
Dialog Nasional “Pemuda Berkarya, Bangsa Berdaya” Dorong Inovasi dan Kesetaraan untuk Indonesia Maju
Dialog Nasional &ldquoPemuda Berkarya, Bangsa Berdaya&rdquo Dorong Inovasi dan Kesetaraan untuk Indonesia Maju
kotaBaca Juga:
Medan – Kebijakan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang menetapkan lima hari sekolah dalam sepekan bagi siswa SMA dan SMK menuai kritik dari berbagai kalangan. Akademisi dan pengamat pendidikan Shohibul Anshor Siregar menilai kebijakan tersebut lebih berorientasi pada penghematan anggaran ketimbang peningkatan kualitas pendidikan.
"Ini bukan hanya soal memangkas hari belajar, tapi soal cara pandang terhadap pendidikan. Kita tidak boleh memperlakukan pendidikan sebagai ruang efisiensi belaka. Pendidikan adalah investasi jangka panjang," ujar Shohibul dalam pernyataan tertulisnya, Sabtu (8/6).
Ia mengkhawatirkan bahwa pengurangan hari sekolah akan meningkatkan ketergantungan siswa terhadap bimbingan belajar komersial, terutama menjelang ujian masuk perguruan tinggi. Hal ini dinilai dapat memperlebar kesenjangan antara siswa dari keluarga mampu dan tidak mampu.
"Banyak siswa merasa waktu belajar reguler tidak cukup. Akhirnya mereka merasa harus ikut bimbel. Ini tentu menyulitkan bagi keluarga yang secara ekonomi tidak siap," kata Shohibul.
Menurutnya, kebijakan strategis seperti pengurangan hari belajar semestinya ditetapkan oleh pemerintah pusat karena pendidikan adalah sistem nasional yang terintegrasi. Ia menilai penyerahan wewenang kepada pemerintah daerah tanpa kerangka nasional yang utuh sebagai bentuk krisis tata kelola pendidikan.
Shohibul juga menyoroti dampak kebijakan tersebut terhadap kualitas lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Dengan berkurangnya hari belajar, jam praktik siswa SMK otomatis ikut berkurang. Padahal, keterampilan teknis adalah modal utama siswa SMK untuk bersaing di dunia kerja.
"Jika kesempatan praktik berkurang, bagaimana lulusan SMK bisa bersaing secara kompetitif? Ini justru kontraproduktif dengan semangat link and match dunia kerja," tegasnya.
Ia menambahkan bahwa pendidikan di Indonesia seharusnya dikelola dalam satu sistem yang berkesinambungan, mulai dari PAUD hingga pendidikan tinggi. Desentralisasi kebijakan pendidikan tanpa arah nasional yang jelas justru memperlemah fondasi pembangunan manusia.
Shohibul pun mengajak semua pihak untuk tidak meniru kebijakan pendidikan dari negara lain tanpa memahami konteks dan kondisi sosial yang berbeda.
"Orang suka menyebut Jepang atau Finlandia, tapi tidak jujur bahwa kondisi mereka sangat berbeda. Kebijakan pendidikan tidak bisa diimpor begitu saja," pungkasnya.red2
Dialog Nasional &ldquoPemuda Berkarya, Bangsa Berdaya&rdquo Dorong Inovasi dan Kesetaraan untuk Indonesia Maju
kotaWujudkan Pelayanan Cepat dan Responsif, Kapolda Sumut Launching Unit Pamapta Secara Serentak
kotaBangunan Tingkat Tiga di Jalan Besar Sunggal Diduga Berdiri Tanpa PBG
kotaJaksa Agung RI Lantik 17 Kepala Kejaksaan Tinggidan 20 Pejabat Eselon II di Lingkungan Kejaksaan Agung
kotaPABASO INDAH LOGISTIK Solusi Pengiriman Barang Cepat dan Aman ke Seluruh Indonesia
kotaForkopimca Siantar dan Instansi Terkait Tertibkan Pohon Rawan Tumbang di Jalur Vital Kecamatan Siantar
kotaRespons Cepat Pemkab Simalungun Atasi Putusnya Jalan Raya&ndashRaya Kahean
kotaItinerary 2 Hari di Jogja untuk Wisatawan dari Jakarta
kotaBrimob Sumut Siap Berangkat! Dansat Brimob Pimpin Pengecekan Kesiapan dan Doa Bersama Personel BKO PMJ
kotaCabai Busuk, Surat Jalan Mulus Jejak Intervensi Pemprov Sumut Tekan Inflasi
kota