Jumat, 27 Juni 2025

Biarpun Cacat Rakyat Sangat Butuh Polri

Administrator - Kamis, 20 Oktober 2022 09:36 WIB
Biarpun Cacat Rakyat Sangat Butuh Polri

 

Baca Juga:

Oleh : Yusrizal Nasution

Polisi Republik Indonesia (POLRI) lahir 1 Juli 1946 diperingati sebagai Hari Bhayangkara lantaran tanggal tersebut merupakan tonggak sejarah bagi kepolisian di Indonesia. Bhayangkara sendiri merupakan nama pasukan yang ditugaskan menjaga keamanan raja dan kerajaan era Majapahit.

Dari sejarah tersebut lahir beberapa generasi sampai era saat ini, dimana grafik Kepolisian Republik Indonesia naik dan turun.

Lebih parah lagi, beberapa puluh tahun belakangan raport merah POLRI membuat rakyat tak lagi percaya akan kinerja Aparat Penegak Hukum baju coklat tersebut.

Dimulai dari tingkat bawah, menengah maupun para petinggi Polri tersebut. Satu contoh kasus dari tingkat bawah = masyarakat sangat jengkel terkait aturan razia lalu lintas baik secara gabungan maupun curi-curi pandang (ngumpet) menilang warga tanpa ada nya pemberitahuan terlebih dahulu, bahkan sampai adanya pungli ditimpat saat di tilang.

Tingkat menengah = dalam hal ini kasus yang sering terjadi dan sangat tidak disukai masyarakat pada penanganan kasus baik kasus pelecehan, perampokan sampai pembunuhan, dimana selalu lambat, bahkan tenggelam kasus tersebut tak ada titik terang,dan yang membuat makin parah, kalau ada uang baru perkara cepat selesai.

Tingkat perwira atau Petinggi Polri = Dalam tingkat tertinggi ini tentu konsumsi rakyat sangat tajam, dimana dalam setiap kasus besar selalu ngambang seakan hanya dianggap Pencitraan semata, setelah itu diam bagaikan Debu yang tak ada bekas, sehingga para mafia, dan sejenis nya terus bergentayangan.

Di balik kinerja Polri itu semua, Rakyat sangat membutuhkan Aparat baju coklat tersebut,biarpun rakyat tau Cacatnya mereka, akan tetapi seperti salah satu ustadz ternama bilang.

 

“Kalau lah, sempat Tak ada lagi Polisi, mau mengadu sama siapa lagi kita, dan kalau sempat Polisi dibubarkan berapa puluh ribu orang yang akan menganggur di Republik Indonesia kita ini”, Ucap Al Ustadz.

Ustadz juga menjelaskan, jangan musuhi kesatuannya, jangan tak percaya dengan instansi nya.. Karena yang melakukan hal yang membuat citra kesatuan rusak dan instansi kepolisian yang Cacat hanya “OKNUM”.

Bisa di lihat, dari banyak nya kegiatan positif dan kasus yang bisa di pastikan terungkap dan terselesaikan,dan lebih hebat lagi, kesigapan POLRI apabila ada bencana, bahkan hari raya besar agama, mereka Sigap dan tak kenal lelah dalam melayani segenap Rakyat di Republik Indonesia, padahal kita ketahui, mereka punya keluarga, punya sanak family dan orang tua yang sangat membutuhkan kehadiran mereka di saat momen hari besar.

Dari itu semua, Kesatuan dan Instansi POLRI tidak mengajar kan dan tidak ada aturan yang menyalah, hanya OKNUM yang salah, jadi Se Cacat apapun POLRI, Rakyat masih membutuhkan, Tapi,Besar Harapan Rakyat kepada POLRI harus berubah dan kepada semua kesatuan POLRI tekatkan dan kembali kan kepercayaan Rakyat agar rakyat tak salah menilai dan selalu mencintai kehadiran POLRI ditengah – tengah tanpa ada rasa takut.

 

Begitujuga pada tahun 2022 ini masyarakat Indonesia banyak sekali yang membandingkan antara peran Polisi dan peran Tentara. Banyak yang menilai bahwa peran tentara TNI sangat dicintai rakyat Indonesia dibandingkan Polisi. Padahal kedua – duanya memiliki peran yang berbeda tetapi sama — sama penting.

Peran tentara sangat benar – benar dibutuhkan masyarakat Indonesia dimana ketika Pandemi Covid-19 melanda, peran TNI benar – benar menjadi salah satu garda yang terepan baik bagi aksi sosial ataupun pengamanan. Belum lagi peran TNI yang harus siap bertaruh jiwa raga untuk mengamankan keutuhan kedaulatan tanah air Indonesia dari sabang sampai merauke.

Setiap ada pemberontakan dinegara Indonesia seperti terdahulu pemberontakan GAM di Aceh dan yang terbaru pemberontakan KKB di Irian Jaya TNI selalu siap bertempur pada garda terdepan.

Sudah banyak sekali tentara TNI yang sudah gugur membela bangsa dan negara. Kalau dibilang jiwa patriotisme untuk Indonesia, jiwa TNI sudah sangat tidak diragukan lagi kecintaannya untuk Indonesia. Dari tertular virus Covid-19 sampai kehilangan nyawa sudah menjadi jiwa corsa TNI. Bahkan TNI sendiri adalah salah satu angkatan tempur yang masuk 10 besar terbaik didunia.

Hal lain yang harus kita perhatikan adalah bahwa Peran Polisi juga tidak kalah penting karena dimana peran Polisi selalu menjaga keamanan masyarakat Indonesia dari kejahatan. Meski belakangan ini banyak tagar yang berbunyi tentang “Percuma Lapor Polisi” tetapi tidak semua Polisi seperti itu.

Kalaupun ada itu hanya sebagian kecil ataupun oknum. Masih banyak Polisi yang ikhlas dan berjuang tanpa pamrih untuk pelayanan masyarakat. Ketika ada terorisme peran Polisi terdepan dalam mengamankan meskipun nyawa taruhannya baik dari ledakan bom serta bom balasan di kantor polisi.

Stigma membanding -bandingkan antara peran Polisi dan TNI alangkah baiknya kita hilangkan karena akan menimbulkan perpecahan masyarakat baik yang mendukung Polisi ataupun TNI. Padahal peran keduanya sangat benar -benar dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia. Apa jadinya kalau tidak ada Tentara maka Negara lain akan mudah menginvasi negara kita, negara kita akan diremehkan oleh negara lain bahkan akan terjadi pemberontakan dimana – mana.

Apa jadinya kalau tidak ada Polisi, maka kejahatan akan meraja rela dimana -mana serta negara Indonesia seperti halnya Hukum Rimba bahwa siapa yang kuat dia akan menang. Jangan smapai negara kita keamanannya seperti negara Brazil yang ketika ada masyarakat yang keluar rumah membawa hand phone langsung hilang dijambret penjahat dan warga lainnya menganggap hal itu hal yang biasa.

Sinergi TNI-Polri Harga Mati

Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo mengatakan, sinergi TNI-Polri adalah harga mati untuk mewujudkan Indonesia Maju dan Indonesia Emas 2045.

“Sinergitas dan soliditas TNI-Polri harus senantiasa dijaga dan dipererat pada semua tingkatan,” kata Sigit.

“Mulai pucuk pimpinan tertinggi hingga tingkatan terendah. Di manapun dan kapanpun. Soliditas dan sinergitas TNI-Polri adalah harga mati dan merupakan modal utama mewujudkan Indonesia Maju dan Indonesia Emas 2045,” ujar Listyo Sigit. Ia memaparkan, TNI dan Polri merupakan institusi negara yang memiliki perjalanan sejarah panjang. Sejarah itu terbangun mulai dari masa kemerdekaan hingga era reformasi.

Sigit mengingatkan para Capaja agar tidak pernah melupakan sejarah dalam menjalankan tugas dan perjuangan di Tanah Air.

Menurut Kapolri, TNI-Polri adalah kesatuan yang bertugas melindungi dan menjaga segenap warga bangsa.

“Meskipun telah dipisahkan, pada hakikatnya, TNI-Polri tetap satu kesatuan sebagai garda terdepan dalam melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,” ujar dia.

Ia juga mengingatkan para Capaja untuk dapat membawa diri di tengah masyarakat. Sigit meminta para Capaja tidak berperilaku arogan dan menyimpang, karena akan berdampak kepada institusi.

“Jadilah teladan bagi anggota di lapangan. Biasakan berperilaku hidup sederhana dan tidak hedon,” kata Sigit.

“Bentengi diri dari bahaya narkoba dan budaya kebarat-baratan yang tidak sesuai dengan nilai luhur Pancasila. Jaga profesionalitas TNI-Polri dengan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan,” ucapnya.

Selain itu, Sigit menambahkan, peran TNI-Polri sangat dibutuhkan terutama pada masa pandemi Covid-19 ini.”Pahami tantangan tugas yang semakin kompleks dan tidak menentu,” kata dia.

Babak baru perjalanan sejarah Kepolisian Negara Republik Indonesia dimulai setelah sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia yang menetapkan TAP MPR Nomor VI/MPR/2000 dan TAP MPR Nomor VII/MPR / 2000, tanggal 18 Agustus 2000, tentang Pemisahan dan Peran fungsi TNI- POLRI. Polri sebagai alat negara berperan penting dalam pemeliharaan keamanan dalam negeri, sebagaimana tercantum dalam UU RI No 2 th 2002 Pasal 5 ayat (1).

Sejarah kehidupan bangsa Indonesia telah mencatat bahwa selama tahapan terakhir dari sejarah politik dan kenegaraan di Indonesia, telah terjadi pengingkaran terhadap jatidiri Polri yang sebenarnya, yang bermuara pada terbentuknya budaya Polri yang buruk. Bentuk perpolisian lebih berorientasi pada kekuasaan, yang lebih mencerminkan diri sebagai alat politik pemerintah untuk memperkokoh kekuasaan. Padahal ketika masyarakat bersepakat untuk hidup di dalam suatu negara, pada saat itulah dibentuk pula lembaga formal yang disepakati untuk bertindak sebagai pelindung dan penjaga ketertiban dan keamanan masyarakat (“Sicherheitspolitizei”). Jadi, kepolisian merupakan subordinasi dari masyarakatnya, sehingga masyarakat menjadi titik awal dan titik akhir pengabdian (point of departure) dari kepolisian.

Dengan berdasar tuntutan suara nurani, momentum reformasi ini merupakan peluang bagi Polri untuk terus membangun budaya Polri baru yang berorientasi pada kepentingan publik melalui reorientasi paradigmatik. Berdasar latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut pembangunan budaya Polri baru yang berorientasi publik, yaitu reorientasi paradigmatik, guna mewujudkan Polri yang dimiliki, dicintai dan dibanggakan oleh masyarakat.

Di Indonesia, faktor yang ikut mempengaruhi fungsi, tugas dan peranan Polri adalah faktor historis, salah satunya yakni karakter kepolisian yang terlanjur dipengaruhi oleh sifat militer. Integrasi kepolisian dalam organisasi ABRI di masa lalu telah mengundang berbagai kritik, karena polisi menjadi lebih sering menggunakan cara berfikir dan bertindak secara militer. Padahal antara polisi dengan militer memiliki karakteristik tugas yang berbeda. Militer berhadapan dengan musuh, sedangkan polisi berhubungan dengan masyarakat. Hal ini menimbulkan kontradiksi oleh karena doktrin kerja dan kekuasaan polisi yang besar, gezagdualisme telah membentuk pola perilaku polisi sebagai penguasa dalam masyarakat. Dampak pemiliteran dan lemahnya kemampuan kepolisian menyebabkan merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap polisi.

Tekad Polri untuk terus membangun budaya Polri baru yang berorientasi pada kepentingan publik melalui reorientasi paradigmatik ini didasari oleh pemahaman dan kesadaran bahwa perkembangan lembaga kepolisian berkaitan erat dengan perkembangan masyarakat. Semakin maju suatu masyarakat, makin tinggi harapan masyarakat tersebut terhadap kemampuan polisinya. Kata kunci yang dapat menjawab kebutuhan masyarakat madani adalah Polri yang baru yaitu Polri yang mandiri dan profesional yang berorientasi pada kebutuhan masyarakatnya. Kemandirian yang ditandai profesionalisme khas kepolisian, yang menjamin tidak akan ada lagi intervensi terhadap tugas-tugas kepolisian utamanya tugas penegakan hukum.***

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
SHARE:
Tags
beritaTerkait
PT.Japfa aksi Peduli Penanganan Sampah Bersama Masyarakat Di Danau Toba.
Penyidik Polres Batubara Diduga Alergi Wartawan Ditanya Soal Junaini Ditetapkan Tersangka, Halomoan Gultom : Gak Ada Hak Bapak Tanyakan Itu
Kadis Kesehatan drg Irma Suryani MKM mencanangkan Kesatuan Gerak PKK KB
Kejatisu Pastikan Soal Dugaan Korupsi PUPR Sumut Tuntas,   Mulai Kepemimpinan Bambang Pardede & Marlindo Harahap jadi sorotan
Ketua Pewarta Berikan Baju Kebesaran ke Kasi Humas dan Kanit Paminal Polrestabes Medan
Jumat Barokah dan Sambut HUT ke-7 Pewarta.co, Ketua Pewarta Bagi-bagi Sembako ke Pengemudi Betor dan Jukir
komentar
beritaTerbaru