
Kembalikan Dunia Kampus: Rektor Bukan Ajang Transaksi, Tapi Mercusuar Intelektualitas
Kembalikan Dunia Kampus Rektor Bukan Ajang Transaksi, Tapi Mercusuar Intelektualitas
kotaBaca Juga:
Oleh: H. Syahrir Nasution
Hari ini, 21 Mei 2025, genap 27 tahun sudah sejak Reformasi bergulir. Tanggal yang bagi sebagian orang diperingati sebagai tonggak kemenangan rakyat. Tapi benarkah demikian?
Apakah benar Reformasi adalah revolusi rakyat? Atau justru, seperti yang mulai tampak hari ini, Reformasi adalah panggung pergantian pemain semata—dari tangan otoriter ke tangan oligarki?
Reformasi 1998 yang menjatuhkan Soeharto dari singgasana kekuasaan Orde Baru sering dianggap sebagai kemenangan demokrasi. Tapi mari kita lihat lebih jujur. Siapa yang paling diuntungkan dari Reformasi? Apakah rakyat jelata di desa-desa? Petani? Buruh? Nelayan? Atau justru segelintir elit ekonomi-politik yang semakin menguatkan cengkeramannya di republik ini?
Warisan Berdarah dan Krisis
Kita tidak bisa memisahkan Reformasi dari sejarah kelam Orde Baru. Soeharto berkuasa selama lebih dari 30 tahun, dibangun di atas genangan darah tragedi 1965, di atas ketakutan, pembungkaman, dan propaganda. Kekuasaan yang seolah tak tergoyahkan itu akhirnya roboh oleh badai krisis ekonomi 1997-1998. Rupiah anjlok, harga kebutuhan pokok melambung, pengangguran melonjak. Krisis ekonomi itu menjadi pembuka tabir bahwa kekuatan Orde Baru rapuh dan tidak mampu menjawab tantangan zaman.
Namun kejatuhan Soeharto bukan semata karena ekonomi. Ada yang lebih dalam: letupan kemarahan sosial yang selama ini ditekan. Kerusuhan-kerusuhan pun meledak, dan kita tak bisa menutup mata bahwa kerusuhan itu mengandung unsur SARA, terutama menyerang kelompok etnis dan agama minoritas.
Siapa Dalangnya?
Banyak pengamat, akademisi, dan aktivis mencurigai bahwa sebagian besar kerusuhan itu bukan spontanitas rakyat, tapi ada unsur orkestrasi—ada yang menggerakkan. Mengapa rumah-rumah ibadah yang sudah berdiri puluhan tahun menjadi sasaran pembakaran? Mengapa toko-toko dan properti milik etnis tertentu yang dihancurkan? Apakah benar rakyat yang melakukannya, atau ada kekuatan tersembunyi yang sengaja mengarahkan amarah rakyat ke jalur yang salah?
Hingga kini, pertanyaan itu belum pernah dijawab dengan tuntas. Tidak ada investigasi serius. Tidak ada pengungkapan yang jujur. Seolah semuanya ingin dilupakan, dikubur bersama arus euforia Reformasi.
Revolusi Siapa?
Setelah Soeharto tumbang, rakyat berharap banyak. Kita semua ingin demokrasi yang bersih, bebas korupsi, adil dan berpihak pada rakyat kecil. Tapi kenyataannya, setelah 27 tahun berlalu, apa yang kita dapat?
Yang kaya semakin kaya. Yang punya kuasa semakin mengakar. Kekuasaan berganti wajah, tapi sistem oligarki tetap berdiri kokoh. Partai politik menjadi kendaraan para pemilik modal. Jabatan publik menjadi arena tawar-menawar bisnis. Kekayaan sumber daya alam kita masih terus dikeruk, dan rakyat tetap menjadi penonton.
Yang menarik (dan menyedihkan) adalah, mereka yang dulu diklaim sebagai korban Reformasi, kini justru tampil sebagai pemain utama dalam panggung ekonomi nasional. Uang hasil eksploitasi kekayaan negeri ini dibawa ke luar negeri, lalu dibawa kembali ke sini atas nama investasi. Pemerintah menyambutnya dengan karpet merah. Mereka disebut investor strategis. Padahal, uang itu berasal dari keringat rakyat dan tanah air ini sendiri.
Boneka Baru?
Kita juga tidak bisa menutup mata terhadap dominasi asing—terutama dari Tiongkok—yang begitu masif dalam satu dekade terakhir. Infrastruktur, pertambangan, teknologi, bahkan sektor pangan mulai dikuasai. Kita menyebutnya investasi, tapi kenyataannya kita menjual kedaulatan sedikit demi sedikit. Apakah ini yang dimaksud dengan hasil Reformasi?
Ketika kita menoleh ke belakang dan menatap 27 tahun perjalanan ini, kita harus berani bertanya:
Apakah Reformasi benar-benar milik rakyat?
Atau ia hanya menjadi revolusi para borjuis dan oligarki untuk mengukuhkan tahta kekuasaan baru?
* Managing Director : PECI - Indonesia.
Kembalikan Dunia Kampus Rektor Bukan Ajang Transaksi, Tapi Mercusuar Intelektualitas
kotasumut24.co TANJUNGBALAI , Anggota DPRD Tanjungbalai dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Dedi Sanatra menyoroti soal adanya penurun
Newssumut24.co PAKPAK BHARAT , Bupati Pakpak Bharat. Franc Bernhard Tumanggor meninjau persiapan dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) d
Newssumut24.co Medan Ketua TP PKK Kota Medan, Airin Rico Waas, mendorong kader PKK di setiap kecamatan terus mengembangkan pangan lokal melalu
kotasumut24.co Medan Pemko Medan menyelenggarakan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1447 H tahun 2025 di Masjid Raya Kedatukan Sunggal Serba
kotasumut24.co Medan Wali Kota Medan Rico Tri Putra Bayu Waas mengikuti wawancara nominasi penghargaan Paritrana Award 2025 tingkat Provinsi S
kotasumut24.co Tebingtinggi, Wali Kota Iman Irdian Saragih bersama forum koordinasi pimpinan daerah Forkompimda), Komisi I dan II DPRD Tebingti
NewsNgopi Asik Bahas Usaha Pengerajin Tempe Bareng PATANI Deli Serdang
kotaOMMBAK Desak Kejari Tangkap Kadis Pertanian Serdang Bedagai dalam Skandal AUTP
kotaBukti Nyata Pemerintah Dekatkan Layanan ke Masyarakat.
kota