penjajah, Gele Harun berperan dalam pembentukan Lampung sebagai provinsi. Gele Harun sempat menjadi anggota Dewan Konstituante pada tahun 1956 hingga 1959 dan anggota DPR-GR/MPRS dari fraksi PNI periode 1965-1968.

Selepas itu, dia kembali pada profesi lamanya, yakni sebagai advokat. Profesi pengacara itu ditekuninya hingga mengembuskan napas terakhir pada 4 April 1973. Gele Harun wafat di usia 62 tahun. Jasadnya dimakamkan di TPU Kebonjahe, Enggal, Bandar Lampung.*