
Mari Bersatu Hati Membangun Deli Serdang
Mari Bersatu Hati Membangun Deli Serdang
kotaBaca Juga:
- Penggerebekan Gubuk Narkoba di Palas: Polsek Sosa Amankan Satu Pelaku, Bongkar Jaringan Peredaran Sabu sekaligus Pesan Tegas AKBP Dodik Yuliyanto
- Berbagi Kehidupan di Bhayangkara ke -79,AKBP Dodik Yuliyanto bersama Personel Polres Palas dan Warga Donor Darah
- Dua Pengedar Sabu Berhasil Diringkus Satresnarkoba Polres Palas di Pasir Jae Sosa Julu
Oleh : Ronny Talapessy, SH. MH
Sehubungan dengan pemberitaan tentang pembahasan Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP), maka muncul kontroversi terkait kewenangan tiap-tiap para penegak hukum. Dari satu sisi ada kesan untuk memaksakan bahwa penyidik hanya merujuk kepada kewenangan aparat Kepolisian RI. Bahkan dalam hal tindak pidana kejahatan luar biasa seperti korupsi dan pelanggaran berat hak asasi manusia (HAM), hanya penyidik dari Kepolisian RI yang berwenang menanganinya.
Padahal, sebagaimana yang menjadi konvensi PBB, jaksa diberikan peran dalam hal menyidik kasus-kasus yang tergolong kejahatan luar biasa seperti korupsi dan pelanggaran berat HAM itu. Saya kira sebagai praktisi sekaligus Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Reformasi Hukum, kewenangan penyidikan ini tidak bisa dibebankan kepada aparat kepolisian semata.
Kita harus tetap mendukung dan memberikan hak kepada jaksa untuk menyidik kejahatan luar biasa seperti tindak pidana korupsi dan pelanggaran berat HAM itu. Pernyataan tersebut tidak sekadar dukungan, tapi erbasis argumentasi yang bisa dipertannggungjawabkan.
#Penyidikan Kejahatan Luar Biasa
Berdasarkan Guidelines on the Role of Prosecutors dari PBB, bahwa jaksa harus berperan aktif dalam sistem hukum pidana. Karena sifatnya yang mewakili negara demi kepentingan serta keadilan publik, maka jaksa pun seharusnya diizinkan menyidik suatu perkara atau kejahatan khususnya korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, pelanggaran berat HAM dan kejahatan lainnya yang diakui dalam hukum internasional.
Berdasarkan Guidelines on the Role of Prosecutors dari PBB itu, maka saya kira sebaiknya jaksa masih tetap berhak untuk menuntut kejahatan-kejahatan spesifik seperti yang diuraikan tersebut. Apalagi perkembangan tindak pidana korupsi dan pelanggaran berat HAM di Indonesia masih menjadi persoalan yang serius. Ditambah pula indeks korupsi kita tidak bergerak, bahkan cenderung turun terutama selama 10 tahun pemerintahan Joko Widodo.
#Dominus Litis
Asas atau prinsip ini pun menjadi kontroversi karena ada kekhawatiran bahwa kewenangan jaksa menjadi absolut dalam hal penanganan perkara pidana. Saya berpendapat, prinsip dominus litis justru menjadi penting untuk memperkuat pembuktian suatu perkara pidana.
Pasalnya, dalam sistem hukum pidana modern penyidikan dan penuntutan merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Di sinilah pentingnya prinsip dominus litis diperkuat dalam RUU KUHAP kita agar jaksa dapat mengawasi secara langsung proses penanganan suatu perkara pidana sehingga menghindari berkas perkara yang bolak-balik seperti yang terjadi selama ini.
Juga prinsip itu penting karena tidak semua perkara perlu dibawa ke persidangan, sehingga dengan adanya penguatan dominus litis dalam RUU KUHAP, maka jaksa bisa segera memutuskan apakah perkara tersebut bisa dibawa ke persidangan atau tidak karena hasil koordinasi dengan penyidik.
Jadi, saya kira berlebihan jika ada kekhawatiran bahwa penguatan prinsip dominus litis di RUU KUHAP akan memberikan kewenangan absolut kepada jaksa. Justru saya kira prinsip tersebut sebagai check and balances terhadap kewenangan penyidik. Apalagi kita ketahui kewenangan penyidik kepolisian dalam menangani perkara pidana besar sekali.
#Restorative Justice
Penguatan prinsip dominus litis dalam UU KUHAP justru terkait erat dengan pendekatan restorative justice. Selama ini penyelesaian perkara pidana lewat restorative justice atau keadilan restoratif sama sekali belum diatur dalam RUU KUHAP.
Padahal, seperti yang saya ungkapkan bahwa tidak semua perkara pidana perlu dibawa ke persidangan. Dan, ini sesuai dengan gerakan restorative justice atau keadilan restoratif sebagaimana yang dimaksud dalam konvensi PBB yakni pendekatan yang inklusif, fleksibel dan partisipatif yang bisa menjadi pelengkap atau alternatif dalam proses peradilan pidana konvensional.
Pendekatan tersebut memberikan kesempatan kepada berbagai pihak terutama dari sisi pemulihan korban untuk berpartisipasi dalam menangani kejahatan dan memperbaiki kerugian yang timbul akibat kejahatan tersebut. Dengan penguatan prinsip dominus litis yang memberikan kewenangan kepada jaksa untuk menuntut suatu perkara pidana, maka pendekatan keadilan restoratif pun mendapat tempatnya.
Karena lewat penguatan asas dominus litis, maka jaksa bisa secara cepat memutuskan perkara tersebut dibawa ke persidangan atau tidak dengan berkoordinasi dengan penyidik. Yang perlu diingat, restorative justice bukanlah penghentian perkara pidana tapi alternatif penyelesaian perkara pidana di luar persidangan konvensional. #####
Penulis adalah Praktisi Hukum dan Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Reformasi Hukum
Mari Bersatu Hati Membangun Deli Serdang
kotaZikir & Doa Bersama Hari Jadi ke79 Deli Serdang Damai dalam Kebhinekaan, Kuat dalam Kebersamaan
kotaKualanamu FC, PSP Purwo & PSDS Jadi Juara Turnamen Sepak Bola Hari Jadi ke79 Deli Serdang
kotaTHM di Medan Denai DiraziaIni Hasilnya!!
kotaMenyaru Pembeli, Pengedar Pil Ekstasi Ditangkap
kotaSerahkan SK Plt Kepala KUA, Kasi Bimas Islam Kemenag Deli Serdang Ingatkan Kolaborasi dan Koordinasi Lintas Kecamatan
kotaSERDANG BEDAGAI Sumut24.co Wakil Gubernur Sumatera Utara sekaligus pereli andalan tuan rumah, Musa Rajekshah atau yang akrab disapa Ijeck,
NewsLSM LIRA Sumut Berharap KPK Melakukan Penyelidikan dugaan persekongkolan lelang pembangunan gedung Kejatisu.Dewan Pimpinan Wilayah Lembag
kotaH. Syahlan Jukhri Nasution Kembali Pimpin DPC IKANAS Kota Medan Periode 2025&ndash2030
kotaPengamat Anggaran OTT Topan Ginting Berpotensi Seret Atasan, Termasuk Gubernur Bobby Nasution
kota