Pilih Berpuasa, Ketimbang Makan Nasi Putih Saja, Pengungsi Erupsi Sinabung Terancam Kelaparan

Mount Sinabung volcano spews ash during an eruption, as seen from Berastepu village in Karo district, Indonesia's North Sumatra province, January 10, 2014. More than 22,000 villagers have been evacuated since authorities raised the alert status for Sinabung to the highest level in November 2013, local media reported on Friday. REUTERS/Beawiharta (INDONESIA - Tags: DISASTER ENVIRONMENT TPX IMAGES OF THE DAY) - RTX178FY

Kabanjahe/SUMUT24

Tersendatnya penyaluran bahan-bahan makanan dan birokrasi yang berbelit-belit. Kini 9.324 jiwa pengungsi erupsi Sinabung, Karo, terancam kelaparan. Mereka terpaksa berpuasa ketimbang makan tanpa lauk dan sayuran, karena yang ada hanya nasi putih saja.

Salah satu pengungsi, Budi Ginting (41) mengeluhkan pasokan sayur mayur, lauk pauk ke pengungsi sudah jalan tiga bulan tidak tentu. Makanya kita warga pengungsi Sinabung Resah. “Beras ada, sayur, lauk tidak ada. Pengungsi banyak memilih puasa dari pada makan hanya dengan nasi putih saja,” ujarnya. Bahkan kebanyakan dari mereka adalah orang tua, ibu menyusui dan anak-anak, kini terancam kelaparan.

Semua itu bermuara pada Pemkab Karo melalui BPBD mulai kehabisan anggaran dalam penanganan pengungsi. Atau belum adanya pengesahan anggaran APBD TA 2016 sampai berita ini dikirim.

“Kini, penanganan pasokan logistik ke 9 posko pengungsian, Pemkab Karo terpaksa minta bantuan rekanan,” ujar Sekretaris BPBD, Jhonson Tarigan pada wartawan kemarin.

Adapun anggaran belum mampu tertangani sepenuhnya oleh Pemkab dan butuh bantuan pihak lain yakni pengadaan biaya logistik, berupa lauk pauk dan sayur mayur Rp 12 milyar, anak sekolah Rp 80 juta, air bersih Rp 100 juta, gas elpiji Rp 150 juta. “Itu belum perhitungan biaya beras yang perbulannya menghabiskan7 ton beras,” ujarnya.

“BNPB juga sementara waktu menghentikan bantuan. Sebab dalam laporan pertanggungjawaban (SPJ) 2015, dinilai masih belum memenuhi syarat. Kita masih berusaha melengkapinya,” ungkap Plt BPBD Karo, Matius Sembiring.

Mandeknya pasokan logistik ke posko-posko saat ini, membuat 2.592 kepala keluarga atau 9.324 jiwa pengungsi Sinabung terancam kelaparan.

Keluhan itu disampaikan Rusiana Sembiring (35) pengungsi asal Desa Kutagugung, Kecamatan Namanteran yang mengungsi di Jambur Ersada Kopri Kecamatan Brastagi. Dia dan anaknya tidak makan. “Yang mau dimakan hanya nasi putih saja. Sayur mayur dan lauk pauk tidak ada. Maka saya lebih memilih tidak makan,” ujarnya sedih. Begitu juga pengungsi lainnya yang tidak mau makan, meski lapar terasa melilit perut mereka.
Kondisi ini telah kami laporkan ke pemerintah, namun sampai saat ini, tanggapan keluhan kami belum ada realisasinya. “Lebih baik kami pengungsi dipulangkan ke desa masing-masing, dari pada harus bertahan di posko pengungsiaan, tapi kebutuhan dasar tidak dipenuhi,” ujarnya.

Jika memang pulang ke desa jalan terbaik, maka kami pengungsi bersedia dipulangkan, meski di kampung terjadi hujan abu vulkanik, luncuran awan panas dan lahar dingin senantiasa mengancam nyawa kami.

Pantuan wartawan dilapangan, akibat sering tersendatnya pasokan logistik ke pengungsi, beberapa kali warga pengungsi yang berada di Posko Penampungan sementara seperti pengungsi Gedung Serbaguna KNPI Kabanjahe, pengungsi asal Desa Mardinding Kecamatan Tiganderket datangi kantor DPRD guna minta anggota dewan perjuangkan nasib dan masa depan mereka. (Lin)