Minggu, 07 September 2025

Rektor, Komisi ASN, dan Karpet Merah Kekuasaan

Administrator - Minggu, 31 Agustus 2025 12:49 WIB
Rektor, Komisi ASN, dan Karpet Merah Kekuasaan
Istimewa

Oleh : H Syahrir Nasution

Baca Juga:

Isu pengangkatan rektor di universitas negeri kembali menyeruak. Bukan semata persoalan administrasi, melainkan soal etika, moral, dan independensi institusi pendidikan tinggi yang seharusnya steril dari intervensi politik. Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), yang sejatinya berperan sebagai pengawas dalam tata kelola pengangkatan pejabat ASN, kerap kali terlihat "tak berdaya" ketika berhadapan dengan praktik politik kekuasaan di balik layar.

Kasus Rektor Universitas Sumatera Utara (USU), Muryanto Amin, menjadi potret telanjang bagaimana jabatan akademik bisa menjadi alat kompromi. Plagiarisme yang seharusnya mencederai integritas akademik, justru seakan dihapus begitu saja ketika "karpet merah" digelar untuk mengukuhkan posisinya. Tidak heran bila publik membaca penunjukannya sebagai rektor bukan melalui mekanisme seleksi murni, melainkan lewat "restu politik".

Kritik makin tajam ketika nama Bobby Nasution—menantu Presiden Jokowi yang juga Wali Kota Medan kala itu—disebut-sebut dalam pusaran dukungan. Dugaan adanya hubungan patronase politik memperlihatkan bagaimana universitas negeri bisa terjebak dalam lingkaran kekuasaan. Alih-alih menjadi benteng moral, kampus justru tunduk pada permainan politik praktis.

Ironisnya, hal ini telah menciptakan rasa kecewa mendalam di kalangan masyarakat Mandailing. Mereka merasa harga diri dan martabatnya tergerus oleh sikap elit politik lokal yang menggadaikan prinsip demi kedekatan dengan kekuasaan. Masyarakat yang mestinya bangga dengan capaian akademik, justru dihadapkan pada fakta bahwa rektor mereka diduga berdiri di atas fondasi plagiarisme dan kompromi politik.

Di sinilah relevansi KASN diuji. Apakah lembaga ini hanya sekadar stempel legalitas bagi proses-proses politis, atau benar-benar menjadi pengawas integritas birokrasi dan akademik? Jika KASN diam, maka publik berhak menilai bahwa lembaga ini hanya formalitas yang tak lebih dari macan kertas.

Universitas negeri bukan milik pemerintah semata, melainkan milik bangsa. Ia seharusnya menjadi mercusuar moral, bukan panggung politik transaksional. Ketika rektor terpilih dengan mengabaikan etika dan integritas, maka yang hancur bukan hanya reputasi pribadi, melainkan masa depan generasi yang belajar di dalamnya.

Moral akademik tidak bisa ditebus dengan karpet merah kekuasaan.

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Administrator
Sumber
:
SHARE:
Tags
beritaTerkait
Kasus Jalan Sumut Jalan Di Tempat, KPK Diduga Takut 'Geng Blok Medan'
Harun Masiku Dicari, Muryanto Amin Dinanti
Mahyaruddin Salim: Tugas ASN Sarjana dan D3 Teknik Tidak Ringan
Rektor USU Berharap Penelitian Internasional yang Berkualitas Ditingkatkan
KAMAK Desak KPK Segera Panggil Rektor USU, Disebut Masuk “Circle Bobby–Topan Ginting”
Lantik Wakil Rektor UNPERBA, Bamsoet Dorong Penguatan Tata Kelola dan Kontribusi Akademik Perguruan Tinggi
komentar
beritaTerbaru