Dirut Bank Sumut Salah Kaprah, Taunya Cuma Minta Modal

MEDAN|SUMUT24

Apa yang menjadi alasan mengapa hingga saat ini Bank Sumut masih menahan laba Pemrpovsu sebesar Rp 123, 380.000.000 miliar, sesuai dengan tahun buku 2014 sampai dengan saat ini, masih belum jelas.

Penahanan laba itu akan menjadi tanda tanya besar. Karena, tidak ada alasan yang tepat untuk menunggak laba tersebut, sekalipun ada kewajiban Pemprovsu yang belum diberikan kepada PT Bank Sumut.

“Kalau jumlahnya sudah sampai sebesar itu, namun belum ada kejelasnya, berarti hal itu akan menjadi tanda tanya dan PR bagi Komisi C DPRD Sumut untuk segera memanggil Bank Sumut,”ujar anggota DPRD SU Sutrisno Pangaribuan, Rabu (13/1).

Selanjutnya, politisi dari partai PDI P ini pun meminta agar Pemprovsu segera mengambil laba tersebut. Menurutnya, yang namanya laba itu sudah pasti jelas perhitunganya. Sutrisno juga merasa heran, mengapa Bank Sumut selalu meminta dana penyertaan modal kepada Pemprovsu, jika memang dana laba Pemprovsu di bank itu memang ada.

“Sudah salah kaprah, Pemprovsu punya laba. Kenapa Bank Sumut selalu minta penyertaan modal,” ujarnya.

Soal dana penyertaan modal ke Bank Sumut ini, Sutrisno menjelaskan bahwa sesuai dengan hasil kesimpulan rapat kerja terakhir bulan Desember 2015 lalu, hingga saat ini pihaknya belum izinkan diberikanya dana penyertaan modal itu ke Bank Sumut dan juga pada semua BUMD Pemprovsu. Karena, semua BUMD belum menunjukan tanda-tanda perubahan ke arah yang lebih baik.

Artinya, pihaknya masih menganggap modal yang disertakan sebelumnya, tidak ada timbal baliknya. Jadi mengapa harus disertakan modal lagi.

Sutrisno Pangaribuan, yang sebelumnya duduk sebagai anggota Komisi A dan saat ini menjadi anggota Komisi C DPRD Sumut ini juga mengungkapkan, bahwa seluruh BUMD Pemprovsu perlu untuk direstrukturnisasi.

Soal kinerja jajaran direksi dan Direktur Utama Bank Sumut yang saat ini dijabat oleh Eddi Rizlianto, Sutrisno mengaku belum melihat adanya terobosan yang signifikan, dan belum terlihat menuju ke arah perbaikan.

“Untuk lebih kongkrit sikap yang akan kita lakukan, kita akan segera jadwalkan RDP (rapat dengar pendapat) dengan Bank Sumut,”tegasnya.

Diakhir keteranganya itu, Sutrisno juga mengungkapkan, bahwa dalam rapat internal sudah dibahas untuk segera membentuk Pansus terkait dengan pendapatan daerah. Semua sektor-sektor yang punya kolerasi dengan pendapat daerah akan diperiksa.
Ditanya, apakah hal tersebut berarti jika pansus menemukan hal yang tidak benar dalam pengelolaan, khususnya di Bank Sumut, pihaknya akan memberikan referensi agar Dirut Bank Sumut segera diganti.
Menanggapi hal ini, Sutrisno tak memungkiri kemungkinan hal tersebut dapat saja terjadi.

“Kita minta aja dari bank-bank lain, terntunya mereka punya stok orang yang mumpuni untuk membentuk dan membuat Bank Sumut sehat,”tandasnya mengakhiri.

Sebagai salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang seharusnya membantu pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan pembangunan daerah, PT Bank Sumut diduga malah berbuat yang sebaliknya.

Kepada SUMUT24 saebelumnya, anggota DPRD Sumut, Muhri Fauzi Hafidz menyebutkan, ditahanya laba Pemprovsu secara system akunting dan perbankan memang diperbolehkan. Namun, Bank Sumut, harus menjelaskan maksud dan tujuan penggunaan laba yang ditahan tersebut. Apakah untuk memperkuat posisi kas, atau untuk yang lain.

“Saya pikir, jumlahnya harus rasional. Mengingat, dalam banyak kasus, laba ditahan menunjukan upaya Window Dressing pada laporan keuangan entitas,”ujarnya.

Muhri juga meminta agar Pemprovsu segera mengambil laba tersebut, sehingga dapat digunakan untuk untuk pembiayaan pembangunan. Dan hal ini akan menjadi momentum tepat bagi PT Bank Sumut untuk membuktikan, sebagai BUMD Bank Sumut ikut berperanserta dalam mendukung berjalannya pembangunan daerah.

Sebelumnya, surat laporan masyarakat yang meminta agar Direksi dan Komisaris PT Bank Sumut di evaluasi, pernah diterima oleh redaksi SUMUT24 beberapa waktu yang lalu.

Dalam surat yang juga ditujukan kepada Plt Gubsu Ir H T Erry Niradi, selaku pemegang saham pengendali dan bebrapa anggota DPRD Sumut tersebut mencantumkan, bahwa neraca publikasi laporan keuangan PT Bank Sumut per 30 Desember 2015 lalu, mendapat sorotan banyak pihak.

Pasalnya, dalam laporan keuangan tersebut terpampang kinerja bank daerah ini dalam kondisi yang sangat mengkhawatirkan. Hal itu terlihat dari berbagai rasio keuanganya yang semakin memburuk, terutama kemampuan perolehan laba yang semakin menurun dan tingginya rasio kredit macet atau NPL.

Pada posisi 30 September 2015 itu, perolehan pajak yang tercatat sebesar Rp 488 M turun -9,29%, dibanding periode yang sama pada 30 Sept 2014 lalu, sebesar Rp 538 M.

Hal ini menunjukan bahwa Direksi Bank Sumut tidak mampu menjalankan bisnis dengan baik. Bahwa, penurunan laba tersebut akibat pendapatan bunga bersih hanya 1,41% dibanding posisi 30 Sept 2014 lalu, karena peningkatan beban bunga dana sebesar 16,55%, yang tidak diimbangi dengan peningkatan pendapatan bunga kredit yang hanya tumbuh sebesar 6,75%.

Pendapatan bunga kredit rendah akibat tidak berjalanya fungsi intermediasi berupa penyaluran kredit yang tercermin dari posisi Sept 2014 sebesar Rp 18,9 T, hanya tumbuh 6,95% dari posisi Sept 2014 sebesar Rp 17,7 T.

Pertumbuhan ini di bawah pertumbuhan kredit perbankan Sumut yang tumbuh sebesar 7,74%. Meskipun dana pihak ketiga (DPK) Bank Sumut pada posisi September 2015 tumbuh 16,75%, namun pertumbuhan DPK itu karena meningkatnya dana Giro yang didominasi Giro Pemerintah/Pemda sebesar Rp12,3T, atau tumbuh 25,04% dari Sept 2014 sebesar Rp 9,8T.

Pertumbuhan kredit yang sangat kecil mengakibatkan rasio LDR Bank Sumut per Sept 2015 terus turun menjadi 76,38% dari sebelumnya Sept 2014 sebesar 80,88%, dan posisi Sept 2013 sebesar 88,81%.

Ketidakmampuan ekspansi kredit itu ternyata juga diikuti dengan semakin memburuknya rasio kredit bermasalah (NPL Gross), yang pada posisi Sept 2015 semakin parah yaitu 6,78% dari sebelumnya Sept 2014 sebesar 5,60% dan posisi Sept 2013 sebesar 3,89%.

Rasio NPL Gross posisi Sept 2015 sebesar 6,79% ini sudah sangat mengkhawatirkan, karena jauh diatas rata-rata rasio NPL perbankan di Sumut sekitar 3,04% atau nasional sekitar 2,54%. Pada saat Direksi sekarang ini bertugas sejak Juni 2013 lalu, posisi NPL masih 3,70%.

Setelah Direksi lengkap, dan ditambah dengan Direktur Utama, rasio NPL semakin lama semakin memburuk, hingga akhirnya hampir mencapai 7%.

Surat tersebut juga menyampaikan, bahwa peringkat obligasi Bak Sumut dalam dua tahun terakhir juga terus mengalami penurunan berdasarkan hasil rating lembaga pemeringkat Pefindo yang diakibatkan oleh kualitas asset bank yang terus memburuk dan minimnya permodalan.

Demikian juga dengan tingkat kesehatan Bank Sumut, berdasarkan penilaian OJK dikabarkan terus menerus merosot dari waktu ke waktu. (dd)