Rabu, 23 Juli 2025

Perempuan di Kawasan Danau Toba Berbagai Tantangan

Amru Lubis - Jumat, 15 November 2024 16:19 WIB
Perempuan di Kawasan Danau Toba Berbagai Tantangan
Ket Foto : Para perempuan pejuang di Kawasan Danau Toba saling berbagi kisah melalui Dialog Multipihak, di Hotel Labersa, Kamis (14/11/2024).

Baca Juga:
BALIGE| Sumut24.co,

Lebih dari 70 perempuan adat dan perempuan petani dari Kabupaten Toba, Samosir, Tapanuli Utara, dan Humbang Hasundutan berkumpul di Balige untuk menyatukan pemahaman mengenai akar pemiskinan struktural dan ketimpangan kepemilikan atas tanah dan pentingnya perlindungan dan pemenuhan hak perempuan petani di Kawasan Danau Toba.

Para perempuan saling berbagi kisah melalui Dialog Multipihak "Ketimpangan Hak Atas Tanah dan Pentingnya Perlindungan dan Pemenuhan Hak Perempuan Petani di Kawasan Danau Toba di Hotel Labersa, Kamis (14/11/2024).

Masyarakat adat dan petani di Kawasan Danau Toba memiliki sumber penghidupan melimpah yang telah diwariskan leluhurnya secara turun-temurun. Kekayaan sumber daya alam itu meliputi tanah, sungai, bukit, hutan dan segala isinya.

Namun, sejak berkembangnya narasi bahwa Tapanuli adalah bagian dari 'Daerah Termiskin' di Indonesia pada awal 1980-an, pemerintah terus menerus mengundang perusahaan-perusahaan untuk berinvestasi di Tapanuli. Model Pembangunan yang bersifat top-down dan hadirnya industri-industri ekstraktif di Kawasan
Danau Toba telah menggusur masyarakat adat dan petani dari tanah yang mereka anggap sebagai identitas itu.

Tidak hanya tanah, hutan milik masyarakat adat dibongkar dan diganti dengan tanaman monokultur eucalyptus milik PT Toba Pulp Lestari.

Kondisi lingkungan yang kini mengenaskan dan tidak adanya akses memulihkan tanah yang kini kering, tandus dan gersang memaksa perempuan untuk maju di garda terdepan untuk memperjuangkan hak atas tanah dan hak-hak untuk hidup yang aman dan nyaman.

Perempuan berada di baris paling depan memperjuangkan tanahnya bukan hanya sebagai strategi perjuangan melainkan lebih dari itu bahwa perempuan dan lingkungannya memiliki hubungan akrab dan naluriah. Serta, para perempuan memikirkan masa depan generasinya yang akan datang.

Perempuan adat dan perempuan petani di Kawasan Danau Toba menghadapi kondisi pelik dan pemiskinan struktural secara konsisten.

Perempuan dikepung oleh budaya patriarki, kebijakan yang maskulin dan merugikan perempuan, berbagai praktik pemiskinan struktural melalui proyek strategis negara; hutan tanaman industri dan politik kehutanan komersil, food estate, geothermal, pariwisata yang tidak berbasis masyarakat, sempadan danau dan sungai, dan sebagainya.

Perjuangan masyarakat adat khususnya perempuan adat dalam proses pelepasan tanah adat dari kawasan hutan negara, konsesi PT TPL, dan Proyek Strategis Nasional (PSN) kerap terhambat di
tingkat kabupaten.

Padahal, keberadaan dan hak masyarakat adat sudah dijamin dalam berbagai regulasi seperti UU Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, Putusan MK No. 35/PUUX/2012, UUD 1945 Pasal 18B, Pasal 28I ayat (3), Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2), dll.

Di sisi lain, perempuan petani yang menggantungkan hidupnya dari hasil-hasil pertanian semakin hari semakin terkomersialisasi. Komodifikasi subsisten telah mengubah corak produksi
petani.

Perempuan petani semakin mengalami tantangan berat untuk melanjutkan usaha pertaniannya. Padahal sektor pertanian bisa menjadikan Indonesia sejahtera dan berdaulat jika UU No.19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani diwujudkan dalam Peraturan Daerah.
Dalam kebijakan tersebut dijelaskan bahwa petani sebagai subjek yang harus dilindungi dan diberdayakan.

Peraturan Pemerintah tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani akan memberikan rasa aman bagi petani untuk mengembangkan produksi pangan, memiliki jaminan akan kerusakan lahan akibat bencana ekologi, ada kepastian harga dan pasar serta pemberdayaan bagi petani. Tentu itu menjadi harapan petani yang sampai saat ini masih disuarakan.

Tantangan yang dihadapi perempuan kian bertambah ketika mereka memberanikan diri untuk mengepalkan tangan dan melawan segala bentuk penindasan.

Hal ini mengharuskan seluruh perempuan adat dan petani bersolidaritas dalam arak-arakan perjuangan mereka untuk melawan ketimpangan gender dan pemiskinan struktural terhadap perempuan adat dan perempuan tani di Kawasan Danau Toba.

Perempuan adat dan perempuan petani di Kawasan Danau Toba mendesak :
1. Pemerintah harus melibatkan perempuan adat dan perempuan petani dalam setiap proses pembangunan yang akan dilakukan di tingkat desa, kecamatan dan kabupaten.
2. Terbitkan Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat di Kabupaten Samosir dan Kabupaten Humbang Hasundutan
3. Terbitkan Perda Perlindungan dan Pemberdayaan Petani di Kabupaten Toba, Kabupaten Samosir, Kabupaten Tapanuli Utara, dan Kabupaten Humbang Hasundutan.
4. Hentikan segala bentuk kriminalisasi terhadap masyarakat adat dan petani yang
memperjuangkan hak-haknya.

Narasumber yang dihadirkan yakni, Wakil Direktur Aksi! for gender and justice Risma Umar, Angela Manihuruk selaku Koordinator Divisi Pengorganisasian KSPPM, Perempuan Adat Pargamanan-Bintang Maria, Parlilitan Eva Junita Lumban Gaol, Ketua Serikat Tani Kabupaten Samosir Henrika Sitanggang, Serita Siregar dari Perempuan Pejuang Tanah Adat Ria-Ria, Rumenti Pasaribu mewakili Perempuan Adat Komunitas Ompu Raja Nasomalomarhohos Pasaribu, Natinggir. (Des)




Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Amru Lubis
Sumber
:
SHARE:
Tags
beritaTerkait
Kapolri Resmikan 29 Gedung SPPG Tingkat Polda-Polres di Sumut & Dukung Program MBG Presiden Prabowo
PT Talenta Putra Natama Grand Opening Sekretariat, Lumbang H Naingolan : Mengutamakan Kepuasan Klien
Diresmikan Karate GOKASI Dojo Glugur Kota sebagai Wadah Pembinaan Generasi Muda
Kapolda Sumut Resmikan Masjid Hubbul Waton di Batalyon C Pelopor Brimob Padang Sidempuan
Kapolda Sumut Resmikan Gedung SPKT dan Berikan Arahan Humanis dalam Kunker ke Polres Tapanuli Selatan
Kapolrestabes Medan Resmikan Mushola Al Witri di Areal Polsek Medan Tuntungan
komentar
beritaTerbaru