Minggu, 21 Desember 2025

Satgas PKH Selidiki Bencana Aceh, Sumut, dan Sumbar: Negara Mulai Mengakui Bencana Bukan Sekadar “Takdir Alam”

Administrator - Senin, 15 Desember 2025 21:36 WIB
Satgas PKH Selidiki Bencana Aceh, Sumut, dan Sumbar: Negara Mulai Mengakui Bencana Bukan Sekadar “Takdir Alam”
Istimewa
Baca Juga:


Jakarta – Pemerintah pusat akhirnya mulai membuka tabir dugaan kejahatan lingkungan di balik rentetan bencana alam yang melanda Provinsi Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Hal itu terungkap dalam Rapat Koordinasi Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) yang digelar di Gedung Utama Kejaksaan Agung, Senin (15/12/2025).

Rapat strategis tersebut dipimpin langsung oleh Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin selaku Ketua Dewan Pengarah Satgas PKH, serta dihadiri Jaksa Agung ST Burhanuddin, sejumlah menteri, petinggi TNI-Polri, hingga pimpinan lembaga penegak hukum. Namun yang paling disorot publik adalah pengakuan eksplisit negara: bencana yang terjadi diduga kuat bukan murni fenomena alam, melainkan akibat perbuatan pidana dan kelalaian tata kelola lingkungan.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah menyatakan, Satgas PKH telah mengantongi hasil identifikasi awal terkait dugaan tindak pidana yang berkontribusi terhadap bencana di tiga provinsi tersebut.

"Satgas PKH akan memastikan subjek hukum yang bertanggung jawab atas terjadinya bencana alam oleh para pemangku kepentingan," tegas Febrie.

Pernyataan ini menjadi sinyal kuat bahwa korporasi, pemegang izin, hingga oknum pejabat penerbit perizinan tak lagi bisa berlindung di balik narasi "bencana alam". Negara kini dipaksa berhadapan dengan fakta pahit: pembabatan hutan, alih fungsi lahan, serta carut-marut tata ruang telah mempercepat kehancuran ekologis dan menelan korban masyarakat.

Namun publik juga menuntut lebih dari sekadar janji. Selama bertahun-tahun, berbagai bencana ekologis di Sumatera berakhir tanpa kejelasan penanggung jawab. Banyak kasus berhenti di level wacana, sementara izin-izin bermasalah tetap eksis dan korporasi tetap beroperasi.

Meski Satgas PKH menjanjikan sanksi pidana dan administrasi, termasuk evaluasi perizinan serta kewajiban pemulihan lingkungan, pertanyaan krusial masih menggantung: apakah negara berani menyentuh aktor besar dan kepentingan ekonomi-politik di baliknya?

Lebih jauh, rencana evaluasi regulasi sektor lingkungan hidup, kehutanan, tata ruang, energi, dan sumber daya alam mengindikasikan adanya pengakuan kegagalan sistemik dalam tata kelola sumber daya alam nasional. Sayangnya, evaluasi semacam ini bukan hal baru—namun kerap berujung tanpa reformasi nyata.

Masyarakat di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat kini menunggu pembuktian. Apakah Satgas PKH benar-benar menjadi instrumen penegakan hukum, atau sekadar etalase respons negara setiap kali bencana terjadi?

Jika penegakan hukum kembali tumpul ke atas dan tajam ke bawah, maka rapat-rapat megah di ibu kota hanya akan menjadi ritual tahunan, sementara hutan terus hilang dan rakyat kembali menjadi korban berikutnya.ree

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Ismail Nasution
Sumber
:
SHARE:
Tags
beritaTerkait
Satgas PKH–Bareskrim Polri Diuji di Kasus Banjir Bandang Batang Toru: Usut Tuntas, Jangan Cari "Kambing Hitam"
Banjir Bandang Batang Toru: Dugaan Peran PT Agincourt Resources Menguat, Publik Desak Penegakan Hukum Transparan
Satgas Gulbencal Kodam I/BB Rampungkan 4 Kamar MCK di Pengungsian Hutanabolon Simpang Sipange
Satgas Arhanud 11/WBY Salurkan Susu Bantuan Presiden RI untuk Anak Korban Banjir dan Longsor di Tapsel
Pemerintah Serius Selidiki Praktik Ilegal Logging Dalam Bencana Sumatera
Satgas Yonzipur I/DD Gunakan Mobil RO Bantu Warga Terdampak Banjir dan Longsor di Taput
komentar
beritaTerbaru