MEDAN | SUMUT24
Meskipun perayaan natal dan tahun baru sudah berlalu, namun harga daging sapi di pasaran masih bertahan mahal mencapai Rp105.000 hingga Rp110.000 per kilogram.
Baca Juga:
Hal ini dicurigai adanya permainan kartel daging di Sumatera Utara. Untuk itu, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kantor Wilayah Perwakilan Daerah (KPD) Medan akan terus melakukan pengusutan dan pendalaman terhadap permasalahan yang terjadi tersebut.
“Sampai saat ini belum ada ditemukan adanya dugaan kartel, namun kami terus mendalami kasus ini sebagai tahap awal menyikapi kenaikan harga daging sapi yang cenderung bertahan di atas harga Rp105.000 per kilogram,” kata Kepala KPPU KPD Medan Abdul Hakim Pasaribu, Selasa (12/1).
Pihaknya masih melakukan penelitian apakah harga ini disebabkan pasokan yang berkurang atau memang harga di tingkat feedloater (perusahaan penggemukan sapi) yang naik? Karena kalau dilihat dari siklus ekonomi sudah tidak ada hari raya atau hari besar, dimana konsumsi daging sapi meningkat.
“Tapi kenapa harga daging sapi tetap bertahan di atas Rp105.000 per kilogram? Apakah ada penahanan stok atau perilaku kartel, itu sekarang menjadi penelitian awal kami. Dan akan melakukan pengusutan sampai tuntas,” tegasnya seraya mengatakan, kalau di Jakarta kasus seperti ini sudah menjadi perkara adanya dugaan kartel daging sapi.
Pendalaman masalah ini tidak ada laporan dari masyarakat, namun dilakukan berdasarkan informasi yang ada di pasar sehingga pihaknya melakukan penelitian inisiatif terhadap kasus ini. “Apabila ditemukan ada indikasi perlaku penimbunan atau penahanan stok yang berakibat pada harga yang stabil mahal, bisa diusulkan kepada pimpinan untuk masuk tahap penyelidikan. Namun dalam tahap penelitian ini, kami akan berkoordinasi dengan instansi terkait seperti Dinas Peternakan, Disperindag, perusahaan yang memiliki sapi (feedloater), dan rumah potong hewan,” jelasnya.
Dalam tahap penelitian ini, katanya, pihaknya sudah melakukan survei ke 10 pasar di Kota Medan dan meminta keterangan dari para pedagang, serta sudah melakukan diskusi dengan pihak rumah potong hewan. “Penelitian akan terus dilakukan sampai kita mendapatkan akar permasalahannya. Kalau akar masalahnya adalah perilaku yang diduga melanggar UU No.5/1999, maka bisa diusulkan masuk ke tahap penyelidikan,” ujarnya.
Dia menyebutkan, dari hasil sidak dan keterangan dari para pedagang daging sapi, harga yang bertahan mahal tersebut disebabkan harga beli dari pedagang besar atau feedloater naik, meskipun pasokan ada. “Pedagang gak tau penyebabnya harga naik, karena beli dari sumbernya sudah memang naik. Namun sumbernya sebagai pedagang besar ini kami belum memiliki data lengkapnya. Namun itu yang akan kami dalami dalam tahap awal ini,” tegasnya.
Sementara itu, pantauan di Pusat Pasar Medan, harga daging sapi masih bertahan mahal di kisaran Rp105.000 hingga Rp110.000 per kilogram. Harga tersebut sudah terjadi sejak 30 Desember 2015 lalu. Agus,30, salah seorang pedagang daging sapi di Pusat Pasar Medan menyebutkan, masih mahalnya harga daging sapi tersebut dikarenakan harga pengambilan dari perusahaan sapi dinaikkan, sehingga para pedagang terpaksa menjual harga dengan harga masih bertahan mahal.
“Mau nggak mau kami harus tetap jual dengan harga tinggi, karena dari perusahaan pengambilan sapi memang dinaikkan harganya,” ujarnya.
Akibat tingginya harga daging sapi tersebut, katanya, omzet penjualan daging yang ia jual mengalami penurunan hingga 25 persen. “Kalau sudah mahal gini, sudah pasti jualnya pun jadi susah. Penjualan menurun sekitar 25 persen dari biasanya. Kalau biasanya sehari bisa 1-2 ekor, kini satu ekor bisa sampai dua hari baru habis,” ujarnya.
Hal yang sama juga dikatakan Murni, 52, yang juga pedagang daging sapi di Pusat Pasar Medan. “Bagaimana mau laku terjual, kalau harganya mahal seperti ini. Yang beli ya langganan biasa rumah makan dan restoran,” pungkasnya.(nis)
Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di
Google News