JAKARTA | SUMUT24
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menuding industri perbankan Tanah Air jadi biang kerok permasalahan di industri properti. Menurut lembaga ini, banyak kerugian yang dialami konsumen dalam pengajuan Kredit Perumahan Rakyat (KPR).
Peneliti Koalisi atas Responsi Bank dari YLKI, Sularsi mengatakan, dari hasil penelitian pada triwulan I 2016, bank tidak memberikan akses informasi dan edukasi yang cukup kepada konsumen dalam melakukan penawaran produk KPR.
“Selama ini pihak bank selalu lepas tangan dengan wanprestasi yang dilakukan developer manakala dalam berbagai bentuk, mulai dari gagal bangun, status tanah dan bangunan yang bermasalah, dan tidak ada kepastian refund,” katanya kepada wartawan di Jakarta, Kamis (14/4).
Selain itu, jumlah backlog perumahan di Indonesia yang mencapai 13,5 juta unit rumah pada tahun 2014 tidak diimbangi dengan pasokan yang hanya sebesar 400.000 unit per tahun. ketimpangan suplai itu menyebabkan harga rumah di Indonesia melambung tinggi serta tak terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
“Keterlibatan pihak ketiga dalam hal ini bank sangat diperlukan melalui KPR, tapi ini belum jelas,” tuturnya.
Keterlibatan bank dalam penyediaan properti ternyata tidak menjamin proses penyediaan rumah dan KPR bebas masalah. Apalagi, selama Penelitiannya masalah Perjanjian Kerja Sama (PKS) tak memberikan perlindungan konsumen.
“Adanya pembatasan pemilihan produk, kurangnya koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PU-Pera) dalam praktik lapangan,” tuturnya. (mer)