Sabtu, 27 Desember 2025

Kepemimpinan Ijeck di Golkar Sumut: Stabil Elektoral, Rapuh Institusional

Administrator - Sabtu, 27 Desember 2025 14:32 WIB
Kepemimpinan Ijeck di Golkar Sumut: Stabil Elektoral, Rapuh Institusional
Istimewa
Baca Juga:

Medan — Dari sudut pandang akademik, kepemimpinan Musa Rajekshah (Ijeck) di Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Sumatera Utara merepresentasikan sebuah paradoks klasik dalam politik kepartaian Indonesia: stabil secara elektoral, namun rapuh secara institusional.
Selama periode kepemimpinan Ijeck, Golkar tetap menjadi kekuatan politik dominan di Sumatera Utara. Partai berlambang pohon beringin ini konsisten meraih hasil signifikan dalam pemilu legislatif serta mampu menjaga konsolidasi jaringan elite daerah. Namun, stabilitas tersebut dinilai lebih bertumpu pada kapasitas personal, sumber daya politik, dan jejaring kekuasaan sang ketua, bukan pada penguatan mekanisme organisasi partai yang demokratis, transparan, dan berkelanjutan.
Secara teoritis, partai politik modern tidak hanya dituntut kuat secara elektoral, tetapi juga sehat secara internal. Demokrasi internal, kaderisasi, dan tata kelola organisasi menjadi fondasi utama. Namun realitas tersebut bukan hanya problem Golkar Sumut, melainkan cerminan dilema Golkar secara nasional—partai besar yang kerap menjadi instrumen penting dalam real politik kekuasaan.
"Jika Ketua Umum Airlangga Hartarto saja dapat digeser secara brutal oleh dinamika elite nasional, maka persoalan yang menimpa Musa Rajekshah sesungguhnya hanyalah fragmen kecil dari krisis struktural Golkar mutakhir," ujar seorang pengamat politik.
Dalam konteks Golkar kekinian, termasuk di Sumatera Utara, sentralitas kepemimpinan menunjukkan kecenderungan pemiskinan nalar pengambilan keputusan. Dalam jangka pendek, pola ini memang efektif dan menghasilkan kesan soliditas. Namun dalam jangka panjang, ia berpotensi melemahkan kaderisasi, menutup ruang partisipasi internal, dan menyimpan konflik laten di tubuh partai.
Pergantian Mendadak Plt Ketua: Sinyal Masalah Tata Kelola
Pergantian mendadak Pelaksana Tugas (Plt) Ketua DPD Golkar Sumut menjadi sinyal serius yang, secara akademik, patut dibaca sebagai problem tata kelola partai, bukan semata urusan teknis organisasi. Dalam ilmu politik, perubahan kepemimpinan yang tiba-tiba dan minim penjelasan publik biasanya mengindikasikan ketegangan elite, intervensi struktural dari pusat, atau ketidakselarasan kepentingan politik komando.
Yang mengherankan, peristiwa ini justru terjadi bukan menjelang momentum elektoral. Padahal, secara logika politik, Musa Rajekshah telah menunjukkan kinerja elektoral yang dapat diukur dan dinilai berhasil.
Bahkan, Ijeck dinilai "dizalimi" karena hak politiknya dirampas untuk maju pada Pilgub Sumut 2024, meski memiliki modal elektoral dan legitimasi organisasi. Menariknya, ia memilih tidak memberontak, berbeda dengan Akhyar Nasution di Medan yang tetap maju dalam Pilkada meski kehilangan dukungan partai.
Fenomena ini memperkuat tesis bahwa Golkar, meskipun dikenal sebagai partai mapan, masih beroperasi dengan logika oligarkis. Keputusan strategis sering kali ditentukan oleh kompromi elite nasional, bukan aspirasi kader daerah. Jika pola ini terus dibiarkan, dampaknya bisa berupa demoralisasi kader, erosi kepercayaan publik, dan melemahnya basis akar rumput.
Tantangan Golkar Sumut: Transformasi Kelembagaan
Seorang ilmuwan politik akan melihat bahwa tantangan utama Golkar Sumatera Utara hari ini bukan terletak pada figur semata, melainkan pada kebutuhan mendesak akan transformasi kelembagaan. Tanpa pembenahan tata kelola internal, transparansi kepemimpinan, serta penghormatan terhadap mekanisme organisasi, Golkar berisiko terjebak dalam paradoks berbahaya: kuat dalam kekuasaan, tetapi lemah dalam demokrasi internal.
Catatan Tambahan
Dalam sebuah ceramah pembekalan legislator Partai Golkar Sumut pada Juli lalu, muncul pertanyaan kritis dari peserta asal Dairi: "Golkar Sumut akan bermusyawarah pergantian pengurus. Siapa figur yang tepat memimpin ke depan?"
Jawaban yang disampaikan saat itu cukup lugas:
"Ada kriteria kinerja yang pernah dirumuskan sendiri oleh Golkar Sumut di bawah kepemimpinan Ijeck—merebut Sumut 1, menggembleng sejuta kader, dan memenangkan pemilu. Jika prestasi dijadikan patokan objektif, maka Ijeck tidak semestinya disamanasibkan dengan Airlangga."
Pernyataan tersebut kini terasa relevan, seiring dinamika internal Golkar yang kembali menegaskan satu pertanyaan mendasar: apakah partai ini benar-benar menghargai prestasi kader, atau sekadar tunduk pada kehendak elite kekuasaan pusat?.rel

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Ismail Nasution
Sumber
:
SHARE:
Tags
beritaTerkait
Golkar Sumut Turun Langsung Bantu Korban Bemcana
Ijeck Tegaskan Pemuda Pancasila Hadir untuk Kemanusiaan, Salurkan Bantuan ke Korban Bencana
Ijeck Serahkan Sepenuhnya ke Bahlil
Berhentikan Ijeck, Bahlil Pengkhianat GOLKAR
Golkar Sumut di Bawah Ijeck: Stabil Elektoral, Rapuh Institusional
DPP Golkar Dinilai Abaikan Sumut: Dua Kali Ajukan Musda, DPD Golkar “Tak Dianggap” Meski Jadi Juara Pemilu
komentar
beritaTerbaru