Jumat, 10 Oktober 2025

Kasus Dugaan Kekerasan Santri Darul Falah: Kronologi, Klarifikasi Pesantren, dan Tuntutan Keluarga

Administrator - Sabtu, 27 September 2025 14:56 WIB
Kasus Dugaan Kekerasan Santri Darul Falah: Kronologi, Klarifikasi Pesantren, dan Tuntutan Keluarga
Istimewa
Baca Juga:

Labuhanbatu Selatan – Kasus dugaan penganiayaan terhadap seorang santri bernama Dafa Reihanda Fahrezi, Hafiz Al-Qur'an 30 juz yang juga siswa berprestasi di bidang fisika, di Pondok Pesantren Darul Falah Langga Payung, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, memicu keprihatinan luas. Peristiwa yang terjadi pada Kamis, 11 September 2025 ini kini telah masuk ke ranah hukum setelah keluarga melapor ke Polres Labuhanbatu Selatan.

Awal Kejadian

Menurut keterangan, insiden bermula ketika ustaz Ahmad Mubarak menegur Dafa saat kegiatan tahfidz. Teguran itu berujung emosi hingga ustaz menendang wajah dan punggung korban. Santri tersebut langsung dibawa ke UKS sebelum dirujuk ke Klinik Bersama di Desa Sukajadi untuk perawatan.

Orang tua korban yang datang pada hari berikutnya kaget melihat kondisi anaknya yang terbaring. Suasana di klinik sempat menegang, bahkan hampir terjadi pemukulan terhadap ustaz oleh pihak keluarga.

Respons Pesantren

Pesantren mengklaim sejak awal telah menunjukkan iktikad baik, mulai dari membawa korban ke klinik, menawarkan perawatan ke RS spesialis di Medan, hingga mengunjungi rumah korban secara berkala.

Beberapa kali pengurus pesantren datang ke rumah keluarga korban dengan membawa buah tangan, kain sarung, serta "upah-upah" sesuai adat setempat. Bahkan pada Rabu, 17 September 2025, pihak pesantren menyerahkan uang tunai Rp30 juta—Rp25 juta dari pesantren dan Rp5 juta dari ustaz pelaku—sebagai bentuk pertanggungjawaban.

"Kami sudah berusaha membantu biaya pengobatan dan menunjukkan kepedulian. Namun, permintaan keluarga yang nilainya lebih dari Rp100 juta serta sekolah gratis tiga tahun kami anggap terlalu berlebihan," demikian salah satu poin klarifikasi pesantren.

Tuntutan Keluarga

Keluarga korban menegaskan mereka tidak hanya menuntut biaya pengobatan, tetapi juga kompensasi atas penderitaan anaknya. Dalam pertemuan yang difasilitasi pihak desa, keluarga mengajukan tiga poin:

1. Pesantren bertanggung jawab atas seluruh biaya pengobatan dan memberikan kompensasi di atas Rp100 juta.


2. Pesantren menggelar pertemuan resmi dengan menghadirkan kepolisian, Kemenag, muspika, keluarga korban, dan media untuk menyatakan permohonan maaf.


3. Jaminan agar tidak ada lagi kekerasan di pesantren, baik oleh ustaz maupun santri.

Keluarga memberi waktu dua minggu kepada pihak pesantren untuk merespons tuntutan tersebut.

Proses Hukum

Sementara itu, kasus ini sudah dilaporkan ke Polres Labusel. Polisi memastikan akan memproses dugaan penganiayaan ini sesuai hukum yang berlaku.

Di sisi lain, pesantren menyatakan akan mendukung proses hukum terhadap ustaz Ahmad Mubarak sebagai pelaku, namun menolak bila lembaga dijadikan sasaran tuntutan berlebihan.

Sorotan Publik

Kasus ini mengundang perhatian masyarakat, terutama karena korban dikenal sebagai santri teladan. Publik menilai penyelesaian secara kekeluargaan tidak boleh mengaburkan fakta bahwa telah terjadi kekerasan dalam lingkungan pendidikan.

Berbagai pihak mendesak aparat penegak hukum untuk bertindak tegas, agar peristiwa serupa tidak lagi terulang di pondok pesantren manapun.rel

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Ismail Nasution
Sumber
:
SHARE:
Tags
beritaTerkait
Satres Narkoba Labusel Bergerak,Kasat Narkoba : Sekali Gerak 2 Lalat Kita Sikat
Memilukan..! Tubuh Mungilnya di Siksa Kejam Hanya Masalah Sepele di Sibuhuan Palas, Publik dan P2TP2A Angkat Bicara
Kekerasan Terhadap Anak di Bawah Umur Terjadi Di Sekolah Berasrama di Toba
Dugaan Kekerasan Seksual Pemilik Pesantren dilapor ke Polisi, Kapolres Tapsel Masih Bungkam
Wabup Candra Apresiasi Kiprah Ponpes dalam Mencerdaskan Umat
Rise and Speak”, Bareskrim Polri Ajak Mahasiswa Lawan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak
komentar
beritaTerbaru