Oleh : H. Syahrir Nasution. SE. MM.
Baca Juga:
Mewujudkan Kemandirian Ekonomi yang Berkeadilan.
Pendahuluan, Sejak bergulirnya Era Reformasi 1998 hingga saat ini jarang terdengar kata kata “ Ekonomi Rakyat Desa†, kalaupun ada terngiang di telinga hanya sebagai “ pemanis bibir dan penghibur telinga saja , realisasinya sampai saat ini hanya “ RETORIKA†belaka. Padahal tujuan Reformasi itu berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia ( KBBI ) adalah : “ merobah keadaan yang lama (statis) kepada perobahan perobahan ke arah yang baik / baru dan positip secara evolusioner (bertahap).
Namun berhasil atau tidaknya reformasi tersebut tidak usah kita saling menyalahkan satu sama lainnya , karena memang lahirnya Reformasi 1998 tersebut menurut para ahli , itu tidaklah murni keinginanan dari pada rakyat secara menyeluruh (By Design) oleh segelintir kelompok kelompok tertentu yang mempunyai “ Kepentingan “ (Vested Interest). kaluupun kita kaitkan berbicara tentang ekonomi rakyat desa kedalam makna kata reformasi itu hari ini , maka kita akan membicarakan Perekonomian Desa , dalam arti “ potensi ekonomi†yang ada di desa itu , yang juga identik dengan sektor pertani. Seperti kita sama ketahui bahwa sektor pertanian ini merupakan “ LEADING SECTOR di bidang perekonomian Negara kita , dikarenakan bumi pertiwi Nusantara Indonesia ini dikaruniakan “ Bonus Geographi “ dari Allah SWT yang sangat subur dan iklimnya yang juga sangat mendukung untuk berhasilnya sektor pertanian tersebut. Kembali Ke Pasal : 33 . UUD. 45.
kalau merujuk kembali Ke UUD. 45 Pasal 33 & 34 , jelas jelas disitu tertera bahwa sektor pertanian ini merupakan “ COMPARATIVE ADVANTAGE “ (Keunggulan yang tak ada bandingannya) bagi perekonomian kita dalam sektor pertanian, namun pertanyaannya setelah lebih kurang 76 tahun merdeka kelihatannya belum dioptimalkannya secara menyeluruh perekonomian di bidang pertanian ini , artinya belum ada “ kesungguhan†dari yang berkuasa (setelah rezim ORBA) yang benar benar mau meningkatkan “ harkat dan martabat “ kehidupan petani maupun tata niaga Pertanian tersebut.
sistem ekonomi yang berkembang sampai saat ini masih terus berlangsung dengan sistem yang bersifat : LIBERAL CAPITALISTIC – Pasar Bebas , sekaligus DUALISTIK EKONOMI .
hampir 80% Perekonomian Nasional diselenggarakan berdasar atas DEMOKRASI EKONOMI , dengan prinsip ; Kebersamaan , Effisiensi , Berkeadilan , Berkelanjutan (Sustainable), Bewawasan lingkungan, kemadirian , serta menjaga KESEIMBANGAN KEMAJUAN & KESATUAN EKONOMI NASIONAL “ (Pasal 33 ayat 4 l) UUD 45 Ekonomi Dualistik.
Hal tersebut diatas semuanya itu “ hanya mimpi disiang bolong & angin surga “belaka nyatanya saat kini . Dimana yang diimpikan oleh para Founding Fathers kita (SUHATSYAH : SUKARNO – HATTA & SYAHRIR), serta para pendiri Republik ini . Sementara yang berlangsung hari ini dan dipraktekkan selama ini justeru sebaliknya , bahkan akhir akhir ini semakin parah. hal ini disebabkan oleh karena terlalu lamanya dijajah , juga karena sistem sosial budaya yang dimiliki oleh bangsa ini dominan “ FEODALISTIK dsb.
Inilah yang berlanjut sampai detik ini , yaitu sistem Ekonomi Dualistik tersebut.
Terbentuklah “ GAP†(Jurang Pemisah) yang menganga hampir 95 % penduduk yang merupakan RAKYAT ASLI PRIBUMI (Ahlil Bait – STAKE HOLDER) yang sejak awal Kemerdekaan hidup dalam kemiskinan, Kebodohan, dan Keterbelakangan yang sekitar 5% dari ekonomi Nasional yang bertumpuk di sektor INFORMAL EKONOMI.
Sementara sebaliknya 5% lainnya (Umumnya NON PRIBUMI) “ menguasai “ / “mendominasi†: 95% kekayaan ekonomi negeri ini dari HULU sampai HILIR , di DARAT, LAUT, bahkan di udara sekalipun di Negeri Kepulauan terbesar di dunia ini. Justeru itu secara DE JURE memang kita yang memilikinya , akan tetapi secara DE FACTO bukan kita yang “ menguasainya†, tetapi adalah : Para KAPITALIS LIBERALISTIK dan PARA NON PRIBUMI yang diberikan HAK PRIVELEGE (Hak Istimewa) dari para penguasa rezim negeri ini yang hanya mengejar RENTE EKONOMI (ECONOMIC RENT) secara mudah. Bangsa Jepang , Korea , Singapura dan China juga Malaysia “ BANGGA “ dengan negeri dan tanah airnya , karena mereka sendiri yang punya dan memiliki serta “ menguasai “ bumi , air dan segala isinya yang dinikmati oleh rakyatnya sendiri, kalaupun ada orang luar yang ikut serta , mereka adalah : TAMU DAN TUNDUK KEPADA KETENTUAN KETENTUAN YANG BERLAKU.
Di Negeri ini sebaliknya, kita (Sebagai Pribumi) malah bagaikan TAMU ATAU ORANG ASING DI RUMAH SENDIRI.
Penafsiran ayat : 3 Pasal 33 UUD 45 yang sangat NEGARA CENTRIS , bahwa BUMI , AIR , Dan KEKAYAAN ALAM YANG TERKANDUNG DIDALAMNYA “ DIKUASAI “ oleh : Negara dan Dipergunakan untuk SEBESAR BESARNYA KEMAKMURAN RAKYATâ€.
Kata DIKUASAI secara harfiah tentu saja tidak sama dengan dimiliki .
Pemiliknya tetap adalah : rakyat yang “ mengulayati “ tanah itu secara turun temurun . jelas sekali bahwa dalam hal ini negara tidak berpihak kepada rakyat sama sekali, akan tetapi kepada para kapitalis multi nasional & konglomerat non pribumi dan juga saat ini para Oligharkie tersebut.
alangkah tragisnya mengingat semua ini terjadi justeru di alam KEMERDEKAAN .
Ukuran keberhasilan pembangunan bagi PENGUASA NEGARA ini adalah : bukan SIAPA dan SEBERAPA BESAR hasilnya dinikmati oleh RAKYAT , melainkan BERAPA dari target yang di inginkan tercapai dalam angka angka statistik. Pencapaian target itu dalam kenyataannya “ NYARIS DILAHAP HABIS†oleh para Kapitalis yang sesungguhnya menggerakkan roda ekonomi Nasional.
Penduduk asli Pribumi (AHLIL BAIT) dari negeri ini hanya sebagai PENONTON , yang mana kehidupannya masih seperti itu juga dari waktu ke waktu , dari Rezim berganti Rezim bahkan saat ini semakin “ menggelembungnya†kemelaratan (Bubble Poverty) dari rakyat tersebut.
Kerjasama TRIUMVIRAT : Kapitalis Multi Nasional , Konglomerat Non Pribumi & dibawah lindungan ELITE PENGUASA NEGARA (Rent Seekers – Pemburu Rente) yang pribumi inilah yang menggelidingkan Ekonomi Indonesia selama ini.
Sementara Rakyat Pribumi yang merupakan Ahlil Bait “ SAH REPUBLIK ini tetap saja hidup melarat dalam kemiskinan , kebodohan dan keterbelakangan. Janji janji penguasa Reformasi masih saja ada yang tertulis diatas kertas yang tidak terlihat implementasinya seperti program KUR (Kredit Usaha Rakyat) , dan banyak lagi “ PAKET PAKET EKONOMI “ lainnya.
Penutup : Bagaimana Kedepan ?.
Kuncinya ada pada diri kita sendiri , terutama pada kelompok ELITE PRIBUMI yang secara Politis mengendalikan negeri ini. Seperti kita lihat selama ini , mereka mereka para Elite Pribumi tersebut sekedar “ menumpang di Biduk ke Hilirâ€, artinya mereka “ Lebih doyan MENERIMA dari pada MEMBERI , lebih suka DILAYANI daripada MELAYANI sesuai tugas dan fungsi mereka sebagai “ abdi Negara dan lebih parah lagi “ HOBBI DAN KECANDUAN MENERIMA UPETI (Seperti Zaman VOC – Belanda dulu).
Akhirnya , dapat dikatakan bahwa kita sesungguhnya sedang berada di tepi jurang perangkap hutang (Bad DEPTH TRAPS) yang dalam , sebagai negara akibat salah urus , akibat dari sistem sosial dan budaya Politik yang dianut selama ini , yang berbeda antara yang diucapkan dengan yang dilakukan alias terlalu banyak sudah kaum “ munafikunâ€.
Pilihannya hanya “ satu kata†, Kembali ke pangkalan jalan dengan mempraktekkan UUD . 1945 , Pasal . 33 dan 34 secara jujur dan konsekwen , sehingga “ batang yang Terendam “ itu akan bangkit kembali, dan juga dapat mewujudkan kemandirian ekonomi yang berkeadilan itu dengan jalan lahirnya ekonomi kerakyatan bersyari’an.
* Managing Director : PECI – Indonesia
Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di
Google News