Baca Juga:
Medan — Wakil Ketua Himpunan Keluarga Mandailing (HIKMA) Sumatera Utara, H. Syahrir Nasution, melontarkan kritik keras terhadap proses revitalisasi Lapangan Merdeka Medan yang sedang dijalankan oleh Pemerintah Kota Medan di bawah kepemimpinan sewaktu Wali Kota Bobby Nasution. Syahrir menilai proyek tersebut terkesan mengabaikan nilai-nilai sejarah dan budaya lokal yang melekat erat pada kawasan bersejarah itu.
"Belajarlah Bobby tentang sejarah dan budaya masyarakat. Hal ini penting, khususnya terkait revitalisasi Lapangan Merdeka Medan," tulis Syahrir dalam pernyataan publiknya pada Kamis (5/6).
Menurutnya, Lapangan Merdeka bukan sekadar ruang terbuka, tetapi merupakan simbol perjuangan dan kebangsaan yang memiliki nilai historis tinggi. Ia menyayangkan jika proses revitalisasi dilakukan tanpa melibatkan tokoh-tokoh sejarah dan budayawan yang memahami betul makna kawasan tersebut.
"Banyak tokoh dan ahli sejarah yang mengetahui tentang sejarah perjuangan dari hadirnya Lapangan Merdeka tersebut. Mungkin Anda, Bobby, belum lahir ke dunia ini ketika sejarah itu terbentuk. Karena itu, penting untuk membuka mata dan telinga seluas-luasnya, bukan sekadar menerima masukan dari 'panglima-panglima talam' yang berseliweran di pinggir jalan," sindirnya.
Lebih lanjut, Syahrir menyebut bahwa sejarah di Medan—terutama yang terkait dengan identitas lokal dan peran kesultanan—telah lama mengalami penghapusan oleh penguasa sebelumnya.
"Sejarah sengaja dihapus oleh rezim zalim yang berkuasa selama satu dekade sebelumnya. Ditambah lagi peran para buzzer pembisik yang hanya mementingkan kepentingan pribadinya, sehingga peran tokoh dan ahli sejarah yang ada di masyarakat ini hilang," tambahnya.
Syahrir menegaskan, tidak ada manusia yang bisa hidup tanpa mengetahui sejarahnya, mengutip ungkapan: "No one can't escape history." Ia mengingatkan agar penguasa hari ini tidak menjadi bagian dari mereka yang melupakan sejarah dan justru mengulang kesalahan masa lalu.
Sebagai cucu dari H. Madong Lubis—seorang sejarawan dan juru bahasa Kesultanan Deli—Syahrir merasa memiliki tanggung jawab moral untuk menyuarakan kebenaran sejarah. Ia berharap Pemerintah Kota Medan tidak gegabah dalam menentukan arah pembangunan kawasan bersejarah tersebut.
"Jangan sampai nanti warga Sumut dijuluki memiliki pemimpin yang hadir karena 'kecelakaan sejarah'," tegasnya.
Pernyataan ini menambah daftar panjang kritik masyarakat sipil terhadap proyek revitalisasi Lapangan Merdeka yang dianggap minim partisipasi publik dan berpotensi menggerus nilai-nilai historis kota Medan.red2
Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di
Google News