MEDAN | SUMUT 24
Ratusan massa yang menamakan diri Forum Komunitas Masyarakat Pinggir Rel (FK-MPR) Kota Medan kembali menggelar aksi demo didepan Kantor Wali Kota Medan, Senin (14/3). Warga juga menolak relokasi yang ditawarkan Pemko Medan.
Aksi demo tersebut juga diikuti anak-anak mereka yang masih mengenakan seragam sekolah. Dalam aksinya mereka meminta Pemko turun tangan menuntaskan persoalan penggusuran yang dilakukan oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI).
Pantauan di lapangan, aksi tersebut sempat ricuh. Massa tampak saling dorong-dorongan dan melempar botol minuman mineral ke arah polisi dan Satpol PP yang berjaga di pintu gerbang. Massa FK-MPR kemudian mencoba menerobos masuk Kantor Wali Kota dengan menggoyang-goyangkan pintu gerbang.
Namun upaya tersebut gagal, selain pintu gerbang dirantai dan digembok, aksi mereka juga mendapat perlawanan keras dari petugas Satpol PP dengan menahan dari dalam pintu gerbang tersebut.
Ketua aksi Joni Naibaho mengatakan, Pemko Medan sampai saat ini belum memastikan tempat relokasi warga. Mestinya, pemerintah membangun tempat relokasi untuk mereka menyambung kehidupan.
“Kami hanya mau relokasi, bukan tali asih. Jadi kami sangat memohon agar pemerintah memberi tempat relokasi, agar kami dan anak-anak kami bisa menyambung hidup,” ucap Joni dalam orasinya.
Dia menilai, Pemko Medan mewakili masyarakat harus turun tangan, karena pihak PT KAI hanya ingin memberikan tali asih sebesar Rp1,5 juta. Namun, nilai itu dianggap melecehkan. “Kami tidak mau uang tali asih. Kami mau relokasi. Cuma relokasi pak,” teriak massa.
Tak lama berselang, Wakil Wali Kota Medan, Akhyar Nasution akhirnya bersedia menerima perwakilan FK-MPR. Dalam pertemuan itu, Pemko Medan menawarkan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) di Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Medan Deli dan Kelurahan Sei Mati, Kecamatan Medan Labuhan sebagai tempat tinggal 673 KK yang tergabung tergabung dalam Forum Komunikasi Masyarakat Pinggiran Rel (FK-MPR). Inilah sebagai solusi untuk menyikapi rencana penggusuran yang akan dilakukan PT Kereta Api Indonesia (KAI) menyusul rencana pembangunan rel ganda (double track) di sepanjang Stasiun Kereta Api Medan sampai Belawan.
“Kita sudah memiliki tempat agar warga direlokasi, tempatnya di daerah Kayu Putih dan Labuhan. Solusi dari kami (Pemko Medan) agar warga menempati rusunawa di Kayu Putih dan Medan Labuhan. Jika kalian meminta lebih dari rusunawa, Pemko Medan tidak punya. Jika mau, silahkan berhubungan langsung dengan Perusahaan Daerah (PD) Pembangunan Kota Medan. Sebab merekalah yang menangani proses administrasinya,” ujar Akhyar.
Dikatakan orang nomor dua di Pemko Medan itu, mengenai permintaan penghentian pembongkaran (rumah) oleh PT Kereta Api Indonesia, Pemko Medan tidak punya hak untuk meminta penghentian. Itu bukan kewenangan Pemko.
Usai mendengar arahan Wakil Wali Kota, warga menolak jika mereka direlokasi ke rusunawa di kawasan Kayu Putih dan Labuhan. Menurut warga, rusunawa di Kayu Putih dan Labuhan ukurannya sangat kecil.
“Rusunawa di Labuhan dan Kayu Putih itu cocok untuk pengantin baru. Saya sudah cek kesana pak. Ukurannya kecil sekali,” kata W Sidabutar, salah satu warga pinggir rel.
Selain ukurannya yang kecil, lokasi rusunawa yang disediakan Pemko Medan jaraknya cukup jauh dari inti kota. Mereka menolak dipindahkan, karena rusunawa itu berlantai lima.
“Kami yang mau direlokasi ini sudah tua-tua. Kalau lah kami dipindah kesana, bayangkan bagaimana kami yang tua-tua ini naik ke lantai lima. Udah enggak kuat kami,” kata Sidabutar.
Dikatakannya, di wilayah Marelan dan Lau Dendang banyak lahan kosong. Memang, sebagian wilayah itu berada di wilayah Deliserdang. “Kalau pun kami harus menyicil bayar lahan, kami siap. Tapi janganlah kami dipindahkan ke rusunawa itu,” katanya. (dio)