Jumat, 05 Desember 2025

Antara Pengalaman dan Pencitraan: Membaca Gaya Kepemimpinan Muallem dan Bobby

Administrator - Kamis, 05 Juni 2025 20:09 WIB
Antara Pengalaman dan Pencitraan: Membaca Gaya Kepemimpinan Muallem dan Bobby
Istimewa
Baca Juga:

Oleh: H Syahrir Nasution

Di tengah sorotan publik terhadap gaya kepemimpinan kepala daerah, dua nama kembali mengemuka di panggung perdebatan politik regional: Muzakir Manaf (Muallem) dan Bobby Nasution. Keduanya memiliki latar belakang dan pendekatan kepemimpinan yang sangat kontras. Muallem, sosok yang ditempa dari medan perjuangan dan konsisten berakar di akar rumput Aceh, berhadapan dengan Bobby, figur muda yang tampil dengan pendekatan modern dan populis—seringkali didorong oleh kekuatan nama besar keluarga dan pencitraan.

Perbedaan mendasar di antara keduanya terletak pada pengalaman dan kedalaman pemahaman terhadap medan sosial-politik tempat mereka berkiprah. Muallem adalah hasil dari proses panjang sejarah Aceh. Ia bukan hanya mantan panglima GAM, tapi juga tokoh yang memahami denyut nadi rakyat dan seluk-beluk birokrasi pemerintahan pasca-damai. Kepemimpinan Muallem teruji dalam berbagai transisi — dari masa konflik, perdamaian, hingga konsolidasi politik lokal.

Sementara itu, Bobby Nasution — menantu Presiden Jokowi — muncul dengan kecepatan yang mencolok. Dari dunia usaha ke jabatan wali kota, dan kini menjadi Gubernur Sumut, lonjakan karier Bobby memang spektakuler. Namun, cepat tidak selalu berarti siap. Beberapa kebijakan Bobby belakangan—seperti rencana penerapan sekolah lima hari—dinilai lebih sebagai langkah populis ketimbang hasil perenungan mendalam terhadap kebutuhan sektor pendidikan. Bahkan, alasan kebijakan yang menyentuh pariwisata dan waktu keluarga, justru mengundang gelak tawa dan kritik tajam dari tokoh-tokoh publik, seperti mantan Kepala Ombudsman Sumut, Abyadi Siregar.

Perbedaan ini menegaskan pentingnya pengalaman sebagai unsur utama dalam kepemimpinan yang bijak dan berkelanjutan. Muallem boleh jadi tidak memiliki gaya komunikasi "millennial", tetapi ia memiliki akar sosial yang kuat, serta jaringan dan pemahaman struktural yang terbentuk dari proses panjang. Sedangkan Bobby, meskipun membawa energi muda dan koneksi kekuasaan, kerap kali tergelincir dalam kebijakan-kebijakan simbolik yang tidak menjawab persoalan mendasar rakyat.

Di sinilah publik perlu lebih kritis. Kita tidak sedang memilih pemimpin dari citra dan iklan, melainkan dari rekam jejak dan dampak kebijakan. Pemimpin bukan semata tentang bagaimana ia tampil di media sosial, tapi bagaimana ia menjawab keresahan rakyat dengan keputusan yang berpihak, tepat, dan berdampak nyata.

Aceh dan Sumut tidak butuh manajer media. Daerah ini butuh pemimpin yang matang, paham lapangan, dan tidak belajar sambil menjabat.


* Managing Director
PECI Indonesia
(Political & Economic Consulting Institute Indonesia)

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Ismail Nasution
Sumber
:
SHARE:
Tags
beritaTerkait
Bobby Diminta Fokus Urus Rekomendasi Penutupan PT TPL dan Atasi Kelangkaan BBM di Sumut
Peresmian Underpass Gatot Subroto Medan oleh Presiden Prabowo
KPK Diduga Jadi “Pelindung” Bobby Nasution, Penanganan Kasus Korupsi Jalan Sumut Mandek
Bobby Nasution “Kebal Hukum”, KPK Dinilai Lamban Tindaklanjuti Kasus Korupsi Jalan Sumut
Menakar Penolakan AKBP Rossa Periksa Bobby Nasution hingga Pembakaran Rumah Hakim di Medan
Inflasi Sumut Masih Tertinggi di Indonesia, Bobby Nasution Gagal Lakukan Langkah Pengendalian
komentar
beritaTerbaru