Munaslub Golkar Sempat Ricuh

Nusa Dua-SUMUT24

Terjadi keributan di arena Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar. Kejadian ini berlangsung beberapa menit sebelum Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Pandjaitan memasuki arena Munaslub.

Kerusuhan terjadi di bagian kiri tengah ruang Munaslub di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Badung, Minggu malam (15/5) sekitar pukul 21.30 WIB.

Awalnya, pembahasan di rapat yang dipimpin Nurdin Halid baru saja mengesahkan perihal hak suara Ormas Golkar, yakni Kosgoro dan SOKSI. Selesai membahas, rapat dilanjutkan dengan penyampaian pandangan umum atas laporan pertanggung jawaban Ketum Golkar Aburizal Bakrie (Ical).

Nurdin Halid selaku Pimpinan Sidang mempersilakan Ical dan Waketum Agung Laksono naik ke jajaran kursi pimpinan rapat. Saat itulah kerusuhan dimulai.

Tiba-tiba terdengar suara ribut di sebelah kiri dari arah peserta Munaslub. Ternyata ada pria berkemeja putih garis-garis kuning berkelahi dengan seorang lainnya. Pria ini sedari tadi memang terpantau aktif berbicara keras dan bergerak ke sana ke mari, dengan ataupun tanpa mikropon.

“Hei! Ada apa ini!” teriak Nurdin dari meja pimpinan sidang. Tak jelas betul, apakah pukulan sempat dilayangkan antara dua orang yang ribut ini. Namun yang pasti, dorong-dorongan yang kasar terjadi sesudahnya.

Sekitar 50-an personel Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) sigap berlari ke titik rusuh. Kursi-kursi mulai bergelimpangan karena aksi dorong-dorongan harus terjadi untuk mengamankan provokator.

Yorrys Raweyai yang berseragam AMPG menggelandang terduga provokator ke arah pintu keluar di sebelah pojok kanan. Yorrys menembus kerumunan dan kursi yang harus bergelimpangan. Terlihat dia sempat terhuyung juga dalam suasana berdesakan.

Barikade yang dibuat pasukan AMPG membuat peserta Munaslub lainnya menyingkir, meski harus mendesak orang di sekitarnya.

Para peserta Munaslub menyanyikan mars Golkar untuk menenangkan suasana. Seolah nyanyian itu menjadi ‘backsound’ keributan.

Akhirnya terduga provokator berhasil digelandang ke luar ruangan. Tak lama berselang, Yorrys masuk lagi dengan wajah tersenyum dan melambaikan tangan ke arah luar.

Tiba-tiba nampak di layar, Menko Luhut Pandjaitan sudah duduk di barisan depan. Rapat yang sempat diskorsing selama sekitar 20 menit akhirnya dilanjutkan kembali oleh Nurdin.

“Kita partai besar. Kita mempertontonkan sesuatu yang memalukan. Boleh kita tidak sependapat, boleh berdebat. Tapi kita harus penuh kedewasaan,” kata Nurdin.

Akhirnya Nurdin meminta persetujuan peserta Munaslub di ruangan untuk mencabut tanda peserta dari terduga provokator.
“Dicabut enggak tanda pesertanya? Setuju?” tanya Nurdin.
“Setuju,” jawab ratusan peserta serempak.

Senin Sudah Ada Ketum

Sebelumnya, Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie (Ical) berharap perdebatan dalam setiap persidangan Munaslub Golkar tak berlarut-larut. Maka dari itu dia mendesak agar, hari ini, Senin (16/5) sudah ada ketum terpilih.

“Kita selesaikan besok malam harus sudah terpilih ketua umum yang baru,” kata Ical di sidang paripurna Munaslub Golkar di Bali Nusa Dua Convention Centre (BNDCC), Nusa Dua, Bali, Minggu (15/5).

Ical juga meminta ke depannya Golkar harus mengoreksi diri. Menurutnya jangan sampai ada yang mempertahankan ego sendiri maupun kelompok. Dia mencontohkan bahwa dirinya tidak mementingkan ego dengan adanya Munaslub, padahal SK Golkar berlaku sampai 2019 mendatang.

“Saya harapkan kita dipimpin anak-anak muda. Kita dari belakang di posisi apapun itu. Setiap orang ada masanya dan setiap masa ada orangnya. Kita mencari jeneng bukan jumeneng. Kita mencari nama baik Partai Golkar bukan kedudukan,” ujarnya.

Harapan Ical untuk mempercepat pemilihan ketum tersebut sebab dalam sidang paripurna Munaslub Golkar sempat terjadi perdebatan sengit. Hal tersebut berkaitan dengan Pasal 16 ayat (4) pimpinan Munaslub merupakan kesatuan kolektif yang terdiri dari: a. 1 orang dari DPP, b. 3 orang dari DPD Provinsi, 1 orang dari Ormas dan Organisasi sayap.

Akbar Tanjung, sebagai peserta sidang sempat menyampaikan argumen agar peserta diberikan kewenangan juga sebagai pimpinan sidang Munaslub. Sebab peserta juga memiliki hak untuk itu.

“Kami bagian dari institusi. Fungsi kami memberikan pertimbangan, fungsi DPP untuk memberikan keputusan. Kami berharap peserta menjadi bagian dari pimpinan sidang. Kita minta musyawarah mufakat, namun bisa juga melalui cara lain,” ungkap Akbar.

Namun pernyataan Akbar langsung dipatahkan oleh Ketua Sidang Paripurna Nurdin Halid. Menurut Nurdin draft aturan tersebut sudah dikonsepkan oleh pleno DPP Golkar yang dihimpun oleh Steering Committee Munaslub.

“Kita dua jam lebih hanya membicarakan pasal 16 ini. Lebih banyak yang memberikan pertimbangan untuk kita tetap pada konsep pasal 16,” kata Nurdin.

7 Caketum Tolak Voting Terbuka

Tujuh caketum Golkar bersatu menjelang Munaslub. Belum menyatukan dukungan, mereka baru bersatu menolak wacana pemilihan lewat voting terbuka yang berujung aklamasi.

“Dari delapan calon, tujuh calon ada kesepakatan bersama untuk menjaga Munaslub berjalan demokratis sesuai AD/ART,” kata caketum Golkar Ade Komarudin dalam konferensi bersama 7 caketum Golkar di arena Munaslub, kemarin.

Hadir dalam konferensi pers ini tujuh caketum Golkar yakni Ade Komarudin, Priyo Budi Santoso, Airlangga Hartarto, Aziz Syamsuddin, Syahrul Yasin Limpo, Mahyudin, sementara Indra Bambang Utoyo masih dalam perjalanan.

Ketujuh caketum Golkar ini merasa prihatin dengan dinamika pramunaslub Golkar. Terutama menyangkut wacana pemilihan ketua umum dengan voting terbuka yang berujung aklamasi.

“Kami nilai hal itu akan mencederai proses Munaslub yang sudah bagus dilakukan sejak awal,” kata Akom.

Ketua DPR RI pengganti Setya Novanto ini lantas mengungkap dinamika Pramunas yang cukup keras. “Dalam Pramunas malam tadi ada upaya dari sekelompok yang mengupayakan proses pemilihan secara terbuka. Itu memungkinkan ada intimidasi terhadap pemilik suara, itu melanggar hak asasi. Padahal selama proses perdebatan dalam sosialisasi membuat mereka cukup tahu apa dan siapa yang mereka ingin pilih,” kata Akom.

Akom lantas menegaskan sikap tujuh caketum yang bersatu menolak hal tersebut. “Kami menolak keras proses pemilihan terbuka, karena akan ada intimidasi. Bisa dipastikan itu,” tegasnya.

Tujuh caketum menghendaki proses pemilihan caketum Golkar yang sesuai dengan AD/ART. Yakni melalui mekanisme voting tertutup.

“Kami ingin terjamin pemilik suara memilih kami calon yang ada sesuai hati nurani bukan atas intimidasi, pesanan, apalagi money politics,” protes Akom.

“Kami menolak upaya pemilihan secara terbuka, itu tidak harus dilakukan perdebatan, tidak perlu ada proses sekalipun voting. Gagasan yang nyeleneh yang tidak sesuai rambu-rambu tidak boleh diakomodir di Munaslub,” imbuhnya.

Akom menegaskan para caketum ingin mengakhiri konflik partai yang hampir dua tahun. Munaslub seharusnya jadi ajang pemersatu Golkar.

“Kami yakin kalau pemilihan tertutup siapapun dari kami menanti dipilih pemilik suara, silakan. Kami serahkan semuanya. Kalau perlu tadi dibahas dimusyawarahkan, bila perlu dibagilah seminggu satu-satu untuk membesarkan Partai Golkar,” pungkas Akom. (int)