Pelantikan 15 Bupati/ Walikota dan wakilnya yang di gelar Pemprovsu pada Rabu (17/2), disinyalir memakai biaya patungan dari pihak ‘sponsor’ dan bukanlah gelaran yang diperuntukan untuk rakyat, seperti janji Pemprovsu.
Sutrisno Pangaribuan ST, anggota Komisi C DPRD Provinsi Sumatera Utara, kepada SUMUT24 mengungkapkan, kalau dirinya mendapat rumor yang layak dipercaya, kalau biaya penyelenggaraan kegiatan itu dilakukan secara patungan.
“Kalau disebut patungan, artinya ada pengumpulan uang dari berbagai sumber resmi, maupun tidak resmi. Kalau benar itu yang terjadi, artinya sudah terjadi pelanggaran. Sebab, tanggung jawab pelantikan Bupati/ Wakil Bupati dan Walikota/ Wakil Walikota itu ada Pemerintah Provinsi selaku perpanjangan tangan pemerintah pusat,”sebutnya.
Disebutkanya, pembiayaan kegiatan itu seharusnya bersumber dari APBD Provinsi Sumut. Tidak diperkenankan melakukan pengumpulan uang dari siapapun, untuk membiayai acara pelantikan itu. Jika ada oknum pejabat yang melakukan pengumpulan uang secara patungan, itu sudah termasuk dalam kategori pungutan liar atau pungli.
Diterangkanya, dasar dari pelantikan itu sudah diatur dalam UU No 8 Tahun 2015, Pasal 165 Ayat 1, yang menyebutkan Bupati/ Wakil Bupati serta Walikota/ Wakil Kota dilantik oleh Gubernur di ibukota provinsi yang bersangkutan. Demikian juga pada penjelasan UU No.8 Tahun 2015 Pasal 165 Ayat 1, serah terima jabatan Bupati/ Walikota dilakukan di ibukota Kabupaten/ Kota. Begitu juga Peraturan Presiden RI No 167 Tahun 2014, tentang Tata Cara Pelantikan Gubernur, Bupati dan Walikota.
“Jelas, pendanaan pelantikan Gubernur/ Wakil Gubernur itu dari APBN, sedangkan untuk pelantikan Bupati/ Wakil Bupati dan Walikota/ Wakil Walikota dari APBD Provinsi. Semua menggunakan anggaran resmi negara dan daerah, bukan uang pribadi, sponsor maupun patungan,”tegasnya.
Bukti lainya juga meyebutkan, kegiatan itu bukan untuk rakyat, adalah ditutupnya jalan menuju Lapangan Merdeka, sejak pukul 08.00 hingga pukul 14.00 Wib. Yakni, dari Jalan Pulau Pinang menuju Jalan Kereta Api, Jalan Perniagaan menuju Jalan Gwangzu sampai ke Jalan Pulau Pinang, kemudian Jalan Bukit Barisan juga ditutup untuk umum, kecuali untuk tamu VVIP dan VIP. Oleh karena itu, apakah masih layak acara pelantikan itu untuk rakyat.
Menurut Sutrisno, sesungguhnya diluar biaya seremoni pesta elit ini, biaya yang dikeluarkan Pemerintah Kab/ Kota juga sangat besar. Seluruh anggota DPRD dari Kabupaten/ Kota yang Kepala Daerah dilantik, diundang, mereka datang dengan biaya APBD, demikian juga kalau Kepala Dinas atau Badan Instansi dari daerah juga hadir, semua itu menggunakan APBD, belum lagi unsur Pimpinan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (FKPD) dari daerah yang pasti juga turut hadir. Semua itu, menggunakan uang negara. Dan yang tak boleh dikesampingkan, para PNS yang hadir itu meninggalkan tugasnya demi setor muka kepada Kepala Daerah nya.
“Cek data dari hotel dan penginapan, pasti mengalami lonjakan yang signifikan selama beberapa hari ini,”ungkapnya.
Meski panggung afara pelantikan tadi bertuliskan panggung rakyat, lanjutnya, ternyata tak satupun acara itu diberikan kepada rakyat. Yang menikmati panggung itu, justru mereka yang melantik dan yang dilantik. Lalu, rakyat dimana, mengapa rakyat masih harus dikibuli, dan dieksploitasi. Yang terjadi diatas panggung adalah narsisme para elit, yang diselingi goyangan dari artis ibukota, kemudian, selfie.
“Mengapa mereka tega melakukan itu kepada rakyat Sumatera Utara, bukankah panggung yang dibiayai dari keuangan negara itu, semestinya digunakan sebagai wadah menyampaikan pesan pembaharuan, peringatan agar para Kepala/ Wakil Kepala Daerah menghindari tindakan penyalahgunaan wewenang dan jabatan. Kesempatan itu mestinya digunakan untuk menyampaikan komitmen, kebulatan tekad dan peneguhan janji untuk setia dan jujur melayani rakyat,”ujarnya.
Masih Sutrisno, sampai saat ini, kita tidak habis piker. Mengapa, para pejabat kita lebih suka mengumbar kemewahan, gemar melakukan pemborosan,. Sementara, di sisi lain, rakyat semakin susah. Kita pasti mengetahui, sama sekali tidak ada hubungan antara pelantikan yang mewah plus digoyang sama artis itu dengan prestasi. Ini baru memulai, mengapa harus lakukan selebrasi.Pelantikan ini seharusnya dilakukan dengan sederhana, dan betul- betul menjadi pesta rakyat.
“Kita harap, tindakan seperti ini tidak terulang lagi di masa yang akan datang. Mari, kita awasi penggunaan uang negara untuk kepentingan rakyat. Mulai hari ini, kita akan kawal 15 Kepala Daerah memimpin daerahnya. Kepada Pemprovsu, dan oknum- oknum di dalamnya, berhentilah berfoya- foya menggunakan uang negara. Mendapat predikat sebagai Provinsi terkorup, seharusnya membuat kita sadar bahwa saatnya kita berubah. Konsolidasi ide, gagasan dan komitmen membangun Sumut itu, jauh lebih penting dilakukan daripada sekedar menggelar selebrasi,”terangnya.
Diakhir penjelasanya itu, politisi dari partai PDI Perjuangan ini menegaskan, bahwa paparanya itu bukan untuk menyerang siapapun. Hanya sebagai peringatan bagi semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan negara/ daerah.
“Uang negara, hanya dapat diberikan kepada rakyat, dan penggunaannya sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat. Semoga, kita dapat mewujudkan Sumut baru,”tandasnya mengakhiri.(Dd)