
Dr. Asren Nasution Kembali Diusulkan Nahkodai DPD IKANAS Sumut Periode 2025–2030
Dr. Asren Nasution Kembali Diusulkan Nahkodai DPD IKANAS Sumut Periode 2025&ndash2030
kotaBaca Juga:Anggota Komisi III DPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo menyoroti sekaligus meminta tanggapan calon Dewan Pengawas KPK terkait pengumuman suatu kasus pidana dalam konferensi pers yang selalu memamerkan tersangka beserta seluruh barang bukti yang disita. Bamsoet menilai tindakan tersebut tidak sesuai dengan asas praduga tak bersalah ataupun asas hukum universal dimana tersangka tersebut belum bisa dinyatakan bersalah, karena belum ada proses pengadilan.
"Ada kecenderungan akhir-akhir ini, aparat penegak hukum kerap melakukan cara-cara ini. Misalnya ketika press conference pengumuman seseorang tersangka, dipajang dengan seluruh barang bukti yang didapat. Dengan pengumuman yang belum mendapatkan kepastian hukum di pengadilan, itu sudah mematikan semua hak-hak perdata dan pembunuhan karakter orang tersebut. Sudah divonis bersalah, padahal belum dibuktikan di pengadilan," ujar Bamsoet saat fit and proper test calon Dewan Pengawas KPK di Komisi III DPR RI Jakarta, Kamis (21/11/24).
Ketua MPR RI ke-15 dan Ketua DPR RI ke-20 ini ini menjelaskan dalam sistem hukum, asas praduga tak bersalah merupakan pilar fundamental yang menegaskan bahwa setiap individu dianggap tidak bersalah hingga terbukti sebaliknya di pengadilan. Prinsip ini tidak hanya berfungsi untuk menjaga keadilan, tetapi juga melindungi hak-hak individu tersangka.
"Ketika seorang tersangka dipamerkan di hadapan publik beserta barang buktinya, hal tersebut bukan hanya menciptakan dampak psikologis yang signifikan terhadap individu tersebut, tetapi juga berpotensi merusak reputasi dan harkat martabatnya. Penampakan ini bisa diartikan sebagai suatu vonis publik yang menilai bersalah tanpa adanya proses hukum yang formal. Setiap upaya untuk membela diri menjadi sia-sia karena opini publik telah terbentuk berdasarkan informasi yang dipublikasikan. Padahal untuk barang buktipun harus dibuktikan dulu di pengadilan. Apakah barang bukti dan alat bukti itu benar-benar terkait dengan pokok perkara dan didapatkan melalui cara yang sesuai dengan hukum atau sebaliknya," kata Bamsoet.
Ketua Komisi III DPR RI ke-7 bidang Hukum, HAM, dan Waketum Koordinator Bidang Politik dan Keamanan KADIN Indonesia ini menambahkan, tindakan tersebut juga melanggar asas universal yang menekankan pentingnya proses peradilan yang adil. Tersangka memiliki hak untuk diadili di pengadilan dan untuk membela diri atas tuduhan yang dihadapi. Namun, dengan adanya pengumuman yang menampilkan bukti tersebut, pihak penegak hukum secara tidak langsung telah mengurangi kemungkinan mendapatkan keadilan yang seimbang. Pengaruh media dan opini publik dapat menyebabkan stigma yang mendalam, membuat tersangka sulit untuk mendapatkan keadilan yang tepat di dalam ruang sidang.
"Selain itu, konferensi pers yang memperlihatkan tersangka dan barang bukti dapat menghasilkan dampak psikologis yang mendalam bagi tersangka. Pemberitaan media atas identitas dan penampilan tersangka, sering kali membuat mereka menjadi korban publikasi negatif yang bisa berujung pada gangguan psikologis dan sosial. Situasi ini seharusnya menjadi perhatian bagi pihak yang bertanggungjawab dalam penegakan hukum agar tidak melanggar martabat tersangka sebagai manusia," pungkas Bamsoet. (*)*Fit and Proper Test Calon Dewan Pengawas KPK, Bamsoet Soroti Praktik Memamerkan Tersangka Sebelum Diadili*
*JAKARTA* - Anggota Komisi III DPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo menyoroti sekaligus meminta tanggapan calon Dewan Pengawas KPK terkait pengumuman suatu kasus pidana dalam konferensi pers yang selalu memamerkan tersangka beserta seluruh barang bukti yang disita. Bamsoet menilai tindakan tersebut tidak sesuai dengan asas praduga tak bersalah ataupun asas hukum universal dimana tersangka tersebut belum bisa dinyatakan bersalah, karena belum ada proses pengadilan.
"Ada kecenderungan akhir-akhir ini, aparat penegak hukum kerap melakukan cara-cara ini. Misalnya ketika press conference pengumuman seseorang tersangka, dipajang dengan seluruh barang bukti yang didapat. Dengan pengumuman yang belum mendapatkan kepastian hukum di pengadilan, itu sudah mematikan semua hak-hak perdata dan pembunuhan karakter orang tersebut. Sudah divonis bersalah, padahal belum dibuktikan di pengadilan," ujar Bamsoet saat fit and proper test calon Dewan Pengawas KPK di Komisi III DPR RI Jakarta, Kamis (21/11/24).
Ketua MPR RI ke-15 dan Ketua DPR RI ke-20 ini ini menjelaskan dalam sistem hukum, asas praduga tak bersalah merupakan pilar fundamental yang menegaskan bahwa setiap individu dianggap tidak bersalah hingga terbukti sebaliknya di pengadilan. Prinsip ini tidak hanya berfungsi untuk menjaga keadilan, tetapi juga melindungi hak-hak individu tersangka.
"Ketika seorang tersangka dipamerkan di hadapan publik beserta barang buktinya, hal tersebut bukan hanya menciptakan dampak psikologis yang signifikan terhadap individu tersebut, tetapi juga berpotensi merusak reputasi dan harkat martabatnya. Penampakan ini bisa diartikan sebagai suatu vonis publik yang menilai bersalah tanpa adanya proses hukum yang formal. Setiap upaya untuk membela diri menjadi sia-sia karena opini publik telah terbentuk berdasarkan informasi yang dipublikasikan. Padahal untuk barang buktipun harus dibuktikan dulu di pengadilan. Apakah barang bukti dan alat bukti itu benar-benar terkait dengan pokok perkara dan didapatkan melalui cara yang sesuai dengan hukum atau sebaliknya," kata Bamsoet.
Ketua Komisi III DPR RI ke-7 bidang Hukum, HAM, dan Waketum Koordinator Bidang Politik dan Keamanan KADIN Indonesia ini menambahkan, tindakan tersebut juga melanggar asas universal yang menekankan pentingnya proses peradilan yang adil. Tersangka memiliki hak untuk diadili di pengadilan dan untuk membela diri atas tuduhan yang dihadapi. Namun, dengan adanya pengumuman yang menampilkan bukti tersebut, pihak penegak hukum secara tidak langsung telah mengurangi kemungkinan mendapatkan keadilan yang seimbang. Pengaruh media dan opini publik dapat menyebabkan stigma yang mendalam, membuat tersangka sulit untuk mendapatkan keadilan yang tepat di dalam ruang sidang.
"Selain itu, konferensi pers yang memperlihatkan tersangka dan barang bukti dapat menghasilkan dampak psikologis yang mendalam bagi tersangka. Pemberitaan media atas identitas dan penampilan tersangka, sering kali membuat mereka menjadi korban publikasi negatif yang bisa berujung pada gangguan psikologis dan sosial. Situasi ini seharusnya menjadi perhatian bagi pihak yang bertanggungjawab dalam penegakan hukum agar tidak melanggar martabat tersangka sebagai manusia," pungkas Bamsoet. (red)
Dr. Asren Nasution Kembali Diusulkan Nahkodai DPD IKANAS Sumut Periode 2025&ndash2030
kotaPemkab Deli Serdang Buka Ruang Kolaborasi Semua Elemen Masyarakat
kotaTegas! Kapolrestabes Medan Ultimatum Panglong dan Gudang Botot Penadah Barang Curian
kotaDitabrak Mobil Fortuner Pengemudi Becak Tewas Ditempat,, Driver Mobil Kabur Melarikan Diri.
kotaIKANAS Labusel Nyatakan Solid Dukung MUSDA IKANAS Sumut 2025 &ldquoBenteng Persatuan dan Kedaulatan Keluarga Nasution&rdquo
kotaKetua Dewan Hatobangon IKANAS Sumut Serukan Persatuan Menjelang MUSDA 2025 di Parapat
kotaPB Pendawa Indonesia Ucapkan Selamat Ulang Tahun ke74 kepada Presiden Prabowo Subianto
kotaKPK Usut dan Tetapkan Tersangka Baru dalam Kasus Korupsi Proyek Jalan di SumutElpi Yanti Harahap Diduga Terima Suap Rp7,27 Miliar
kotaKejagung Sita Aset Rumah Tersangka MRC di Jakarta Selatan Terkait Kasus Minyak Mentah Pertamina
kotaPengukuhan Bunda Literasi, Bupati Bangun Fondasi Generasi Emas Indonesia 2045
kota