sumut24.co -
Medan, Jika pemerintah tidak atau belum mampu menyediakan panggung pertunjukkan seni yang representatif dan mendukung infrastruktural, mainlah di Taman Kota, Lapangan Desa, di Punggir Laut.
Teater itu bisa hidup dimanapun.
Baca Juga:
Hal itu ditegaskan Rita Matu Mona dari
Teater Koma Jakarta, saat menjadi nara sumber dalam diskusi teater, "Menatap Masa Depan
Teater di Era Digitalisasi" bersama Bersihar Lubis dengan moderator Idris Pasaribu yang digelar dalam rangkaian
HUT Ke-
62 Teater Nasional Medan, dimulai pukul 10.45 s/d 14.00 Sabtu (1/11/2025).Menurut Rita Matu Mona, jangan jadikan alasan minimnya fasilitas, membuat kita tidak kreatif. Tapi jadikan kondisi digitalisasi sebagai tantangan untuk kita lebih kreatif.
Antara kreatifitas seni dan dunia digitalisasi, keduanya berpadu menjadi pesan yang kuat: bahwa teater boleh beradaptasi dengan zaman, tapi tidak kehilangan jiwanya.Suasana Sabtu pagi, 1 November 2025, Sanggar
Teater Nasional Medan di Jalan Karya Wisata Gang Sapta Marga Nomor 4,
Medan Johor, tampak hidup. Dimana diskusi teater ini semakin seru dengan hadirnya tokoh seni dan budaya seperti Jaya Arjuna, Arie Batubara, Tengku Zainuddin, Choking Susilo Sakeh, Sugeng Satya Darma, Porman Wilson, Wirja Taufan, Agus Susilo, Eko, Ibra, Teja Purnama, Juhendri Chaniago, Siska Handayani, Basuki Trian dan lainya.
Rita Matu Mona juga memberikan pandangan dan semangat baru bagi dunia teater di kota ini.Ia mengakui
Teater Nasional sebagai salah satu barometer teater Indonesia pada masanya. Meski sempat mengalami masa keemasan, kini geliat teater di
Medan diakui mulai meredup, seiring berkurangnya dukungan dan perhatian pemerintah.
Rita Matu Mona menambahkan, dirinya merasa bersalah karena selama ini tidak pernah menyentuh atau peduli terhadap kondisi teater di
Medan—kota kelahirannya sendiri.Aktris yang juga dikenal lewat berbagai film nasional ini mengaku prihatin melihat kondisi teater di
Medan yang semakin tertinggal. "Sayang sekali kalau
Teater Nasional, yang dulu menjadi barometer teater Indonesia, harus mati dan tenggelam begitu saja," katanya.
Rita Matu Mona pun berjanji akan ikut turun langsung menghidupkan kembali iklim teater di
Medan, dengan menggandeng
Teater Nasional dan Wan Hidayati."Saya akan ikut mengawal agar teater di
Medan bisa kembali bergairah dan punya semangat seperti dulu," tegasnya.
Sementara Bersihar Lubis secara tegas menyatakan bahwa digitalisasi tidak berarti kematian bagi teater konvensional."
Teater digital tetap membutuhkan sutradara dan aktor. Yang berubah hanyalah medianya, bukan jiwanya," ujar Bersihar.
Ia menambahkan, justru agar elemen visual, video, dan teknologi tidak saling menegaskan, kehadiran sutradara menjadi semakin penting — agar penonton tetap bisa menikmati kekuatan tubuh, vokal, dan ruang yang dikuasai aktor.Pernyataan itu disambut dengan berbagai tanggapan para peserta yang tampak menyadari bahwa dunia digital bukan ancaman, melainkan ruang baru bagi eksplorasi teater masa depan.
Resepsi Hari Ulang Tahun ke-
62 Teater Nasional Medanini menjadi moment penting untuk meneguhkan kembali semangat berkesenian di
Medan. Para pelaku seni sepakat bahwa kebangkitan teater harus dimulai dari kerja sama lintas generasi, serta dukungan nyata dari komunitas dan pemerintah daerah.Seni yang Mengalir: Puisi, Lukisan, dan Lelang.
Usai diskusi pukul 14.00, suasana bergeser ke ruang ekspresi yang lebih bebas. Para penyair seperti Teja Purnama, Juhendri Chaniago, Siska Handayani, Basuki Trian, dan Iskandar Zulkarnain tampil bergantian membaca puisi, menyalakan ruang dengan suara dan kata.Sementara S. Handono Hadi mempersembahkan Action Painting, aksi melukis di hadapan penonton yang kemudian diakhiri dengan lelang karya kaligrafi indahnya. Lukisan itu akhirnya diserahkan untuk dilelang kembali pada peluncuran buku TENA Februari mendatang — simbol dari semangat gotong royong antar seniman.
Hadir pula perwakilan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota
Medan, Lucky, yang memberikan dukungan terhadap gerakan seni yang terus hidup meski dalam keterbatasan.Lucky mengatakan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan telah mendata 50 komunitas seni di
Medan untuk mendapat dana pembinaan termasuk
Teater Nasional Medan dalam mata anggaran tahun 2026.
"Kami telah mendata 50 komunitas seni di
Medan untuk mendapat dana hibah pembinaan di tahun 2026. Dan gedung utama Taman Budaya
Medan akan di ronovasi secara keseluruhan dan sudah disetujui oleh Dirjen Kebudayaan pusat, " ujarnya.Panggung Malam yang Penuh Energi.
Pukul 20.00 WIB, panggung kecil di halaman rumah itu kembali bersinar. Dua pementasan menjadi penutup
HUT 62 Tahun TENA, Monolog "Hantu Mercusuar" karya Asrul Sani yang dimainkan oleh Buyung Bizard, dan pertunjukan komedi spontan "Stasiun Senja" oleh Syahrial Felani, Andi Mukly, Ayub Fahreza dan Munir Nasution.Kedua pertunjukan itu membuktikan satu hal — bahwa TENA masih memiliki energi kreatif yang hidup.
Sementara dalam sambutannya, Ketua
Teater Nasional, Wan Hidayati menyampaikan tekadnya menghidupkan kembali denyut TENA setelah kepergian tokoh-tokoh besar seperti Burhan Piliang dan Buoy Hardjo."Selama ini TENA dikenal sebagai teater ulang tahun. Tapi mulai tahun ini, kami akan kembali berkarya," ujarnya tegas.
Program perdana TENA setelah ulang tahun ini adalah sebuah monolog yang akan dimainkan oleh Wan Hidayati sendiri, disutradarai oleh Rita Matu Mona, sekaligus menjadi penanda kebangkitan TENA di era baru. (R02)
Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di
Google News