Bencana Sumatera dan Penghargaan PBB
Bencana Sumatera dan Penghargaan PBB
kota
Baca Juga:
Ketimpangan Fiskal dan Ketergantungan pada Pusat
Siregar menyoroti masalah klasik bagi hasil keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Menurutnya, struktur fiskal Sumatera Utara masih sangat tergantung pada transfer pusat seperti Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH).
"Kemandirian fiskal daerah kita masih rendah. Hampir seluruh kabupaten dan kota di Sumut bergantung pada transfer dari pusat. Akibatnya, ruang gerak pembangunan lokal sempit dan inovasi kebijakan terbatas," ujarnya.
Ia menyebut, data Kementerian Keuangan dan BPS menunjukkan bahwa lebih dari 60 persen APBD di sejumlah kabupaten bersumber dari dana transfer pusat. Kondisi itu menandakan lemahnya basis ekonomi produktif lokal.
Dampak Ekstraktivisme dan Proyek Strategis Nasional (PSN)
Selain persoalan fiskal, Siregar menyoroti dampak ekstraktivisme dan proyek infrastruktur besar (PSN) di Sumut yang kerap menimbulkan ketimpangan baru. Ia mencontohkan proyek jalan tol dan kawasan industri yang memicu perubahan tata guna lahan secara besar-besaran tanpa kompensasi sosial memadai.
"Proyek strategis nasional memang membawa investasi dan infrastruktur, tetapi seringkali melahirkan luka sosial. Masyarakat kehilangan lahan, ekosistem rusak, dan kompensasi tidak jelas. Ini bentuk ketidakadilan pembangunan yang harus diawasi DPR di masa reses," tegasnya.
Ia menambahkan, data pemantauan hutan di Sumatera menunjukkan peningkatan laju kehilangan tutupan hutan akibat ekspansi sawit, tambang, dan pembangunan jalan tol. "Deforestasi dan kerusakan lingkungan akan berdampak jangka panjang terhadap ketahanan pangan dan bencana ekologis," ujarnya.
Konflik Pertanahan dan Hak Ulayat
Masalah lain yang disebut Siregar penting disorot adalah konflik agraria yang melibatkan perusahaan besar, BUMN perkebunan, dan masyarakat adat.
"Sumut itu laboratorium konflik agraria nasional. Sengketa antara PTPN, perusahaan sawit, dan komunitas adat masih tinggi. Reforma agraria yang dijanjikan sering mandek di tataran administrasi," katanya.
Ia menekankan perlunya anggota DPR turun langsung ke lapangan memverifikasi data peta konsesi dan peta wilayah adat yang masih tumpang tindih. "Tanpa keadilan agraria, pembangunan apa pun akan kehilangan fondasinya," tambah Siregar.
Kemiskinan Struktural dan Ketimpangan Wilayah
Menurut data BPS, tingkat kemiskinan Sumut pada September 2024 berada di angka 7,19 persen, setara dengan sekitar 1,11 juta jiwa, meskipun tren menurun dari 7,99 persen pada Maret 2024. Namun, Siregar menilai angka tersebut menutupi ketimpangan spasial yang lebar antara perkotaan dan pedesaan.
"Penurunan angka kemiskinan itu belum menunjukkan perubahan struktural. Banyak daerah pedesaan masih terjebak kemiskinan multidimensi: pendidikan rendah, akses kesehatan terbatas, dan infrastruktur minim," jelasnya.
Siregar juga menyoroti tingkat pengangguran terbuka (TPT) yang berada di kisaran 5 hingga 5,6 persen, serta dominasi pekerjaan informal di sektor pertanian dan jasa musiman. "Angka-angka itu menggambarkan masyarakat bekerja, tetapi tidak sejahtera," katanya.
Kelemahan Tata Kelola dan Kapasitas Pemerintahan
Siregar menilai lemahnya tata kelola dan kapasitas aparatur menjadi akar dari banyak masalah daerah. Ketergantungan pada proyek dan transfer pusat menyebabkan perencanaan pembangunan tidak berbasis data, serta membuka ruang bagi praktik korupsi dan inefisiensi.
"Kelemahan manajemen publik daerah dan lemahnya pengawasan DPRD sering membuat proyek besar berjalan tanpa kontrol. Ini yang seharusnya jadi perhatian serius saat reses: sejauh mana uang rakyat digunakan efektif?" tegasnya.
Seruan Agenda Reses yang Substantif
Untuk itu, Siregar mengusulkan agar masa reses DPR diarahkan pada penelusuran data lapangan secara granular — hingga tingkat desa. Ia mendorong para anggota DPR meminta langsung data BPS, Dinas Sosial, dan Dinas Pertanian terkait kemiskinan, pengangguran, serta program bantuan sosial di tiap wilayah.
"Jangan hanya mendengar aspirasi umum. DPR harus membawa daftar data konkret: berapa keluarga miskin per desa, siapa yang belum menerima bantuan, proyek PSN apa yang tidak punya AMDAL, dan berapa konflik agraria yang belum selesai," ujarnya.
DPR Harus Menjadi Pengawas Struktural
Di akhir wawancara, Siregar menegaskan bahwa masa reses seharusnya menjadi momentum untuk memperkuat fungsi pengawasan, bukan sekadar formalitas politik.
"Reses bukan waktu libur, tapi waktu bekerja di akar rumput. Kalau DPR mampu menelisik persoalan struktural seperti ketimpangan fiskal, konflik agraria, dan kemiskinan kronis, maka hasil reses akan bermakna bagi rakyat dan bagi kualitas demokrasi," pungkasnya.
Bencana Sumatera dan Penghargaan PBB
kota
sumut24.co TOBA, Semangat kebersamaan mendasari perayaan Natal Oikumene Pemerintah Kabupaten Toba 2025 yang dilaksanakan di Lapangan Kantor
News
Medan sumut24.co Dalam rangka menjaga dan memelihara situasi keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) agar tetap aman dan kondusif,
kota
Medan sumut24.co Suasana penuh sukacita dan kebersamaan mewarnai perayaan Natal Keluarga Besar Polrestabes Medan yang digelar di Lapangan
kota
Medan sumut24.co Suasana penuh sukacita dan kebersamaan mewarnai perayaan Natal Keluarga Besar Polrestabes Medan yang digelar di Lapangan
kota
Medan sumut24.co Langkah tegas Pemerintah Kota Medan di bawah kepemimpinan Walikota Medan Rico Waas bersama jajaran Polresta Medan yang di
kota
Medan sumut24.co Langkah tegas Pemerintah Kota Medan di bawah kepemimpinan Walikota Medan Rico Waas bersama jajaran Polresta Medan yang di
kota
sumut24.co MedanSebanyak 3.000 personel dari 21 kecamatan seKota Medan Gotong Royong Raya pada berbagai lokasi di Kecamatan Medan Helveti
kota
sumut24.co Banda AcehTelkomsel memastikan pemulihan jaringan telekomunikasi telah tuntas di seluruh 289 kecamatan yang tersebar di Provins
Umum
Tinjau Lokasi Paling Terdampak Banjir dan Longsor di Tapanuli Tengah, Gubernur Bobby Nasution Pastikan Rumah dan Infrastruktur akan Dibenahi
kota