Sabtu, 18 Oktober 2025

Hak Ulayat di Tengah Izin Korporasi, Tantangan Nyata Pemprov Sumut dalam Konflik Lahan TPL

Administrator - Jumat, 17 Oktober 2025 17:56 WIB
Hak Ulayat di Tengah Izin Korporasi, Tantangan Nyata Pemprov Sumut dalam Konflik Lahan TPL
Istimewa
Baca Juga:


MEDAN- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara (Sumut) kembali menyerukan penyelesaian konflik lahan antara masyarakat adat dan PT Toba Pulp Lestari (TPL) dengan pendekatan damai.

Komitmen itu disampaikan Asisten Pemerintahan Setdaprov Sumut, Basarin Yunus Tanjung. Namun, di tengah janji "win-win solution", masyarakat adat tampak masih menunggu langkah nyata pemerintah di lapangan.

Basarin menegaskan, konflik yang melibatkan TPL sudah berlangsung lama dan berakar dari perbedaan persepsi soal status lahan. Bagi masyarakat adat, tanah di sekitar Danau Toba merupakan hak ulayat yang diwariskan turun-temurun.

Sebaliknya, TPL mengklaim legalitas melalui izin konsesi dan Hak Guna Usaha (HGU) yang diterbitkan negara. Dua landasan hukum itu kini menjadi sumber ketegangan yang belum terselesaikan secara tuntas.

"Masyarakat merasa tanah mereka telah dikelola tanpa penyelesaian hak yang jelas. Sementara perusahaan memiliki dasar hukum dan izin resmi," ujar Basarin di Kantor Gubernur Sumut, Jumat (17/10).

Pernyataan ini memperlihatkan bahwa Pemprov lebih memilih menjadi mediator administratif ketimbang mengambil posisi tegas dalam konflik yang menyangkut hak dasar rakyat.

Pemprov memang telah menyurati pemerintah kabupaten di Simalungun dan Toba untuk memfasilitasi dialog. Namun, langkah itu belum mampu meredam ketegangan.

Di lapangan, gesekan masih muncul antara aparat keamanan, masyarakat, dan pihak perusahaan. Imbauan agar penyelesaian dilakukan tanpa intimidasi sering kali berhenti di tataran wacana, sementara praktik kriminalisasi terhadap warga adat terus membayangi.

Seruan "tanpa intimidasi" memang terdengar menenangkan, tetapi tanpa keberpihakan nyata terhadap korban, penyelesaian hanya akan berputar di meja rapat.

Masyarakat adat menuntut pengakuan hak, bukan sekadar mediasi. Dalam situasi ini, Pemprov seharusnya tak hanya menjadi penonton netral, melainkan penegak keadilan yang memastikan hukum berpihak pada yang lemah, bukan yang kuat secara legalitas ekonomi.

Basarin menyinggung akar sejarah konflik agraria di Sumut yang panjang dan kompleks. Sejak era kolonial Belanda tahun 1870, banyak tanah di Sumatera Timur dikuasai oleh perusahaan asing melalui konsesi yang diberi oleh kesultanan.

Sementara masyarakat di wilayah pegunungan, seperti Toba dan Humbang, hidup berdasarkan hukum adat. Namun, ketika negara modern lahir, sistem adat sering kali tersingkir oleh hukum positif yang berpihak pada korporasi.

Masalah semakin rumit ketika banyak lahan adat berpindah tangan karena lemahnya perlindungan hukum. Sebagian masyarakat menjual tanahnya karena tekanan ekonomi, sebagian lagi terpaksa menyerahkan lahan melalui kesepakatan yang tidak setara.

Dari sinilah muncul tumpang tindih antara peta adat dan izin HGU perusahaan, termasuk yang terjadi pada areal konsesi TPL.

Ironisnya, konflik yang menahun ini justru terus diwarisi dari satu periode pemerintahan ke periode berikutnya. Di atas kertas, pemerintah menjanjikan penyelesaian damai, tetapi di lapangan masyarakat adat kerap berhadapan dengan aparat bersenjata ketika menuntut haknya.

Basarin menyebut bahwa sejumlah kasus di daerah lain sudah mulai menemukan titik temu, seperti di Kabupaten Karo yang berhasil menyepakati lahan penggembalaan bersama.

Namun, penyelesaian semacam itu masih bersifat sporadis dan belum menyentuh akar konflik struktural antara kepentingan industri dan hak masyarakat adat di kawasan Danau Toba.

Sementara untuk kasus yang telah masuk ke ranah hukum, Pemprov memilih menunggu proses peradilan. Sikap hati-hati ini bisa dimaklumi, namun sekaligus memperlihatkan keterbatasan pemerintah daerah dalam melindungi rakyat adat.

Sebab, tanpa kehadiran negara yang aktif dan berpihak, "win-win solution" hanya akan menjadi jargon diplomatis sementara tanah leluhur tetap terancam menjadi sekadar angka dalam dokumen HGU.

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Ismail Nasution
Sumber
:
SHARE:
Tags
beritaTerkait
Pemprov Sumut Resmi Bebaskan Pajak Kendaraan: Warga Padang Lawas Diimbau Segera Manfaatkan Kesempatan Emas Ini
KAMAK Minta Kejatisu Serius Usut Keterlibatan DR di Proyek Sumut dan Jabatan di Pemprov Sumut
Pemprov Sumut Dinilai Gagal Antisipasi Inflasi, Pengamat: Kebijakan Terlambat
Kabar Gembira! Pemprov Sumut Gelar Pemutihan dan Diskon Pajak Kendaraan Bermotor 2025 Mulai 1 Oktober
DPPA Pemkab Simalungun Berkomitmen Penuhi Hak Anak Korban Kekerasan
Rekening ASN Pemprovsu 'Nyangkut' Judi Online, Hampir Semua OPD Tercemar
komentar
beritaTerbaru