Jakarta | Sumut24
Pihak keluarga Allya Siska Nadya, korban dugaan malpraktik klinik Chiropractic First di Pondok Indah Mall (PIM) 1 keberatan jasad anaknya diatuopsi. Sambil bersedih, Ayah Allya, Alfian Helmi Hasjim menjelaskan jenazah almarhumah putrinya sudah dimakamkam lima bulan, sehingga tak ada gunanya diautopsi.
“Seandainya itu dilakukan di awal-awal, kami tak keberatan. Tapi, setelah 5 bulan (dimakamkan), maka kami lihat seperti tak ada gunanya,” ujar Helmi saat jumpa pers di resto Laguna, Senayan, Jakarta, Jumat (8/1/2015).
Helmi menceritakan, pihak keluarga melaporkan kasus dugaan malpraktik itu ke Polda Metro pada 12 Agustus 2015, saat itu belum ada permintaan autopsi. Menurutnya, permintaan autopsi harusnya dilakukan pada bulan Agustus juga.
“12 Agustus lapor ke Polda Metro, laporan diterima. Kurang dari dua minggu, kami dipanggil lagi kalau kasus masuk ke tingkat penyelidikan, kami diambil berita acara pemeriksaan (BAP, red),” ujar Helmi yang didampingi kuasa hukum keluarga, Rosita P. Radjah.
Dia mengatakan sampai BAP, pihak Polda saat itu belum meminta melakukan autopsi. Sementara, Helmi sekeluarga awam terkait persoalan teknis seperti autopsi.
“Belum ada dorongan dari Polda untuk lakukan izin autopsi. Kami awam, tidak tahu soal ini. Kami pikir itu bisa dengan menggunakan ahli-ahli serta kemajuan iptek,” tuturnya dengan nada lirih.
Bila proses autopsi terhadap anak bungsunya diminta sekarang, maka Helmi mengaku keberatan. Alasannya, karena jasad sudah lama dimakamkan selama 5 bulan. Ia juga sudah meminta saran dari orang ahli di bidangnya serta dokter bahwa jenazah yang sudah lima bulan dimakamkan sulit untuk diautopsi.
“Dalam sekarang ini berarti 5 bulan setelah kematiannya adalah suatu hal sia-sia. Setelah 5 bulan itu jasad tinggal tulang, tak ada jaringan tubuh yang tersisa. Pernyataan ahli, dokter yang kami tanyakan, sudah tak berguna kalai dilakukan autopsi, karena terlalu lama,” kata Helmi dengan suara menahan tangis.
Keyakinan sebagai seorang muslim, menurut Helmi juga menjadi alasan lain bahwa keluarga tak mengizinkan autopsi. Berbeda bila permintaan autopsi dilakukan tak lama setelah meninggalnya Siska.
“Terakhir ini masalah keyakinan saya. Sebagai seorang Islam, muslim, tolong dihormati keyakinan saya. Biarkan anak saya tenang di alam kubur sana,” ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes (Pol) Krishna Murti mengatakan pihak kepolisian kesulitan karena pihak keluarga korban menolak untuk autopsi jenazah Siska.
“Sekarang untuk membuktikan adanya malpraktik itu kan harus ada visum, apalagi kalau sampai meninggal itu harus diautopsi. Persoalannya keluarga tidak mau korban diautopsi,” kata Krishna di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (7/1).(dtc)