sumut24.co - Medan
Baca Juga:
Persoalan banjir di Kota Medan sepertinya tidak akan bisa diselesaikan dalam tempo singkat. Bahkan menurut prediksi anggota
DPRD Medan Renville P Napitupulu persoalan banjir yang terus melilit kota besar ketiga di Indonesia ini hingga 60 tahun kemudian belum tentu juga mampu diatasi.
"Pemko Medan hanya punya kemampuan keuangan setiap tahun anggaran itu hanya Rp50 miliar untuk pengadaan tanah melalui Dinas Perkim. Ini pun masih dibagi lagi dalam tiga kategori," jelas Renville P Napitupulu usai mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IV DPRD Medan bersama Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWS) II Medan, Dinas Sumber Daya Air Bina Marga dan Konstruksi Medan, Senin (20/10/2025).
Dijelaskan Ketua Fraksi PSI DPRD Medan itu, anggaran Rp50 miliar itu digunakan untuk menambah ruang terbuka hijau, satu lagi untuk pembelian lahan untuk pembangunan infrastruktur di Kota Medan, yang ketiga ganti rugi tanah untuk sungai sungai yang akan dilebarkan.
"Anggaran segitu, Rp50 miliar, tidak cukup untuk menormalisasi sungai. Jika dibagi Rp25 miliar untuk normalisasi, baru 60 tahun kita bisa ganti rugi semua tanah. Berarti 60 tahun pula kita harus menunggu persoalan banjir, pun belum tentu juga surut-surut," katanya terdengar bernada kesal.
Nah, lanjut Ketua DPD PSI Kota Medan itu makanya di sini perlu kebijakan daripada kementerian. Kita paham bahwa masalah banjir itu tidak bisa diselesaikan oleh Pemko Medan sendiri. Memang harus dikawal terus dengan anggaran dari kementerian melalui Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWS) II Medan.
Namun, dalam RDP dengan BWS kita dengar, sepertinya Pemko Medan dan kementerian kurang koordinasi terhadap pelaksanaan normalisasi di Kota Medan ini. "Jangan nanti dibilang alasannya juga hanya karena ganti rugi tanah, tidak boleh," tegasnya.
Tadi (dalam RDP), BWS Wilayah Sumatera menyatakan, beda, Deli Serdang sudah selesai pembebasan lahan. Makanya mereka sudah mau menandatangani kontrak untuk proyek normalisasi mereka katanya pada tahun ini, jangan disamakan.
Kalau di Deli Serdang dengan Medan itu beda. Kalau di Deliserdang tidak ada pembebasan lahan masyarakat. Kalau pun ada, porsinya sedikit. Kenapa saya bilang begitu? Berkaca di waktu pembangunan tol, di situ pembebasan lahan seperti kilat. Cepat. Kenapa? Karena yang dibebaskan tanah pemerintah sendiri. Kenapa saya bilang begitu? 88 persen tanah di wilayah Deliserdang itu kan milik PTPN, PTPN milik siapa? BUMN. "Jadi jangan disamakan dengan akibat lambannya pembebasan tanah di Kota Medan diakibatkan oleh kinerja, tidak begitu," ujar Renville.
Oleh karena itu, dalam RDP saya sarankan jika secara aturan, jika misalnya APBD Kota Medan bisa dikucurkan juga, tidak usah menunggu kementerian karena masalah tanah. Jika memang APBD Medan dikucurkan tidak masalah, seperti yang disampaikan oleh BWS bahwa di provinsi lain juga sudah ada. Contohnya di Sumatera Selatan.
"Jadi mereka menggunakan anggaran bukan dari BWS/kementerian tapi bersumber dari APBD-nya sendiri. Saya berani bilang berapa anggarannya. Harga pembelian ampibi hanya Rp1,5 miliar, tadi saya sudah tanya harganya," tegasnya.
Selama ini, lanjut Renville, anggaran di Medan bisa digunakan. Buktinya, untuk anggaran-anggaran lain yang sudah dikeluarkan, bahkan untuk pembangunan yang tidak jelas saja bisa dikucurkan. "Bahkan nilainya lebih fantastis sampai Rp120 hingga Rp150 miliar. Ini satu ampibi cuma Rp1,5 miliar," katanya kemudian menambahkan sampai saat ini di Medan hanya ada dua ampibi, tapi yang menyelesaikan alat berat di sungai kota Medan hanya dua. Provinsi lain saja bisa. Di Medan hanya dua dari kementerian.(Rel)
Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di
Google News